Page 106
"Silahkan duduk," ucap Seokjin, mempersilahkan tamunya untuk duduk namun dengan pengucapan yang tak tulus.
Setelah keributan di lantai dasar, pada akhirnya Seokjin sendirilah yang harus turun tangan untuk menghadapi sikap kasar si pengacara. Dan di sinilah keduanya berada saat ini, di ruang kerja Seokjin.
Menolak tawaran Seokjin sebelumnya, Youngjae segera menaruh sebuah berkas di hadapan Seokjin dengan cukup kasar. Sedangkan Seokjin yang sudah duduk di balik meja, hanya sekilas memandang berkas tersebut dan memberikan tatapan menuntut pada Youngjae.
"Apa ini?"
"Jika kau tidak ingin mempersulit keadaan, tandatangani berkas itu," sahut Youngjae, tak kalah dingin dari nada bicara Seokjin.
Seokjin kemudian mengambil berkas tersebut. Dan ketika ia membukanya, Seokjin tahu bahwa itu adalah surat perdamaian. Sebuah perjanjian yang akan membuatnya menyerahkan Taehyung pada keluarga Daehyun tanpa syarat. Sudut bibir Seokjin terangkat sebelum kembali menutup berkas itu dan berdiri.
Garis senyum di wajah Seokjin menghilang, seiring dengan tangannya yang menaruh berkas di tangannya ke atas meja dengan cukup kasar. Membawa tatapan keduanya saling beradu.
"Ambil ini dan tinggalkan tempat ini," ucap Seokjin seakan menantang si pengacara untuk melakukan hal yang lebih dari ini.
"Ini peringatan terakhir untukmu. Aku tidak akan berbaik hati setelah ini."
Seokjin tersenyum remeh. "Tidakkah kau berpikir bahwa kau adalah orang yang tidak memiliki pendirian, Tuan Yoo Youngjae? Kemarin-kemarin kau bersikeras memperjuangkan Hoseok, tapi lihat apa yang kau lakukan sekarang ... kau datang padaku, membuat keributan di kantorku dan mengancamku ... semua itu kau lakukan untuk Taehyung, bukan untuk Hoseok."
Tak ingin terpovrokasi, Youngjae menyahut tanpa adanya perubahan pada gaya bicaranya, "kita akhiri saja dengan cepat. Aku datang kemari sebagai kuasa hukum dari keluarga Jung ... tuan Jung Daehyun sudah mengembalikan Jung Hoseok pada keluarga Kim, dan sekarang giliran kalian mengembalikan Kim Taehyung pada keluarga Jung. Dengan begitu masalah ini akan berhenti sampai di sini."
"Jangan bermimpi, pagi-pagi kau sudah bermimpi," ucap Seokjin tanpa minat.
Seokjin kemudian mengambil berkas yang sebelumnya diberikan oleh Youngjae. Mengangkatnya ke hadapan Youngjae sebelum merobeknya dan menaruhnya lagi di meja dengan kasar.
"Jangan pernah menampakkan wajah kalian di hadapanku lagi."
Youngjae tersenyum tak percaya, namun segera menyentuh bibirnya ketika sudut bibirnya yang terluka terasa sakit saat ia tersenyum. Membawa kembali pandangannya pada Seokjin dengan garis senyum yang masih tertahan di wajahnya, Youngjae berhasil membuat Seokjin merasakan kekhawatiran.
Youngjae kemudian berucap dengan penuh percaya diri, "itu pilihanmu. Sampai jumpa di pengadilan, kupastikan besok siang kau akan menerima surat panggilan dari pengadilan ... semoga kau memiliki hari yang menyenangkan, Tuan Kim Seokjin."
Membawa kemarahan yang tertahan, Youngjae meninggalkan ruang kerja Seokjin. Dan tepat saat Youngjae menutup pintu dari luar, saat itu Seokjin mengamuk. Menjatuhkan semua barang di atas mejanya dengan teriakan frustasi.
Seokjin menyunggingkan senyumnya. Berbicara di antara kemarahan yang tertahan, "jangan kau pikir kau bisa mendapatkan semuanya," mengarahkan tatapan tajamnya pada pintu.
Di sisi lain, Youngjae yang sudah berada di dalam lift terlihat tengah menghubungi seseorang. Sembari menunggu seseorang di seberang menerima panggilannya, Youngjae beberapa kali sempat menyentuh wajahnya yang terlihat sedikit membiru.
"Kalian semua sudah bosan hidup. Tunggu saja pembalasanku," gumam Youngjae. Dan saat itu telepon tersambung.
Youngjae segera menyahut, "Jaksa Park. Tentang gugatan yang kuajukan semalam, bisakah kau mengirimnya ke pengadilan hari ini?"
Youngjae terdiam sejenak untuk mendengar jawaban dari seberang. Dan setelahnya dia menyahut, "karena masalah ini hanyalah masalah sepele, oleh sebab itu aku ingin semuanya berjalan dengan cepat ... jika perlu, besok pengadilan sudah harus menurunkan surat pemanggilan."
Youngjae kembali terdiam sesaat dan menyahut dengan nada bicara yang sedikit meninggi sembari melangkahkan kakinya keluar dari lift, "aku tahu! Kau tidak perlu mengguruiku ... jika ini masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan, aku tidak akan melibatkan pengadilan ... urus saja sesuai prosedur, aku akan kirimkan rekaman CCTV rumah sakitnya nanti siang ... jangan membuat kesalahan dan lakukan dengan cepat."
Youngjae memutuskan sambungan sembari menggerutu, "dia tidak perlu melakukan apapun. Apa susahnya hanya menurunkan surat?"
"Direktur Yoo?"
Langkah Youngjae terhenti ketika Taewoo datang dari arah berlawanan. Keduanya lantas berdiri berhadapan.
Taewoo kembali menegur, "apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku sudah membicarakannya dengan putra Presdir, aku tidak akan mengulanginya lagi. Sampai jumpa."
Youngjae pergi begitu saja dan menimbulkan tanda tanya yang besar di wajah Taewoo, terlebih saat mendapati wajah Youngjae yang seperti baru saja dipukuli. Merasa ada hal buruk yang baru saja terjadi, Taewoo bergegas menemui Seokjin.
Membuka pintu ruang kerja Seokjin, Taewoo dikejutkan oleh penampakan ruangan itu yang tampak berantakan. Menghampiri sang putra yang saat itu duduk di balik meja dengan langkah yang terburu-buru dan tatapan menuntut, Taewoo lantas menghentikan langkahnya di samping meja Seokjin. Sedangkan Seokjin tampak tak peduli dengan kehadiran sang ayah.
"Seokjin, apa yang baru saja terjadi? Kenapa Youngjae kemari? Apa yang kau lakukan padanya?"
Seokjin tampak menghela napasnya sebelum mengarahkan pandangannya pada sang ayah. "Putuskan kontrak kerjasama dengan perusahaan mereka."
Taewoo terkejut, "apa yang sedang kau bicarakan?"
"Bukankah sudah jelas? Putuskan kontrak kerjasama dengan perusahaan Jung Daehyun."
"Kau jangan bertindak gegabah, kita harus membayar denda yang tidak sedikit jika mengakhiri kontrak secara sepihak," Taewoo tak setuju dengan pemikiran Seokjin, meski ia tidak tahu apa yang baru saja terjadi antara Seokjin dan Youngjae.
Seokjin menyahut dengan nada bicara yang sedikit meninggi, "aku tidak peduli! Berapapun itu kita akan membayarnya. Sekarang juga putuskan kerjasama dengan mereka."
"Kau jangan gila."
"Ayah!" Seokjin tiba-tiba membentak dan berdiri. Berhadapan dengan sang ayah dengan tatapan marah. "Dengarkan aku kali ini saja. Kita sudah merawat Taehyung sejak bayi, apa Ayah akan membiarkan orang-orang itu mengambil anak itu dari kita begitu saja?"
"Kita bisa merawatnya bersama."
"Tidak bisa!" suara Seokjin kembali meninggi. "Aku tidak bisa mempercayakan Taehyung pada orang-orang seperti mereka. Apapun yang terjadi, Taehyung akan tetap menjadi adikku. Dia akan tetap tinggal bersama kita ... sekarang juga, putuskan kontrak kerjasama dengan mereka."
"Seokjin ... bukan seperti itu caranya berbisnis."
"Persetan dengan bisnis. Aku akan melakukannya sendiri," Seokjin meninggalkan sang ayah.
"Seokjin, dengarkan ayah dulu ... Kim Seokjin."
Seokjin tak peduli dan pintu yang terbanting dari luar berhasil menambah kekhawatiran di wajah Taewoo.
°°°°
Jam istirahat tiba, para pelajar Jusang Highschool mulai meninggalkan kelas masing-masing. Beberapa murid tampak terkejut ketika melihat Daehyun berdiri di luar pintu kelas yang ditempati oleh Taehyung, dan mereka semua berlalu setelah memberikan salam pada Daehyun.
Jimin yang saat itu sudah beranjak dari tempat duduk tak sengaja melihat Daehyun. Jimin kemudian menyentuh bahu Taehyung untuk menarik perhatian pemuda itu.
"Ada apa?" tanya Taehyung.
"Jung Ssaem melihat ke sini," gumam Jimin dengan gerak-gerik yang mencurigakan.
Taehyung melihat ke arah pintu, dan di sanalah ia menemukan Daehyun yang telah menunggunya. Pandangan Taehyung segera terjatuh, kembali membereskan mejanya dengan gerakan yang melambat ketika terdapat pertentangan di dalam batinnya. Haruskah ia menemui Daehyun sekarang, atau justru menghindar.
Jimin kemudian menegur, "mungkin dia ingin bertemu denganmu, bukankah kau selalu menanyakannya? Kau tidak ingin menemui Jung Ssaem?"
"Sebentar, aku masih harus membereskan ini dulu," jawab Taehyung, terdengar gugup.
Sementara Daehyun yang dengan sabar menunggu Taehyung keluar dari kelas, justru mendapati sesuatu yang benar-benar tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Dari kelas sebelah, Daehyun melihat Hoseok keluar. Dan Hoseok yang menyadari keberadaan Daehyun lantas menghentikan langkahnya, mempertemukan tatapan terlukanya pada dengan pria yang tak lagi menyandang status sebagai kakaknya.
Sejenak melupakan tujuan awalnya, Daehyun berjalan mendekati Hoseok. Dan Jimin yang melihat hal itu lantas bergumam, "kenapa Jung Ssaem pergi?"
Taehyung memandang ke arah Daehyun. Terdapat sedikit perasaan kecewa dalam sorot matanya ketika melihat Daehyun telah pergi, dan saat itu helaan napas beratnya berhasil menarik perhatian Jimin.
Jimin menegur, "kenapa? Kenapa bernapas seperti itu?"
"Karena aku masih hidup," jawab Taehyung tanpa minat dan beranjak dari tempat duduknya.
Di luar kelas sendiri, Daehyun yang telah menjangkau tempat Hoseok lantas segera memeluk Hoseok. Membuat semua pelajar yang melihat hal itu tampak terkejut.
"Maaf ..." satu kata yang berhasil menghancurkan pertahanan Hoseok.
Hati pemuda itu kembali sakit, dan sekali lagi dia menangis tanpa suara. Membalas pelukan yang masih sehangat dulu tanpa peduli bahwa dia akan terlihat aneh di hadapan murid-murid lainnya yang mulai saling berbisik sebelum pergi dari sana.
Taehyung yang saat itu baru saja keluar dari kelas lantas menghentikan langkahnya ketika melihat Daehyun dan juga Hoseok.
Jimin yang berjalan di belakang Taehyung menegur sembari beralih ke samping pemuda itu, "kenapa berhenti?"
Taehyung tak memberi jawaban, dan karena itu Jimin mengikuti arah pandang Taehyung. Sama seperti reaksi yang ditunjukkan oleh para murid lainnya, Jimin tampak terkejut sekaligus heran dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Jimin bergumam, "apa-apaan ini? Siapa yang dipeluk oleh Jung Ssaem? Ada apa dengan anak itu?"
"Jangan ikut campur urusan orang lain," sahut Taehyung yang kemudian melangkahkan kakinya ke arah Daehyun dan Hoseok.
"Eih ... aku, kan hanya bertanya," balas Jimin yang kemudian menyusul Taehyung.
Melewati tempat Daehyun dan Hoseok, pandangan Taehyung sempat bertemu dengan tatapan sayu milik Daehyun. Baik Taehyung maupun Daehyun, keduanya bertindak seperti orang asing ketika keduanya tak memiliki kesempatan untuk saling bertegur sapa.
Taehyung melewati keduanya begitu saja, namun ketika hendak menuruni anak tangga, langkah itu terhenti. Tangannya terangkat untuk memberikan beberapa kali tepukan pelan pada dadanya yang terasa sesak.
Jimin yang sudah berdiri di sampingnya lantas menegur, "kenapa? Dadamu sakit?"
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Taehyung, menimbulkan tanda tanya pada wajah Jimin.
"Apa yang kau bicarakan?"
"Aku lapar," jawab Taehyung sekenanya dan kembali melangkahkan kakinya.
"Eih ... anak ini. Kenapa bertingkah aneh seperti ini?" keluh Jimin yang kemudian kembali menyusul Taehyung. "Ya! Kim Taehyung, tunggu aku ..."
Selesai ditulis : 26.09.2020
Dipublikasikan : 28.09.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro