Page 44.

Daehyun kembali menginjakkan kakinya di lantai Jusang Highschool, dan sambutan kecil ia dapatkan dari beberapa murid dan juga para Guru yang sempat melihat kedatangannya. Suasana ramai yang sudah lama tak ia rasakan, meski di rumah kedua adiknya tidak pernah berhenti membuat keributan setiap kali bertemu. Namun setidaknya, sekarang dia bisa menghirup udara kebebasan ketika ia kembali beraktivitas.
"Eoh, Jung Ssaem..." tegur Jeon Ssaem dari kejauhan dan segera menghampiri Daehyun yang menyambutnya dengan seulas senyum ramah.
Keduanya saling menjabat tangan satu sama lain ketika telah berdiri berhadapan.
"Aku pikir kau tidak akan kembali kemari."
"Harusnya tidak, tapi karna cuti panjangku. Tugasku tidak kunjung selesai di sini." ujar Daehyun yang di tujukan untuk bercanda dan tawa ringan keduanya yang kemudian terdengar.
"Bagaimana dengan punggungmu? Apa sudah sembuh?"
"Tidak ada masalah, aku sudah bisa kembali bekerja sekarang."
"Syukurlah... Kau tahu? Hampir setiap hari, Kim Taehyung menanyakan kabarmu."
"Benarkah?" senyum Daehyun melebar dengan sempurna.
"Benar. Aku sudah menyuruhnya untuk langsung mengunjungimu, tapi anak itu malah pergi tanpa mengatakan apapun dan besoknya lagi dia kembali dengan pertanyaan yang sama."
Jeon Ssaem menggelengkan kepalanya, mengingat bagaimana tingkah Taehyung selama satu bulan terakhir di saat Daehyun justru tertawa ringan.
"Dia benar-benar. Aku bahkan takut untuk berdekatan dengannya. Sungguh!"
"Kenapa begitu? Dia hanyalah anak kecil."
"Dia memang kecil, tapi kakaknya."
Jeon Ssaem bergidik, tak mampu memberikan komentarnya terhadap Seokjin.
"Saat kembali dari Gunung Jiri, apa kau tahu apa yang sudah di lakukan oleh kakaknya padaku?"
"Apa yang dia lakukan?"
"Dia menurunkan ku di jalan. Tidak ada taksi, tidak ada Bus dan aku harus berjalan seratus meter. Dia benar-benar gila." ujar Jeon Ssaem yang seperti tengah meluapkan kemarahan yang sudah ia tahan sejak lama.
"Benarkah dia melakukan hal itu?" sahut Daehyun dengan tawa ringannya yang tampak tak percaya. Sedikit merasa kasihan pada Jeon Ssaem, namun itu terlalu konyol.
"Tentu saja itu benar, untuk apa aku berbohong? Kim Seokjin adalah orang yang paling mengerikan!" tandas Jeon Ssaem, dan sepertinya seorang Kim Seokjin telah mendapatkan predikat buruk darinya.
"Dia pasti orang yang sangat hebat."
"Benar, dia sangat hebat. Aku mengakui hal itu." balas Jeon Ssaem, namun dengan nada mencibir. Namun tiba-tiba dia seperti teringat akan sesuatu.
"Ah... Apa yang sedang ku bicarakan? Sepertinya aku sudah membuang waktumu. Aku minta maaf untuk hal itu." ujar Jeon Ssaem dengan senyum canggungnya.
"Tidak apa-apa, lagi pula jam belajar belum di mulai. Kalau begitu, aku permisi ke ruanganku sekarang."
"Ah... Silahkan, silahkan. Senang bisa melihatmu kembali di sini."
Keduanya sekilas saling merendahkan tubuh masing-masing untuk mengucapkan salam perpisahan dan kembali melangkahkan kaki ke tujuan masing-masing.
Daehyun menaiki tangga menuju lantai tiga dan sempat berpapasan dengan beberapa murid yang menyempatkan diri untuk menyapanya.
"Pagi Ssaem..."
"Selamat pagi."
Langkahnya tiba-tiba terhenti setelah melewati setengah dari panjangnya tangga, ketika netranya menangkap sosok yang sangat familir dalam ingatannya. Senyum tipisnya mengembang dengan sempurna seiring dengan kakinya yang kembali melangkah mendekati sosok Taehyung yang tengah duduk di salah satu anak tangga sembari memainkan ponsel di tangannya.
Daehyun menghentikan langkahnya tepat di hadapan Taehyung dan membuat pergerakan Taehyung terhenti, ketika pemuda itu mendapati sepasang sepatu di hadapannya.
Taehyung perlahan mendongak. Tampak ketertegunan di wajahnya ketika ia mendapati Daehyun di sana, namun perlahan sudut bibirnya terangkat. Membentuk seulas senyum lebar yang menampilkan deretan terdepan giginya.
"Jung Ssaem." seru Taehyung, terdapat perasaan senang dalam nada bicaranya.
Daehyun pun beralih duduk di samping Taehyung, dan membuat pandangan pemuda tersebut mengikuti pergerakannya. Hingga pada akhirnya keduanya yang kembali bertemu pandang.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
Taehyung menggeleng. "Hanya menunggu bel berbunyi."
"Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik-baik saja, Ssaem bagaimana? Apa punggung Ssaem sudah sembuh?"
"Jika belum, maukah kau membantu Ssaem untuk bisa sampai di atas?"
"Bagaimana caranya?"
"Kau bisa menggendong Ssaem sampai ke Unit Kesehatan."
Dahi Taehyung mengernyit, menunjukkan suatu kemustahilan. Menggendong Seokjin saja dia tidak mampu.
"Itu mustahil. Badanku terlalu kurus untuk bisa melakukannya." ujar Taehyung sembari sekilas menunjukkan tangannya.
Namun Daehyun menahan tangan Taehyungbdan memperhatikan tangan yang tengah memakai jam tangan tersebut. Tapi bukannya jam tangan yang menarik perhatiannya, melainkan jari-jari kurus Taehyung.
"Kenapa Ssaem melihatku seperti itu?"
Taehyung menarik tangannya, merasa aneh saat Daehyun memperhatikan tangannya.
"Kau sedang sakit?"
Taehyung menggeleng.
"Kemarin-kemarin?"
"Hanya demam."
"Bagaimana dengan mimisanmu?"
"Aku tidak pernah menghitungnya."
"Jadi kau masih sering mimisan?"
Taehyung mengangguk, dan benar bahwa selama satu bukan terakhir. Lebih dari enam kali dia mengalami mimisan, dan dari itu semua dia tidak pernah membiarkan Seokjin ataupun kedua orang tuanya mengetahuinya. Seminggu yang lalu dia juga sempat pingsan saat berlari mengelilingi lapangan, namun itu karna dia yang kelelahan.
"Kau mimisan setelah melakukan hal-hal yang melelahkan?" tebak Daehyun dan di angguki oleh Taehyung.
"Kau harus lebih berhati-hati lagi, minum vitamin dan jangan melakukan hal di luar batas kemampuan tubuh mu. Apa perlu Ssaem yang memeriksa mu?"
Mata Taehyung membulat dan segera menggeleng dengan cepat.
"Aku baik-baik saja, kenapa harus di periksa?"
"Kau bertambah kurus sejak terakhir kita bertemu."
"Tidak," sangkal Taehyung, "aku masih sama. Ssaem saja yang melihatku seperti itu."
Senyum Daehyun melebar, dia kemudian menjatuhkan telapak tangannya pada puncak kepala Taehyung. Memberikan usakan lembut yang sejujurnya telah di rindukan oleh Taehyung meski dia sendiri tidak menyadarinya.
"Jika kau merasa kurang enak badan, segera datang ke ruangan Ssaem. Ssaem akan memeriksamu."
Taehyung mengangguk. Daehyun pun bangkit dari duduknya dan menjatuhkan pandangannya pada Taehyung yang mendongak melihatnya.
"Ssaem pergi dulu, dan ingat. Jika merasa ada sesuatu yang salah pada tubuhmu, cepat temui Ssaem!"
Taehyung mengangguk yakin, dan setelahnya Daehyun melangkahkan kakinya meninggalkan Taehyung. Mengakhiri pertemuan pertama dan terakhir mereka untuk hari itu, karna setelahnya mereka tidak bertemu kembali dan menjalani aktivitas masing-masing.
Terkadang hanya saling bertegur sapa dan berlalu ketika bersisipan jalan, terkadap pula Daehyun yang melihatnya dari luar kelas ketika ia melewati kelas Taehyung. Tak ada pembicaraan istimewa setelah hari itu, dan bahkan hingga satu minggu setelahnya. Semua berjalan dengan mudah tanpa kendala.
Menyelesaikan aktivitas di luar dan kembali ke rumah, berkumpul bersama keluarga dengan cerita-cerita baru yang berbeda-beda di setiap harinya. Namun satu yang pasti, Taehyung tidak pernah membahas tentang Daehyun di hadapan Seokjin, karna dia tahu bahwa kakaknya sedikit agresif ketika sudah menyangkut Daehyun.
Dan begitupun sebaliknya dengan Daehyun, dia tidak pernah membawa nama Taehyung dalam pembahasan keluarga kecuali saat sedang berbicara berdua dengan ayahnya yang selalu menanyakan kabar Taehyung.
Awalnya Daehyun merasa aneh karna hampir setiap bertemu, ayahnya selalu menanyakan kabar Taehyung. Namun dia menepis semua pikiran buruknya, mengingat Perusahaan ayahnya telah bekerja sama dengan Perusahaan ayah Taehyung. Jadi wajar saja jika ayahnya selalu menanyakan kabar dari putra rekan bisnisnya.

Selesai di tulis : 12.10.2019
Di publikasikan : 12.10.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro