Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Page 50.

    Seokjin membukakan pintu mobil untuk Taehyung yang segera masuk ke dalam mobil, sedangkan dia kembali menutup pintu dan menghampiri Daehyun yang berdiri tidak jauh dari mobilnya.

    "Terima kasih atas bantuannya selama ini." ujar Seokjin, berusaha lebih tegar karna bukan hanya dia seorang yang terpuruk dengan keadaan ini.

    "Jika kau tidak keberatan, aku merekomendasikan Rumah Sakit Hankuk Medical Center untuk perawatan Taehyung. Aku memiliki kenalan yang mungkin bisa membantu."

    "Aku akan melakukan apapun agar dia bisa sembuh."

    "Malam ini sampai besok pagi, pastikan Taehyung tidak memakan apapun sampai pemeriksaan besok untuk hasil yang lebih akurat."

    "Jam berapa aku harus datang ke sana?"

    Daehyun sejenak tampak mempertimbangkan sesuatu sebelum kembali menjatuhkan pandangannya pada Seokjin dengan membawa sebuah jawaban.

    "Pukul delapan pagi, aku akan membuatkan jadwal untuk bertemu dengan Dokter yang akan menangani Taehyung."

    "Maaf, karna harus merepotkanmu lagi."

    "Bukan masalah besar, aku juga merasa memiliki kewajiban terhadap Kim Taehyung."

    "Kalau begitu, aku permisi."

    Keduanya sekilas saling berjabat tangan.

    "Sampai jumpa." ujar Seokjin yang kemudian berjalan menuju pintu kemudi, begitupun Daehyun yang berjalan menghampiri Taehyung.

    Daehyun mengetuk kaca jendela dengan pelan dan setelahnya Taehyung membukanya dari dalam. Daehyun kemudian sedikit merendahkan tubuhnya untuk bisa melihat wajah Taehyung. Seulas senyum hangat itu ia tujukan kepada pemuda yang bahkan tak mampu lagi menampakkan segaris senyum tipis di wajah pucatnya.

    "Tidak apa-apa, kau tidak perlu cemas. Sekarang istirahatlah dan kita akan bertemu lagi besok."

    Sebuah usakan lembut jatuh pada puncak kepala Taehyung. Kedua pria dewasa itupun saling menundukkan kepala mereka sekilas sebelum berpisah, Seokjin yang melajukan mobilnya meninggalkan area sekolah dan Daehyun yang berjalan menuju mobilnya untuk segera meninggalkan area sekolah.

    Tak ada kata yang mampu terucap dari mulut Taehyung maupun Seokjin selama perjalanan, dan hanya keheninganlah yang terjadi di saat keduanya sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Hingga keduanya sampai di rumah.

    "Cepat mandi setelah itu makan."

   Taehyung mengangguk tanpa semangat dan berjalan menuju lantai dua dengan langkah yang tampak begitu berat, begitupun dengan wajah yang menghadap ke lantai seakan-akan kepalanya terlalu berat untuk di tegakkan.

    "Eoh! Sudah pulang?" tegur Boyoung yang melihat kedua putranya sudah berada di rumah.

    Seokjin pun segera menghampiri sang ibu, sebelum sang ibu berhasil menegur Taehyung yang masih menyusuri anak tangga menuju lantai dua.

    "Appa belum pulang?"

    "Belum, dia bilang masih ada Meeting di luar... Ada apa dengan adikmu? Kenapa terlihat begitu lesu?"

    Seokjin mengulas senyum tipisnya dengan paksa dan berucap, "tidak ada yang perlu di khawatirkan, dia mungkin hanya kelelahan."

    "Ah... Kalau begitu, cepat bersihkan dirimu."

    Seokjin mengangguk, masih dengan senyum tipisnya. Namun saat itu juga Boyoung menangkap sesuatu yang berbeda dari wajah putra sulungnya tersebut.

    "Tunggu sebentar." Boyoung menahan lengan Seokjin yang akan berjalan pergi.

    "Kenapa dengan wajahmu? Kau baru saja menangis?"

    Seokjin tersentak akan pertanyaan penuh selidik dari Boyoung. Dengan cepat ia mengusap wajahnya, berusaha menunjukkan bahwa dia baik-baik saja.

    "A-apa yang Eomma bicarakan? Memangnya ada apa dengan wajahku?"

    "Matamu merah dan sembab seperti orang yang baru saja menangis."

    Menaggapi hal itu, Seokjin tertawa ringan meski ia sendiri tak ingin melakukannya.

    "Ada-ada saja, kenapa juga aku harus menangis? Mataku kemasukan debu dan aku menguceknya terlalu kasar, jangan berpikir yang macam-macam. Lagi pula sejak kapan aku menangis?"

    Seokjin kemudian berlalu meninggalkan Boyoung yang hanya mampu menggelengkan kepalanya sebelum berjalan pergi. Begitupun Seokjin yang segera menuju kamar Taehyung setelah ia sampai di lantai atas.

    Dia membuka pintu kamar Taehyung dengan pelan dan tak menemukan adiknya tersebut berada di kamarnya. Dia pun segera masuk dan menutup pintu dari dalam, tak lupa untuk menguncinya sebelum berjalan ke arah kamar mandi.

    Dia merapatkan diri ke pintu, mencoba mendengarkan apa yang tengah terjadi di kamar mandi. Pandangannya terjatuh seiring dengan helaan napas beratnya ketika ia mendengar suara isakan yang begitu samar berasal dari dalam kamar mandi.

    Dia kemudian membuka pintu kamar mandi lebar-lebar dan mendapati bahwa Taehyung tengah duduk meringkuk di sudut ruangan sembari menangis. Dia pun melangkah masuk dan menghampiri Taehyung yang semakin menundukkan kepalanya dengan bahu yang sedikit berguncang.

    Seokjin sejenak mendogakkan wajahnya dan mengambil napas dalam-dalam dengan pelan, mencoba mengendalikan perasaannya sendiri ketika ia yang tak mampu bertahan saat melihat si bungsu menangis. Dia kemudian menempatkan diri untuk duduk di samping Taehyung dan turut menyandarkan punggungnya pada dinding.

    Dia raihnya tangan si bungsu yang kemudian ia genggam di atas pangkuannya menggunakan kedua tangannya, dan hal itu pula yang membuat Taehyung berjuang keras untuk menghentikan tangisnya yang justru membuatnya sulit untuk bernapas.

    Untuk beberapa saat Seokjin hanya berdiam diri, membiarkan Taehyung menangis hingga puas tanpa ia mencoba untuk menenangkannya. Hingga tiga puluh menit berlalu, Taehyung berhenti menangis dengan kepala yang bersandar dengan lemah pada dinding. Meski tak memungkiri bahwa air mata itu sesekali jatuh menyusuri pipinya, namun dia terlihat lebih tenang dengan tangan kiri yang masih berada dalam genggaman sang kakak.

    "Kenapa tidak pernah mengatakan apapun pada kakakmu ini?"

    Seokjin bersuara untuk pertama kalinya setelah merasa bahwa mereka sudah siap untuk memulai sebuah pembicaraan. Namun sepertinya, Taehyung belum ingin menjawab apapun karna dia hanya berdiam diri dengan tatapan yang terkesan kosong.

    "Berapa banyak lagi yang kau sembunyikan dari kakakmu ini? Jika kau sakit, kau harus mengatakan bahwa kau sakit. Jika kau terluka, kau harus mengatakan bahwa kau terluka. Itu tidak begitu sulit, tapi kenapa kau hanya mendiamkannya?"

    Rentetan tuntutan yang terucap dengan begitu tenang, namun sekali lagi air mata Taehyung terjatuh ketika mulutnya tak mendapatkan jawaban yang di inginkan oleh Seokjin.

    Seokjin kemudian menjatuhkan pandangannya pada si bungsu yang tak kunjung berbicara. Perlahan tangannya yang sedikit berkeringat karna terlalu lama menggenggam tangan Taehyung ia gunakan untuk mengusap air mata yang baru saja meluncur melewati rahang tirus di hadapannya.

    "Lihatlah kakakmu ini!"

    Taehyung tak merespon dan itu berarti sebuah penolakan bagi Seokjin yang membuat sang kakak harus melakukan sedikit pemaksaan. Dia hanya bisa menurut ketika Seokjin menarik lembut wajahnya hingga pandangan keduanya saling bertemu.

    "Orang di hadapanmu ini adalah kakakmu, kakakmu satu-satunya. Dan jika terjadi sesuatu padamu, kakakmu inilah yang harus bertanggung jawab... Sekarang, katakan sesuatu! Hyeong ingin mendengar suaramu."

    Tatapan Taehyung gemetar begitupula dengan bibirnya ketika ia di paksa untuk melakukan hal yang sangat sulit untuk ia lakukan untuk saat ini.

    "Katakan!"

    "Aku takut, Hyeong."

    Suara gemetar yang begitu lirih berhasil keluar dari bibir Taehyung yang gemetar. Seokjin pun kemudian memeluknya, mendekapnya dengan lembut. Melindunginya dalam rengkuhannya.

    "Tidak ada yang perlu kau takutkan, Hyeong ada di sini. Semua orang yang menyayangimu ada di sekitarmu, kau tidak boleh takut, kau harus menjadi lebih kuat untuk bisa menang."

    Taehyung kemudian membalas pelukan Seokjin dengan lebih erat, menyampaikan rasa takut yang berlebih yang saat ini menyelimuti hatinya.

    "Mulai sekarang, jangan pernah menyembunyikan apapun dari kakakmu ini. Kau mengerti?"

    Taehyung mengangguk pelan di saat ia yang berusaha untuk menahan tangisnya ketika pelukan yang di berikan Seokjin semakin membuatnya kuat dan lemah dalam waktu yang bersamaan.
    Dia takut jika pelukan itu terlepas, maka Seokjin tak akan mampu lagi untuk menahannya. Dia mencoba menguatkan dirinya sendiri, namun saat itu pula rengkuhan sang kakak semakin melemahkannya dan membuatnya ingin bersandar lebih lama lagi. Apa yang bisa ia lakukan sekarang.



Selesai di tulis : 06.11.2019
Di publikasikan : 15.11.2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro