Page 110.
Pagi itu Hoseok berangkat sekolah sendirian. Dan setelah bus yang ia tumpangi berjalan, saat itu mobil Seokjin mendahului bus. Hoseok bisa melihat Taehyung yang duduk di kursi penumpang bagian depan meski hanya sekilas karena mobil Seokjin melesat meninggalkan bus yang ia tumpangi.
Hoseok menghembuskan napasnya berat dengan pelan. Setelah keributan semalam yang berlanjut pagi tadi, ia tak lagi memiliki alasan untuk terlihat baik-baik saja. Pada akhirnya Taehyung meninggalkannya, pergi bersama Seokjin. Entah kenapa Hoseok tiba-tiba merasa khawatir pada Daehyun. Dan nyatanya kekhawatiran itu tak hanya dirasakan oleh Hoseok, melainkan juga dengan Taehyung.
Hanya berdiam diri di tempat duduknya. Taehyung sama sekali tak menganggap keberadaan Seokjin. Alih-alih marah, pemuda itu justru kecewa dengan keputusan sang kakak yang tiba-tiba dan tentunya seakan tak menghargai keputusannya.
Perjalanan pertama yang terasa begitu kaku. Seokjin bahkan tak memulai pembicaraan sejak meninggalkan rumah sebelumnya. Bertindak tak seperti kebiasaan lama, namun kali ini Taehyung pun tak merasa terganggu dengan perubahan sikap Seokjin.
Saat itu sebuah panggilan masuk ke ponsel Taehyung dan langsung mengalihkan perhatian dua orang sekaligus. Taehyung melihat layar ponselnya dan sedikit terkejut ketika melihat nama Daehyun tertulis sebagai nama sang pemanggil. Taehyung ragu, haruskah ia menerima atau menolak panggilan Daehyun. Namun sebelum ia bisa meyakinkan hatinya, suara Seokjin justru datang lebih dulu dan menghancurkan harapan kecilnya untuk bisa berpamitan pada Daehyun.
"Jangan diterima."
Taehyung sekilas memandang Seokjin sebelum dengan berat hati menolak panggilan Daehyun. Kembali memandang ke luar jendela, Taehyung menempelkan keningnya pada kaca jendela. Tak ada harapan lagi yang tersisa dalam sorot matanya yang terlihat sayu.
Kedua mata itu lantas terpejam, membiarkan air mata meluncur melewati wajahnya. Batinnya kemudian berucap, "maafkan aku, Hyeong. Aku akan pergi sekarang."
Suara Seokjin kemudian terdengar. "Sesampainya di sana, Hyeong akan mencarikan sekolah yang bagus untukmu."
Taehyung mencoba untuk tidak peduli. Memilih diam di saat ia tahu bahwa ia hanya akan marah ketika menyahuti apa yang diucapkan oleh Seokjin. Bahkan dia tidak berpikir bahwa dia bisa bersekolah di negara asing yang akan menjadi tempat tujuan mereka saat ini. Yang jelas, kali ini Taehyung benar-benar kecewa pada Seokjin. Dan untuk kali pertama, Seokjin benar-benar telah melukai Taehyung. Adik kecil yang selama ini ia jaga dengan sepenuh hati.
Sekilas memandang Taehyung, helaan napas berat Seokjin terdengar samar. Membawa pandangannya untuk kembali fokus pada jalanan di hadapannya dan memilih untuk diam.
GOODBYE DAYS
Hoseok memasuki gerbang sekolah, dan langkah itu lantas terhenti di tengah halaman ketika pandangannya menemukan Daehyun yang berdiri beberapa langkah di hadapannya. Dan hati Hoseok bertambah semakin resah ketika Daehyun datang menghampirinya.
"Kau Baru sampai?" tegur Daehyun disertai usakan ringan pada bagian belakang kepala Hoseok.
Daehyun memandang sekitar, membuat Hoseok mengerti apa yang tengah ia cari. Dan setelah tak menemukan yang ia maksud, Daehyun kembali memandang Hoseok.
"Kau datang sendirian?"
Hoseok mengangguk.
Dengan hati-hati Daehyun kembali bertanya, "Taehyung ... di mana dia sekarang?"
Dan dengan ragu Hoseok menyahut, "dia ... tidak akan datang kemari."
"Kenapa?"
"Pagi ini Seokjin Hyeong membawanya pergi ke London."
Daehyun sangat terkejut, dan hal itu membuatnya kehilangan kata-kata untuk beberapa detik hingga suara Hoseok yang kemudian membawanya kembali pada kenyataannya.
"Jika Hyeong ingin pergi sekarang, mungkin masih belum terlambat."
"Jam berapa pesawatnya berangkat?"
"Pukul sepuluh pagi ini."
Tanpa mengucapkan apapun Daehyun segera meninggalkan Hoseok. Berlari ke mobilnya dan bergegas meninggalkan sekolah. Sedangkan Hoseok yang masih berdiri di tempat sebelumnya hanya bisa menatap prihatin sebelum kembali mengambil langkah untuk memasuki bangunan besar di hadapannya.
Sementara Daehyun mengemudi dengan panik dan menghubungi Youngjae. Namun sepertinya Youngjae tengah sibuk karena percobaan pertamanya gagal.
"Apa yang sedang kau lakukan? Cepat jawab panggilanku!" bentak Daehyun tanpa sadar karena kepanikan yang saat ini ia alami. Dan ia kembali mencoba menghubungi Youngjae.
Selama menunggu panggilan terjawab, mulut Daehyun terus bergumam. "Jangan pergi. Kau tidak bisa melakukan hal ini Kim Seokjin. Kau harus mengembalikan adikku ... aku tidak akan pernah memaafkanmu jika kau melakukan ini. Jangan pergi, aku mohon jangan pergi."
Panggilan pada Youngjae lantas tersambung. Dan suara Youngjae langsung terdengar. "Daehyun, ada apa?"
"Lakukan sesuatu, jangan biarkan dia pergi. Cepat lakukan sesuatu!" Daehyun membentak pada kalimat terakhir dan berhasil mengejutkan Youngjae.
"Tenangkan dirimu, apa yang terjadi? Kau ada di mana?"
Daehyun mencoba mengendalikan perasaannya yang tak karuan dan berbicara dengan lebih tenang.
"Kim Seokjin, pagi ini dia akan membawa Taehyung ke London. Lakukan sesuatu, aku tidak bisa membiarkan orang itu membawa Taehyung."
"Jam berapa pesawatnya berangkat?"
"Pukul sepuluh."
"Kau menuju bandara? Pelankan laju mobilmu," suara Youngjae terdengar khawatir seakan mengerti apa yang saat ini terjadi pada Daehyun.
"Tahan dia sampai aku tiba di bandara," Daehyun menutup sambungan secara sepihak dan menaikkan kecepatan guna menyusul Seokjin.
Sedangkan di sisi lain, Youngjae yang saat itu berada di perusahaan lantas bergegas meninggalkan perusahaan. Berjalan dengan langkah yang terburu-buru menuju mobil yang telah disiapkan di depan gedung, Youngjae tampak menghubungi seseorang.
"Jaksa Park, aku membutuhkan bantuanmu."
Youngjae membuka pintu mobilnya dan menunda untuk masuk setelah mendengar orang di seberang menyahut.
"Bantuan apa lagi? Surat dari pengadilan sudah diturunkan, sebentar lagi keluarga tergugat akan menerimanya."
"Kim Seokjin, buatkan surat larangan bepergian ke luar negeri untuk orang itu."
"Ya! Kau sudah gila?" sahut orang di seberang dengan nada bicara yang kesal. "Kau kira aku bekerja untukmu?"
"Aku tidak peduli pada siapa kau bekerja, aku tidak akan membiarkan lawanku melarikan diri ... buatkan secepatnya atau aku akan menghancurkan karirmu."
"Ya! Pengacara Yoo, kenapa kau menjadi seperti ini? Kau mendapatkan masalah yang serius? Kenapa kau mempersulit hidupku?"
Youngjae menghela napas berat dan segera masuk ke mobil. Dengan nada mengancam namun terucap tanpa minat, ia kembali bersuara, "satu lembar kertas, atau karirmu. Kau yang putuskan ... Kim Seokjin akan meninggalkan Korea pukul sepuluh pagi ini, pastikan kau mengatasi semuanya."
Youngjae memutuskan sambungan dan segera menghidupkan mesin mobilnya.
"Sinting, kau pikir bisa menang melawanku?" gerutu Youngjae, terdengar sangat kesal sebelum mengemudikan mobilnya meninggalkan area kantor.
GOODBYE DAYS
Pukul sepuluh kurang lima belas menit Seokjin dan Taehyung segera menuju tempat pemeriksaan. Berada di barisan belakang, Taehyung beberapa kali sempat menoleh ke belakang seakan tak rela jika harus meninggalkan Korea. Namun ia juga tidak memiliki pilihan lain ketika Kim Seokjin yang ia kenal telah benar-benar menjadi sosok yang kejam.
Menunggu antrian yang cukup panjang, Taehyung berharap bahwa Seokjin akan membatalkan niatnya. Namun nyatanya hal itu tidak pernah terjadi. Perlahan antrian panjang itu terkikis dan tibalah giliran keduanya.
Seokjin mendapatkan giliran lebih dulu dan saat itu sebuah pesan masuk ke ponsel Taehyung. Diam-diam Taehyung mengambil ponselnya dan sedikit terkejut ketika melihat pesan dari Daehyun. Pemuda itu lantas membuka pesan tersebut.
"Jangan pergi, Hyeong mohon tetaplah di sini. Jangan tinggalkan Hyeong, Hyeong akan segera sampai di tempatmu."
Taehyung segera memandang ke arah pintu masuk dengan kegelisahan yang semakin menjadi. Sedangkan masalah besar kini di hadapi oleh Seokjin setelah petugas bandara memeriksa paspor miliknya.
"Maaf Tuan, kau mendapatkan larangan bepergian ke luar negeri."
Seokjin sontak terkejut. "Apa? Tidak mungkin, bagaimana bisa? Pasti ada kesalahan?"
"Kau bisa mengurusnya dengan pihak berwenang."
Petugas bandara itu mengembalikan paspor milik Seokjin dan memanggil petugas keamanan bandara menggunakan bahasa isyarat. Dan tentu saja hal itu membuat sedikit kepanikan terlihat di wajah Seokjin.
"Tunggu sebentar, ada kesalahpahaman di sini."
"Ada apa?" tegur si petugas keamanan ketika menjangkau tempat mereka.
"Tuan Kim Seokjin mendapatkan larangan bepergian ke luar negeri."
Si petugas mengalihkan pandangannya pada Seokjin yang masih tampak kebingungan.
"Mari, lewat sini, Tuan."
"Tidak, ini pasti hanya salah paham. Aku tidak melakukan tindak kriminal, pasti ada kesalahan di sini."
"Kau bisa menjelaskannya nanti, sekarang mari ikut denganku."
Seokjin menekan keningnya menggunakan telapak tangan, mencoba mencari solusi agar ia bisa mengatasi masalah yang saat ini ia hadapi. Namun saat itu tanpa sepengetahuannya, Taehyung perlahan berjalan menjauh.
"Tunggu sebentar," dengan wajah yang mengernyit, Seokjin mengarahkan pandangannya ke tempat Taehyung berdiri sebelumnya. Namun ia segera terkejut ketika tak mendapati Taehyung berada di sana.
Seokjin langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan wajah yang panik dan berhasil menemukan sosok Taehyung yang berjalan menuju pintu keluar.
Dengan kemarahan yang tertahan, Seokjin berujar cukup lantang, "Kim Taehyung, kembali sekarang juga!"
Langkah Taehyung terhenti. Berbalik, namun hanya untuk sesaat karena setelahnya pemuda itu justru melarikan diri. Membuat kemarahan Seokjin semakin besar.
Tak lagi peduli terhadap apapun, Seokjin lantas berlari mengejar Taehyung. Dan si petugas keamanan itupun mengejarnya.
"Kim Taehyung berhenti sekarang juga. Jangan membuat kakakmu marah," gertak Seokjin, tak peduli jika hal itu menarik perhatian orang di sekitarnya.
Berlari cukup jauh, Taehyung melihat pintu yang ia lewati saat masuk tadi. Dan saat itu Daehyun juga baru sampai di bandara dan bergegas menuju pintu masuk. Namun niatnya terhalang oleh mobil dan bus yang tak henti-hentinya lewat ketika ia berada di seberang jalan.
Saat itu Taehyung keluar dan tampak bingung harus pergi ke arah mana. Hingga pada akhirnya Daehyun menangkap sosoknya yang tengah kebingungan.
Daehyun lantas menegur dengan suara yang cukup lantang, "Kim Taehyung ..."
"Kim Taehyung ..." suara kedua yang penuh kemarahan itu menyusul dari arah belakang.
"Ssaem," batin Taehyung yang kemudian bergegas ke tempat Daehyun.
"Jangan kemari, tetap di sana," ujar Daehyun memperingatkan, namun sepertinya Taehyung tak mendengarnya.
"Ssaem, aku tidak ingin pergi. Aku tidak mau," batin Taehyung di sela langkahnya.
"Taehyung, berhenti di tempatmu!"
Taehyung langsung menoleh begitu mendengar suara Seokjin yang begitu dekat. Seperti ketakutan, Taehyung lantas berlari untuk menghindari Seokjin sembari menangis tanpa suara. Menjadikan Daehyun sebagai tempat tujuan, Taehyung sama sekali tak peduli dengan keadaan di sekitarnya.
"Jangan kemari! Berhenti di sana!" teriak Daehyun yang sama sekali tak bisa menyentuh pendengaran Taehyung.
"Taehyung, berhenti di sana!" begitupun dengan suara Seokjin.
Satu langkah Taehyung menapak pada aspal, dia merasa semakin dekat dengan tempat Daehyun. Dua langkah ia ambil, ia melihat bahwa Daehyun berlari ke arahnya. Tiga langkah ia ambil, semua berjalan dengan sangat cepat. Sebuah rengkuhan ia dapatkan, namun dalam satu detik semua menghilang oleh kegelapan yang memberikan warna merah pada apapun yang ia lihat.
Brakk!
Benturan keras itu membuat beberapa orang memekik dan sebuah taksi berhenti dengan paksa setelah tubuh dua orang terlempar tak terlalu jauh. Napas Seokjin memberat, suara yang harusnya mampu ia keluarkan justru tertahan di tenggorokan. Dan kakinya yang masih kuat untuk berlari tiba-tiba melemah.
Pelukan yang sempat Taehyung rasakan telah terlepas. Mata yang telah tertutup itu tak lagi mampu melihat sosok yang ia hampiri saat ini telah tergeletak dalam jarak satu meter dari tubuhnya.
"Tidak, tidak ..." gumam Seokjin yang dengan susah payah membawa kakinya yang gemetar untuk sampai di tempat Taehyung.
Tubuh itu lantas limbung. Segera di raihnya bagian belakang kepala yang telah berlumuran oleh darah. Sang kakak menangis. Bukan hanya satu, melainkan dua orang.
"Taehyung ... dengarkan Hyeong, buka matamu. Hyeong mohon buka matamu ... siapapun, siapapun tolong panggilkan ambulan. Adikku terluka, tolong panggilkan ambulan!" Seokjin membentak pada kalimat terakhir, namun juga menangis dalam waktu bersamaan.
Sedangkan tangan yang tergeletak lemah di aspal dan berlumuran darah itu bergerak dengan lemah, berusaha menggapai sesuatu yang tak akan mampu ia dapatkan. Pendengaran Daehyun terasa kacau ketika semua suara bercampur menjadi satu. Semua terasa tidak nyata. Namun rasa sakit di hatinya begitu nyata saat penglihatannya masih bisa menemukan sosok yang kini ditangisi oleh Seokjin dalam pelukan pria itu.
Sosok itulah yang hendak ia gapai menggunakan jemari lemahnya yang bahkan tak mampu melawan arus angin yang berhembus dengan tenang. Air mata yang bercampur dengan darah tak lagi bisa ia rasakan. Dan ketika seseorang membalik tubuhnya, saat itulah dunia Daehyun menggelap.
"Hyeong, sadarlah! Ya! Jung Daehyun!"
Daehyun mengenali suara itu, si Pengacara yang saat itu datang untuknya. Namun hal itu tak berjalan lama ketika tak ada lagi rasa sakit yang bisa ia rasakan. Semua menghilang, begitupun dengan dirinya yang tenggelam dalam kegelapan yang semakin dalam.
Selesai ditulis : 14.11.2020
Dipublikasikan : 15.11.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro