Page 107
Taehyung dan Jimin saat ini duduk di kafetaria setelah mendapatkan jatah makan siang mereka. Keduanya duduk berhadapan, dan Taehyung langsung memakan makan siangnya tanpa mengucapkan apapun. Masih terlihat lesu seperti biasa.
Jimin diam-diam memperhatikan rekannya itu sebelum memberanikan diri untuk memulai pembicaraan. "Taehyung."
Taehyung sekilas mengangkat pandangannya tanpa mengucapkan apapun dan kembali melanjutkan acara makannya.
"Ya! Aku berbicara denganmu," tegur Jimin kembali.
Taehyung menyahut tanpa minat, "jika ingin bicara, bicara saja. Pendengaranku masih cukup baik."
"Aish ... kau ini." Jimin kemudian merapatkan tubuhnya ke meja dan berbicara dengan suara yang sengaja dipelankan, "yang tadi itu, bukankah dia si murid baru?"
Taehyung memandang Jimin. "Yang mana?" tak terlihat peduli meski ia tahu siapa yang dimaksud oleh Jimin.
"Yang tadi ... yang dipeluk Jung Ssaem di depan kelas. Ada hubungan apa dia dengan Jung Ssaem? Apakah mereka saling mengenal?" ucap Jimin dengan penuh pertimbangan.
Tangan kiri Taehyung meraih sendok bersih yang belum ia pakai dan menggunakannya untuk memukul kepala Jimin.
"Akh!" pekik Jimin, tertahan. "Ya! Kenapa kau malah memukulku?"
"Berhenti mengurusi kehidupan orang lain. Mereka saling mengenal atau tidak, itu bukan urusanmu."
"Eih ... aku, kan hanya penasaran. Wajar saja karena aku belum banyak tahu tentang anak itu. Bagaimana menurutmu? Apa dia tetangga yang baik? Bagaimana dengan keluarganya?"
Sempat terdiam, Taehyung lantas memalingkan wajahnya sembari tersenyum tak percaya dan membuat Jimin menatap heran.
"Kenapa? Kenapa? Kenapa kau tersenyum seperti itu?"
Taehyung kembali memandang Jimin, lalu berucap, "habiskan makananmu, dan jangan bicara."
"Kenapa?"
Taehyung menghela napas panjang. "Jika kau berbicara terus, kapan kita akan selesai makan?"
Jimin memberikan tatapan sinis, lalu mencibir, "jangan bertingkah seakan-akan kau lebih tua dariku. Bagaimanapun juga, kau tetaplah adikku."
"Kita lahir di tahun yang sama, jangan mengatakan hal sekonyol itu."
"Tetap saja aku lahir dua bulan sebelum dirimu. Harusnya kau memanggilku dengan sebutan 'kakak'."
"Ye ... Jimin Hyeongnim, tutup mulutmu dan segera habiskan makananmu," ucap Taehyung dengan nada yang dibuat-buat. Sebenarnya, dia tengah mencari ketenangan untuk dirinya sendiri.
Sedangkan Jimin tersenyum tak percaya dan tetap berbicara sembari menghabiskan makanannya. Tapi setidaknya pemuda itu bisa memberikan sedikit penghiburan meski itu ia lakukan secara tidak sadar. Karena jika seandainya Jimin tahu apa yang saat ini terjadi di keluarga Taehyung, mungkin pemuda itu tidak akan mampu menghibur Taehyung seperti sekarang.
°°°°
Daehyun dan Hoseok saat ini duduk berdampingan di dalam unit kesehatan. Membawa suasana yang lebih tenang untuk kembali saling berbicara. Daehyun merapikan rambut Hoseok yang sedikit berantakan dan memulai pembicaraan di antara keduanya.
"Bagaimana kabarmu?"
Hoseok menyahuti dengan sebuah anggukan ringan, masih merasa enggan untuk memandang Daehyun.
Daehyun kembali berbicara, "kau makan dengan baik? Berat badanmu sepertinya naik."
Hoseok lantas menjawab menggunakan perkataan, "Taehyung selalu memaksaku untuk makan, itulah sebabnya berat badanku naik," sebuah fakta kecil terungkap.
Memang benar jika Taehyung selalu memaksa Hoseok untuk makan, di saat dirinya sendiri bermalas-malasan jika dalam urusan makan.
Daehyun tersenyum lebar sembari memberikan usapan lembut pada bagian belakang kepala Hoseok. Hoseok tidak pernah berpikir bahwa dia masih bisa berbicara dalam suasana seperti itu dengan Daehyun. Hoseok berpikir bahwa Daehyun benar-benar telah membuangnya. Namun hari itu Hoseok tahu, bahwa Daehyun yang ia kenal sama sekali tidak berubah. Masih sehangat sebelumnya.
"Bagaimana kehidupanmu di sana? Apa mereka memperlakukanmu dengan baik?"
Hoseok mengangguk, memberanikan diri untuk memandang Daehyun. "Mereka semua memperlakukanku dengan baik, Hyeong tidak perlu khawatir. Aku hidup dengan baik ... Taehyung juga sudah menjadi teman yang baik untukku."
Daehyun kembali tersenyum, namun hanya kesedihan yang terlihat dalam sorot matanya yang tampak keruh. "Syukurlah," Daehyun beralih meraih tangan Hoseok dan menggenggamnya. "Tetaplah seperti itu ... hiduplah dengan baik, makan dengan baik, tidur dengan baik. Kau harus bahagia setiap waktu. Kita ... masih bisa bertemu kapanpun kau mau."
"Aku dengar dari Taehyung jika punggung Hyeong terluka."
"Tidak apa-apa, Hyeong baik-baik saja sekarang ... sejak kapan kau bersekolah di sini?"
"Hari ini."
"Hari ini?"
Hoseok mengangguk. "Seokjin Hyeong ingin aku pindah kemari."
Daehyun merasa heran, seharusnya Seokjin tidak mengizinkan anak-anak bertemu dengannya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Di saat Daehyun tengah berpikir, saat itu Hoseok tengah memberanikan diri untuk mengucapkan sesuatu yang mungkin akan melukainya atau mungkin justru membuatnya merasa tenang.
"Hyeong," tegur Hoseok terdengar penuh keraguan, membawa kembali pandangan Daehyun jatuh padanya.
"Ada apa? Apakah ada hal yang ingin kau tanyakan?"
Hoseok mengangguk.
"Kalau begitu katakan."
Keraguan itu semakin besar, namun Hoseok harus mendapatkan kepastian saat itu juga. Memberanikan diri, Hoseok kemudian bertanya, "apa ... Hyeong akan membawa Taehyung pergi?"
Daehyun tak langsung menjawab. Pandangan itu justru terjatuh, merasa sangat ragu untuk memberikan jawaban yang mungkin akan melukai hati Hoseok.
Hoseok kemudian berujar dan membawa kembali pandangan Daehyun padanya, "bukankah itu memang sudah seharusnya? Daehyun Hyeong sudah mengembalikan aku pada Seokjin Hyeong ... bukankah sudah seharusnya Seokjin Hyeong mengembalikan Taehyung pada Daehyun Hyeong?"
Daehyun tak memberikan respon, sejenak berdiam diri dan memainkan perannya sebagai seorang pendengar.
"Aku pikir itu sudah sangat adil. Aku pergi bersama Seokjin Hyeong, dan Taehyung pergi bersama Daehyun Hyeong."
Daehyun tersenyum lembut dan perasaan bersalah itu semakin besar ketika ia mendengar perkataan Hoseok.
"Maafkan kami, kalian pasti menghadapi waktu yang sulit karena kami ... Hyeong berjanji akan segera menyelesaikan masalah ini dan kita bisa hidup dengan damai setelahnya."
"Dan juga ... jangan terluka lagi. Jangan biarkan Seokjin Hyeong memukul Hyeong lagi ... bawalah Taehyung bersama dengan Hyeong dan hidup dengan baik. Aku ... aku juga akan baik-baik saja."
Daehyun tersenyum miris, memandang prihatin pada Hoseok. Daehyun kemudian memeluk Hoseok, menyampaikan perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan dengan lisan.
"Terima kasih ... terima kasih ... terima kasih," hanya kata berulang yang mampu terucap oleh Daehyun.
Hari itu, untuk kali pertama Hoseok merasa sedikit bebannya telah terangkat. Meski hingga saat ini masih terlalu sulit untuk menerima kenyataan, namun Hoseok merasa sedikit lega ketika ia telah melakukan hal yang benar menurutnya. Hoseok senang karena dia bisa menjadi sekeren Taehyung, namun juga sedih karena mungkin itu akan menjadi pelukan Daehyun yang terakhir untuknya.
Selesai ditulis : 26.09.2020
Dipublikasikan : 28.09.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro