Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Page 63

    Pagi menyapa, Taewoo menjadi orang pertama yang mendapatkan kesadarannya pagi itu. Dia sendiri saat ini tengah duduk di single sofa di Ruang Rawat Taehyung. Setelah Operasi kecil semalam selesai, putra bungsunya tersebut langsung di pindahkan ke Ruang Rawat inap.

    Di seberang tempatnya, Boyoung tidur meringkuk di sofa panjang. Sedangkan Seokjin, dia menjaga adiknya hingga tertidur dalam posisi duduk dengan kepala yang bersandar pada tepi ranjang.

    Taewoo melihat jam di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul enam dan dia harus segera mempersiapkan diri untuk pergi ke Kantor, meski akan sangat berat untuk meninggalkan si bungsu yang belum siuman.

    Taewoo beranjak dari duduknya dengan hati-hati agar tak membangunkan istrinya, mengambil kunci mobil dan bergegas menghampiri kedua putranya. Dia menguncang pelan bahu Seokjin guna membangunkan putra sulungnya.

    "Seokjin, bangunlah!" ucapnya lembut.

    Seokjin sedikit tersentak dari tidurnya, dia pun segera menegakkan tubuhnya dengan mata yang tampak belum sepenuhnya terbuka.

    "Appa? Ada apa?"

    "Ayah harus pergi sekarang. Hari ini kau tidak usah pergi ke Kantor, kau jaga saja adikmu."

    "Ne... Jika ada apa-apa, segera hubungi aku."

    "Tidak akan ada hal buruk yang terjadi." Taewoo beralih pada putra bungsunya, memberikan kecupan ringan pada puncak kepala si bungsu sebelum meninggalkannya.

    "Ayah pergi dulu."

    "Hati-hati."

    Taewoo lantas meninggalkan Rumah Sakit dengan hati yang berat, dan setelah lima belas menit kepergiannya. Boyoung pun terbangun dari tidurnya. Wanita cantik itu mengedarkan pandangannya dan hanya menemukan kedua putranya, dia pun beranjak dan menghampiri kedua putranya.

    "Eomma sudah bangun?" tegur Seokjin ketika melihat sang Ibu mendekat.

    "Ayahmu sudah pergi?" Boyoung menghampiri si bungsu untuk melihat keadaannya dan berseberangan dengan tempat Seokjin yang masih terduduk.

    "Appa pergi sekitar lima belas menit yang lalu."

    Boyoung mengusap lembut kening Taehyung dan memberikan kecupan singkat ada puncak kepala si bungsu.

    "Apa Dokter belum ke sini."

    "Belum, mungkin sebentar lagi."

    Boyoung melihat kantung darah yang terhubung dengan punggung tangan Taehyung hampir habis, begitupun dengan infusnya.

    "Darah dan infusnya hampir habis, Ibu akan memberitahu Perawat."

    "Biar aku saja, Eomma tetap di sini."

    Seokjin beranjak berdiri dan bergegas meninggalkan ruangan, namun tepat saat ia membuka pintu. Seorang Perawat hendak masuk dengan membawa infus serta kantong darah di tangannya.

    Seokjin yang sempat terkejut pun lantas segera memberi salam kepada si Perawat yang membalas salamnya dengan ramah.

    "Aku baru ingin memberitahukan bahwa infus adikku habis." ujarnya sedikit canggung.

    "Apakah anda keluarga dari pasien?" tanya si Perawat dengan ramah.

    "Benar, dia adalah adikku."

    "Kalau begitu, Dokter Jung Daehyun sudah menunggu anda di ruangannya."

    "Ah... Ye, ye. Terima kasih."

   Seokjin menyingkir dari pintu, membiarkan si Perawat masuk. Namun setelahnya dia merasa kebingungan sehingga menghentikan langkah si Perawat tersebut, "tunggu sebentar."

    Si Perawat berbalik. "Ada yang perlu ku bantu?"

    "Ruangan Dokter Jung, di manakah itu?"

    "Ruangan beliau berada di lantai sepuluh."

    "Ah... Terima kasih." Seokjin kembali menundukkan kepalanya dan sempat membuat kontak mata dengan sang Ibu, memberitahu lewat isyarat bahwa dia akan pergi sebentar.

    Seokjin bergegas menuju lift yang kemudian membawanya berhenti di lantai sepuluh, tak memakan waktu lama karna sebelumnya ia berada di lantai tujuh. Dia bergegas mencari ruangan Daehyun yang tentunya sangat menyulitkan baginya, mengingat dia sangat asing dengan bangunan itu. Hingga ia berpapasan dengan seorang Perawat dan kemudian memutuskan untuk bertanya.

    "Permisi."

    "Ye, ada yang bisa ku bantu, Tuan."

    "Aku mencari ruangan Dokter Jung Daehyun."

    "Dokter Ahli Bedah Jung Daehyun?"

    "Ye, ye. Di manakah ruangannya?"

    Si Perawat menunjuk ke arah ia datang sebelumnya dan menjelaskan jalan yang harus di tuju oleh Seokjin, "Tuan berjalan lurus saja dan berbelok setelah melewati tiga lorong, Tuan kembali lurus dan belok ke kanan setelahnya. Di depan pintu terdapat papan nama Dokter Jung, di sanalah tempatnya."

    "Ah... Ye, ye. Terima kasih atas bantuannya."

    "Aku permisi."

    Keduanya saling menundukkan kepala sekilas dan kembali berjalan ke arah masing-masing. Seokjin terlihat sedikit kebingungan karna Perawat sebelumnya menjelaskannya dengan terburu-buru, dan setelah beberapa saat, dia pun menemukan ruangan yang ia maksud.

    Seokjin pun mengetuk pintu di hadapannya dan berhasil menarik perhatian dari Daehyun yang saat itu tengah mempelajari berkas di meja kerjanya.

    "Masuk!" suara lantang namun sangat bersahabat tersebut membimbing Seokjin untuk membuka pintu.

    Daehyun yang melihatnya pun segera berdiri dari duduknya untuk menyambut tamunya tersebut.

    "Kau sudah datang? Duduklah!"

    Seokjin menutup pintu dan segera menghampiri Daehyun. Keduanya pun duduk berseberangan saling berhadapan. Daehyun masih melihat kekhawatiran di wajah Seokjin pagi itu dan hal itu membuatnya sangat ragu untuk menjelaskan kondisi Taehyung saat ini.

    "Bagaimana keadaan adikku?" pertanyaan itu seakan menuntut Daehyun bahwa dia tidak berhak menutupi kondisi pasiennya dari pihak keluarga.

    "Ini berada di luar dugaan. Tapi sejak awal aku sedikit khawatir dengan keadaan Taehyung."

    "Apa maksudmu?"

    "Daya tahan tubuh Taehyung sangat lemah, dan itu jauh lebih beresiko di bandingkan dengan anak-anak lain yang memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat. Dia mengalami dehidrasi parah dan tekanan darah yang menurun drastis... Jika boleh jujur, menghitung sejak gejala-gejala penyakit ini di tunjukkan. Ini termasuk hal yang sangat langka."

    "Apa yang terjadi?"

    "Aku khawatir bahwa Kanker Darah yang di derita Taehyung adalah Kanker Darah akut."

    "Kanker Darah, akut?" gumam Seokjin, di antara bingung dan tak percaya. "Apa itu? Apa itu berarti adikku tidak bisa di sembuhkan."

    "Bukan tidak bisa. Kanker Darah akut adalah kondisi di mana penyakit berkembang biak dalam waktu yang cepat, dan hal itu bisa di sebut sebagai tahap paling berbahaya dari penyakit ini."

    "Jadi bagaimana? Bisakah dia menerima pengobatan secepatnya? Apapun, bagaimana pun caranya. Aku mohon, bantulah kami."

    "Untuk sementara, Taehyung akan menjalani Rawat Inap. Kami akan memantau keadaan Taehyung dan memutuskan langkah selanjutnya."

    Seokjin menghela napas beratnya dengan tatapan penuh penyesalan yang terjatuh pada ujung sepatunya.

    "Kenapa jadi seperti ini?"

    "Untuk selanjutnya, Kihyun yang akan mengambil alih karna aku hanya memberikan sedikit bantuan di sini."

    Seokjin kembali menegakkan kepalanya tanpa bisa menghilangkan penyesalan di wajahnya. "Kenapa bukan kau saja yang menangani adikku?"

    "Itu di luar kewenanganku. Aku seorang Dokter Ahli Bedah dan tengah di tugaskan di luar, aku tidak bisa melakukan semuanya tanpa izin dari atasanku... Kihyun adalah Dokter Anak terbaik dalam bidang ini yang di miliki oleh Rumah Sakit ini, kau tidak perlu khawatir tentang pelayanan di sini... Tapi, kalian harus bersabar karna merawat pasien yang menderita Kanker Darah tidaklah mudah. Terlebih anak-anak."

    Mengenang masa lalu, Daehyun sedikit memberikan pelajaran bagi Seokjin dengan kematian Ibunya delapan belas tahun yang lalu.

    "Delapan belas tahun yang lalu, Ibuku menghembuskan napas terakhirnya setelah melahirkan adikku. Kau tahu alasan kenapa beliau meninggal?"

    "Apa itu?"

    "Ibuku juga menderita Kanker darah di saat tengah mengandung adikku." seulas senyum tipis di akhir kalimat yang tentunya membuat Seokjin tampak terkejut.

    "Kau tidak perlu menceritakannya jika itu memberatkanmu."

    Daehyun kembali mengulas senyum tipisnya. "Beberapa tahun pertama memang sangat berat, tapi sekarang semua sudah berjalan dengan normal... Waktu itu, karna teknologi yang belum secanggih sekarang. Ibuku baru terdiagnosis setelah penyakitnya benar-benar parah... Banyak waktu yang terbuang dengan penyesalan waktu itu. Aku sadar bahwa aku tidak bisa memberikan dukungan kepada Ibuku dan hanya menghabiskan hariku dengan menangis... Harusnya waktu itu aku bisa menjadi seseorang yang menghiburnya, tapi yang ku lakukan adalah sebaliknya... Kami bahkan hampir bangkrut saat itu," Daehyun sejanak tertawa ringan meski sudut hatinya kembali terluka.

    "Biaya pengobatan memang sangat mahal, tapi kita pasti melakukan apapun untuk orang yang tersayang. Dulu, aku hanya bisa melihat Ibuku menderita tanpa melakukan apapun... Dan sekarang aku ingin menebus semuanya."

    "Kau mengatakan bahwa Ibunya meninggal ketika melahirkan adikmu, apakah itu menjadi penyebab utamanya?" Seokjin bertanya dengan hati-hati, tak ingin menyinggung perasaan Daehyun.

    "Tidak. Ibuku berada dalam kondisi yang buruk sehingga dia menjalani Operasi sesar... Awalnya kami tidak memiliki harapan sama seperti keadaanmu saat ini. Tapi setelah Hoseok ada bersama kami, kami baru sadar bahwa seharusnya kami tidak menyerah sejak awal."

    "Lalu, bagaimana dengan adikmu? Apakah dia tumbuh dengan sehat?"

    "Meski Kanker Darah bukanlah penyakit yang di turunkan dari generasi sebelumnya. Namun seseorang akan lebih beresiko jika keturunan sebelumnya mengidap penyakit yang sama... Oleh sebab itu aku menjadi seorang Dokter agar bisa memastikan keadaan adikku, dan aku sangat bersyukur karna hingga detik ini, adikku tidak mengalami hal yang sama seperti yang di alami oleh Ibu kami... Aku menceritakan hal ini padamu bukan untuk menakuti-nakutimu, Ibuku pergi karna keadaan yang benar-benar sulit. Aku berharap kau bisa bangkit dari keterpurukan dan berusaha menguatkan Taehyung, yakinkan lah bahwa dia tidak sendiri untuk menghadapi semua ini."

    "Tapi, berapa persen kemungkinan adikku akan sembuh?"

    "Untuk saat ini kami tidak bisa menentukan, kami perlu memantau keadaan Taehyung untuk bisa mengambil keputusan."

    Seokjin kembali menjatuhkan pandangannya. "Aku merasa menjadi kakak yang paling tidak berguna."

    "Jangan pernah mengatakan hal itu di depan Taehyung," teguran yang membuat Seokjin kembali mengangkat wajahnya.

    "hal itu justru akan menyakitinya. Secara tidak sadar, kebanyakan justru pasienlah yang berusaha untuk menghibur anggota keluarganya meski pada kenyataannya mereka tidak mampu menghibur diri sendiri... Dalam hal ini, kebanyakan pasien akan bersikap seolah-olah ia baik-baik saja untuk mengurangi kekhawatiran dari kelurganya, dan mungkin itu berlaku bagi Taehyung. Mengingat anak itu yang sedikit tertutup tentang kondisi kesehatannya selama ini."

    "Aku harus bagaimana sekarang?" Seokjin benar-benar telah berputus-asa, dan itulah yang di lakukan oleh Daehyun ketika mendengar tentang kondisi Ibunya. Menyerah sejak awal dan menyesal seumur hidup.

    "Kau seorang kakak, kau pasti lebih kuat di bandingkan dengan adikmu... Mulai sekarang, jadilah lebih kuat dari siapapun dan yakinkan Taehyung bahwa dia aman bersamamu. Yakinkan Taehyung bahwa kakaknya adalah orang yang kuat, kakak yang hebat yang akan selalu melindunginya... Jangan biarkan dia menghiburmu, justru sebaliknya kau lah yang harus memberikannya penghiburan."

    Seokjin mengusap wajahnya, mencoba menahan airmata yang terdorong untuk keluar di saat napasnya yang perlahan memberat.

    "Kapan kiranya dia akan sadar?"

    "Jika efek dari obat biusnya sudah habis, mungkin dia akan siuman."

    "Mungkin?" gumam Seokjin dengan lebih menuntut.

    "Berhenti berpikiran buruk. Sesuatu yang buruk berasal dari pikiran yang buruk pula, ingatlah bahwa kau masih memiliki Tuhan yang dengan suka-rela akan menampung segala keluh-kesahmu. Semua akan baik-baik saja."

    "Aku mohon bantuannya."

Selesai di tulis : 15.12.2019
Di publikasikan : 30.12.2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro