Without (48)
"Berada dalam luar batas dimana setiap harinya mencoba mengenali dan memahami, sebenarnya apa yang terjadi. Aku hanya ingin tahu tanpa harus berdebat dengan takdir."
(Author **** POV)
(Flashback **** POV)
Ketika masih bayi siapa yang menjaganya, saat kedua orang tuanya sibuk dan adik mengikuti lomba juara sepak bola tingkat kelas.
"Sehun apa kau suka pemandangan di sini sangat cantik." Hangat sekali dengan cahaya matahari mengenai wajahnya, ada senyum bahagia di sana ketika sang kakak sengaja melakukan aktifitas menjemur sang adik di bawah matahari pagi hangat.
"Hei bayinya lucu sekali apakah dia laki-laki?" Seorang pelajar tak sengaja melewati sang kakak dan dia menyentuh pipi gembul bayi itu dengan senyum manisnya. Terpukau dengan ketampanan bayi mungil itu hingga berani untuk mencubit sayang. "Iya dia adikku, dia memang tampan oh iya apakah kakak akan berangkat sekolah?" Suho sangat ramah dia tak pernah sekalipun menunjukkan wajah judesnya. Tak jarang para tetangga menganggap dia seperti seorang malaikat.
"Suho bagaimana kabarmu, apa kau sedang menemani adikmu berjemur?" Itu adalah nenek Choi, sedang menyiapkan dagangan buahnya. Senyuman manis di guratan keriput tuanya, menunjukkan bahwa dia adalah wanita ramah. "Aku baik saja bibi, senangnya bisa menikmati pagi bersama adikku."
"Biasanya kau mengajak Chanyeol dimana dia apakah dia sudah berangkat sekolah, oh iya ini kan Minggu." Ucapnya dengan mengingat hari apa ini, dia memasukkan satu kantung berisikan beberapa apel di dalamnya.
"Ah, iya... Chan punya lomba sepak bola hari ini. Karena eomma dan appa kerja jadi aku yang menjaga Sehun." Dia menunjukkan betapa bahagianya dia melakukan hal ini. Dalam gendongannya Sehun menggeliat lucu dan bibirnya bergerak manis. Membuat kedua pipi Suho merah karena menahan gemas. "Oh astaga Hunie kau membuat Hyung merasa paling beruntung sekarang."
Bangga sekali...
Bahkan dia tidak tahu bahwa ungkapannya terlalu berlebih menurut beberapa orang. "Dia memang sangat lucu dan sangat tampan, aku harap kalian tetap akur sampai dewasa."
Anggap saja ucapan adalah sebuah doa, sama halnya dengan dia yang berkata baik agar Tuhan selalu mengabulkan nya. "Terima kasih untuk doanya nenek, aku juga kedua adikku pasti akan selalu akur."
"Nah ini hadiah untukmu makan di jalan atau saat kau istirahat, kebetulan nenek beli rasa madu di pengepul." Memberikan secara cuma-cuma, warna merah cantik dan menggoda. Apel yang manis dan wangi dari baunya. "Eh apakah ini tidak merepotkan, aku rasa nenek harus menjual buah ini bagaimana kalau nenek rugi?" Suho merasa tidak enak hati hingga dia mencoba untuk memberikannya lagi apel itu.
Tapi sang nenek menolak dan mengatakan bahwa dia ikhlas memberi.
"Tidak ada yang rugi karena aku berbagi, sebaiknya kau makan saja karena buah punya banyak khasiat."
Kagum dia ingin seperti nenek di depannya yang murah hati. Ucapan adalah doa, oke mulai sekarang Suho akan mengatakan hal baik agar akan selalu ada kebaikan dalam hidupnya. Dia sangat bersyukur pada Tuhan karena mempunyai dua orang tua utuh dan sayang padanya. Sehun kecil pasti bahagia jika punya kakak baik sepertinya juga Chanyeol.
Dalam perjalanannya sesekali Suho mencium kedua pipi sang adik dan menempelkan kulit nya dengan halus itu. "Aigu aku sangat sayang padamu Sehun. Kau adik kesayanganku..." Peluk dengan hangat dan adik kecil menggeliat lucu.
Banyak tetangga kagum dengan perasaan Suho yang mengatakan bagaimana manisnya sang adik. Pamer karena dia bangga menjadi kakak dari dua adik membuat dia tidak sombong, bahkan dia menunjukkan estetik keindahan alam di depan bayi dalam gendongannya itu. Dia ingin mengajarkan pada Sehun apa itu rasa bersyukur walaupun dia tidak akan mengerti karena masih bayi.
Kini kedua kaki itu berdiri di bawah pohon yang sudah rontok daunnya. Siapa sangka kalau sekarang musim gugur, sangat cantik apalagi beberapa daun masih tersisa di sana. Bayangan di bawahnya bagaikan lukisan alam yang dibuat oleh matahari. Suho mengulas senyum disana dia menggambar wajah tersenyum bahagia dengan ranting di dekat kakinya.
"Aku sangat bahagia, aku ingin menjaga adikku. Semoga Tuhan mau mengabulkan keinginanku, aku sayang adikku Tuhan beri aku tugas untuk bisa menjadi kakak terbaik untuknya."
Dia meminta dalam rasa bahagia, entah besok akan nyata atau tidak tapi kenyataannya adalah semilir angin langsung datang dan menghapus jejak di atas tanah itu. Seketika gambarannya menghilang, membuat alis sang kakak terangkat. "Kenapa bisa hilang, ah mungkin angin."
Dia kembali menggambar lagi dan membuatnya menjadi lebih bagus dari sebelumnya. "Nah jadi, aku harap tidak hilang lagi ya." Menatap langit dan matahari tertutup oleh awan di sana. Hangat...
Tak ada dingin, hingga sebuah daun jatuh di atas kepalanya. Rambut hitamnya terbang karena angin, ketika semilir itu kuat tepat dia mengambil daun itu dari atas kepalanya. Debu dan daun seakan datang, sadar jika angin itu sedikit membahayakan membuat dia memeluk adiknya.
Tubuh mudanya berjongkok dan memunggungi memberikan perlindungan berupa benteng pertahanan yang kuat. Angin datang dengan cepat dari arah selatan, datang dengan membawa alam lainnya. Sampai akhirnya ketika bagian punggung penuh dengan daun dan debu itu hilang, akhirnya kedua mata terpejam itu membuka.
"Sehun kau tak apa, maafkan Hyung karena sudah membawamu ke sini." Sedikit sesal dengan mengusap pipi sang adik. Tak lama bayi mungil itu menangis dengan keras, dia seperti tahu kekhawatiran sang kakak. Tak sadar bahwa gambaran di samping kakinya telah hilang karena sudah tertutup butiran tanah kecil serta daun kering.
"Maafkan aku, aku menyayangi mu Sehun. Aku tidak ingin kau menangis, aku untuk mu adikku. Aku untukmu..." Ucapnya dengan air mata jatuh tanpa dia sadari, dengan menempelkan keningnya dengan kening si kecil yang tak berdaya. Dalam gendongan sang kakak dia sudah tenang dan Sehun merasa bahwa kakaknya memang menepati janji.
Menjaga....
Melindungi...
Seperti sebuah janji dalam doa.
Peluk dan cium itu asli, bukan sebuah kebohongan penuh kebencian ataupun hal sia-sia. Sehun adik tersayang dalam keluarga dia juga si kecil dalam harta paling berharga. Seperi sebuah bintang bersinar diantara bintang lainnya dalam keluarga.
Tapi terkadang apa yang menjadi keinginan belum pasti menjadi nyata. Semesta menyimpan segalanya juga mengatakan bahwa takdir bisa berubah. Seperti tertulis dan jawaban Tuhan dalam setiap doa hambanya.
Bahkan alam sudah menunjuk kuasa sesuai ijin darinya, Yang Maha Kuasa.
(Flashback **** OFF)
Rasanya tidak akan cukup untuk menggapai tubuh itu, bagaimana pun dia sangat sayang. Menangis adalah senjata yang bisa dia lakukan untuk membujuk ibunya. Tapi itu tidak cukup lantaran sang kakak telah memilih untuk pergi kesana, percuma saja tangan itu mencoba menggapai. Hal sia-sia yang cukup untuk membuat seluruh tubuh ambruk begitu saja.
"Sehun masuk ke dalam jangan di sini, aku-"
"Kenapa Suho Hyung di suruh pergi, padahal aku tidak apa-apa, aku tidak ingin kakak pergi hiksss..." Namja muda itu melepaskan paksa genggaman sang ibu. Untuk pertama kali dalam hidupnya dia merasa marah dalam kehidupannya yang teraniaya. Ibunya melihat sisi lain dimana anaknya putus asa sekaligus marah.
"Sehun nak kumohon jangan begini aku tidak ingin melakukannya tapi dia sudah menyakitimu nak. Dia sudah menamparmu." Ucapnya dengan meyakinkan, bahkan di remat kuat kedua tangannya hingga sang anak merasa bergetar di sana. Tapi anehnya Sehun langsung menggeleng dengan cepat dan menolak bahwa yang dikatakan oleh ibunya salah.
"Tidak, Hyung tidak hikkkss... Tidak melakukannya. Hunie tidak salah eomma, eomma... Bukan Suho Hyung pelakunya, bukan hikksss... Bukan.." gagasannya menjadi bolak-balik dengan ucapan Sehun dalam tangisnya. "Hei anakku dengarkan eomma, salah tetaplah salah jangan bela kakakmu. Dia sudah menyakitimu jadi biarkan eomma menghukumnya. Ini dilakukan supaya kakak mu sadar, aku tidak akan melakukan hal di luar batas kecuali dia keterlaluan sayang."
Tatapan sang ibu bersalah itu kentara, dia tanpa sengaja telah menyakiti dua anak kesayangannya. "Sehun dengarkan kata eomma dia juga tidak ingin melakukannya." Chanyeol menambahi ucapan sang ibu, dia mendekat ke arah adiknya. Tidak suka melihat kesayangannya sedih dan berjongkok seperti ini, seperti bukan Sehun yang ceria. Meski dia mendengar semua ucapan ibu dan kakaknya dia tidak bisa menjawab.
Hanya bisa bertekuk lutut di halaman dan terisak dengan perasaan campur aduk nya. Dia sudah tidak bisa melihat kakaknya lagi, hal yang dia harapkan adalah ketika dia bisa mengucapkan terima kasih untuk kakaknya. Lalu, tamparan merahnya dia abaikan begitu saja. Karena sudah tidak bisa membendung kesedihannya dia justru berdiri menepis tangan sang ibu. "Sehun, dengarkan eomma, Sehun-" mendadak ucapannya menggantung, suaranya tersangkut di tenggorokan hingga dia tidak bisa bersuara lagi.
Chanyeol mencoba masuk disana melalui pintu belakang rumah, dia tidak ingin merepotkan ayahnya untuk mencoba menaikan dia di sisi miring sana. "Eomma Appa aku akan menyusul Sehun, dia pasti akan tenang." Mungkin ini pertama kali dia melihat Sehun menjadi sedikit keras kepala. Ini bukan salah siapapun, hal seperti ini pun bisa terjadi pada siapapun.
Sang ibu merasa kedua lututnya lemas. Dengan tangis yang pecah untuk kesekian kalinya telapak tangan itu akhirnya berhasil berpijak pada bumi di bawah kakinya. Suami siaga langsung menahan tubuh itu agar tidak jatuh pada akhirnya. "Istriku kau tak apa?" Jika dia dianggap sebagai hal pasif itu salah kebanyakan pria memang tidak terlalu nampak untuk melakukan hal suatu apapun. Tapi sesekali dia melirik ke sana berharap jika anak pertamanya mau lagi kembali ke sini dan pulang.
Tatapan nyonya Park begitu kosong dengan begitu banyaknya air mata yang jatuh sudah.
Tes....
Tes....
Remuk dalam dadanya dan luka dalam perasaan dan pikirannya, semua mentalnya di berikan terpaan persoalan sulit. Dipaksa dengan tempa memberatkan, pada akhirnya dia hanya menggeleng dengan ucapan mengambang. Tak tahu dengan apa yang akan dia katakan selanjutnya. "Aku tidak tahu apa yang aku lakukan benar atau tidak. Aku bahkan tidak tahu apapun, apakah aku bisa itu pun aku tidak tahu."
Seolah bertanya dalam majemuk, tak ada yang bisa menjawab karena dia bertanya dalam bahasa acak. Apakah ini adalah kesalahan atau suatu kebenaran dia pilih?
Satu hal yang pasti....
Sehun tidak pernah sekalipun marah padanya dan dia akan menurut. Tapi kali ini anaknya enggan di peluk dan enggan untuk di beri pengertian. Sampai dia bisa melihat bagaimana Sehun akhirnya berlari masuk ke dalam rumah dengan pintu dibanting keras. Mereka paham bahwa Sehun kini sedang marah dan kesal.
"Aku hanya melihat jika Sehun jatuh dengan bekas di pipinya dan Suho di sana. Sehun ku yang malang huhuhu..." Menangis dengan terpuruk, dia sangat kacau bahkan belum sempat mandi. Pertahanan yang ambruk juga bagian di mana dia melihat bahwa keluarga kecilnya perlahan pecah.
Jika Chanyeol pergi akan jadi apa selanjutnya? Mendadak dia menjadi takut jika Tuhan melakukan kehendak-nya. Mendadak otaknya menjadi pusing dan pikirannya terguncang. Semua kacau dalam waktu singkat hanya mencengkram rumput di bawahnya, dia tidak ingin marah lagi.
Sementara di dalam sana Sehun menangis, selalu menenggelamkan wajahnya di balik bantal kesayangannya. Terdapat artefak air mata di atas sana seperti sebuah pulau yang dia buat tanpa sengaja. Dia sudah sangat lelah menangis hingga suaranya habis. Suara serak miliknya adalah bukti dimana dia melampiaskan kesedihan dalam isakan nya. Sadar atau tidak perlahan pintu di belakangnya terbuka.
"Ini kakak, boleh aku masuk?" Ketukan dengan wajah mengintip seseorang tanpa ada jawaban dan hanya anggukan Chanyeol memberanikan dirinya untuk masuk. Dia melihat beberapa bantal dan selimut jatuh di lantai. Hanya maklum menanggapi adiknya yang sedih, Chanyeol dia berusaha akan menjadi kakak terbaik untuk membuat adiknya kembali tersenyum senang.
Tangan pucat nya mengusap kepala sang adik penuh sayang, ini adalah salah satu cara agar Sehun benar-benar baik saja untuk saat ini. Dia juga tidak bisa mengatakannya, ketika Sehun membalikkan wajahnya dan melihat sang kakak ada disana. Dia menarik ingus dan mengusap kedua kelopak matanya pelan. Dalam tatapan sendunya sang adik memanggil kakaknya dan meminta dengan perlahan.
"Bisakah Suho Hyung pulang, dia tidak salah Chan hyung." Diangkat kedua tangan sang kakak dengan tatapan memelas meminta belas kasihan kakaknya. Chanyeol merentangkan tangannya dan memberikan Sehun kesempatan untuk memeluknya. "Kau mengatakan dengan yakin sekali, apakah kau benar begitu peduli pada Suho Hyung?" Chanyeol rasanya sangat berat mengatakannya tapi dia tidak boleh egois. Dirinya sudah sekarat berusaha untuk tidak membuat dosa lagi.
"Karena dia tidak bersalah, tadi Hyung datang dan menolongku. Aku dipukul oleh orang jahat Chan Hyung..." Makin lama ucapannya makin lemah dan kini sang kakak mengusap belakang tengkuk lehernya. Rasanya nyaman serta merasuk dengan jelas setiap jengkal perasa dalam saraf motoriknya. Berhasil karena namja muda itu tenggelam dalam sensasi rasa tenangnya.
"Kalau begitu aku akan percaya padamu, karena kau tidak pernah bohong Saeng." Perlahan bibir itu bergerak tapi wajahnya mengkerut saat pusing menyerang hingga nampak dengan jelas bahwa dia menahan sakit. Nafasnya terengah dengan usaha untuk menahan rintihan penyakit sialannya. Apakah dia sudah diawasi oleh malaikat kematian? Sementara tangannya bergetar di atas penyangga kursi rodanya.
Merasa bahwa kakaknya sesak nafas membuat sang adik mendongak, lantas kedua matanya membola ketika melihat darah keluar dari dua lubang hidung di sana. "Chanyeol Hyung hikkkss... Kau kenapa, kenapa ada darah hikksss... Kenapa bisa?" Langsung saja tangannya digunakan untuk mengusap darah di sana. Masih belepotan warna merah itu mencoreng kulit putihnya, sangat menakutkan bagi seorang Park Sehun. "Ak-aku tidak apa Sehun jangan khawatir aku baik, tidak apa..."
Bohong....
Chanyeol bohong soal itu, dia tidak mengatakan secara jujur bahwa dia kini menahan sakit tertusuk di otaknya. Rasanya sangat tertekan dengan rasa takut dalam benaknya, berkali-kali Chanyeol mengelak dan berkali-kali juga Sehun berusaha untuk menolongnya.
"Aku tidak mau Hyung berdarah hikkss... Aku ingin tolong Chanyeol Hyung aku ingin tolong Hyung hikksss..." Tangannya masih mengelap darah sang kakak menggunakan kain kecil dekat dengan bantalnya, dia menangis dan itu semakin buruk saja. Hidung memerah juga wajah yang tak lagi bahagia, perlahan namun pasti Sehun nampak hancur secara perlahan. Tak tahan lagi Chanyeol membuang semua pertahanan itu, dia langsung menangis dan menjatuhkan air matanya.
"Aku tidak tahan lagi hikkss... Jangan buat aku semakin berat Saeng. Aku juga menyayangimu lebih dari apapun hikkss, kumohon jangan menangis... Hikksss jangan menangis Saeng..." Begitu erat dia memeluk begitu kelabu hatinya saat ini. Menepuk pundak itu dan menjatuhkan seluruh atensi kesedihannya dia hancur secara lahir dan batin, dia juga tidak peduli bagaimana rasa sakit di hatinya.
Kepalanya hendak pecah dan itu dia tahan di balik tangisnya. Dia tidak bisa membuat keajaiban tapi dia mencoba berusaha. Hanya saja menyadari bahwa dirinya sudah tidak akan bisa, menyadari dirinya akan mati sebentar lagi. "Chanyeol Hyung jangan menangis hikksss hueeee jangan menangis nanti aku juga ikut menangis Chanyeol hyung..." Suara keras dengan memanggil nama kakaknya, jiwa bocah Sehun semakin menjadi dengan keadaannya yang kini setengah patah.
Dia teramat sangat menyayangi kedua kakaknya, Sehun adalah bocah ajaib yang memiliki kepekaan rasa lebih besar dari siapapun. "Aku akan menahan semua untukmu Saeng, aku akan bertahan tapi kumohon jangan menangis seperti ini. Aku akan semakin sedih aku tidak akan mampu." Siapa sangka kalau pertahanan Chanyeol saat ini hancur dia sendiri memeluk semakin erat untuk memeluknya.
Cengkraman yang bisa dikatakan sebagai bentuk kasih sayang. Kakak dan adik yang kini melampiaskan rasa sedih mereka. Waktu terus berjalan dengan sendirinya, apakah Tuhan menangis atau iba pada kehidupan mereka. Kini Chanyeol ingin mendapatkan belas kasihan Tuhan dia ingin mendapatkan kasih sayang Tuhan agar dirinya kembali baik. Tidak siap meninggalkan semua orang di rumah, tidak siap untuk pergi selamanya.
"Aku janji tidak akan menangis, aku janji tidak akan cengeng. Aku janji pada Hyung untuk tidak sedih, tapi Chanyeol Hyung harus bahagia dan jangan sakit lagi ya..." Sehun memejamkan matanya dia sudah tidak menangis tapi terisak pelan. Tangannya memeluk semakin erat dan Chanyeol mengangkat wajahnya ke atas, dia melihat atas kamar dengan kedua mata buram. Kacamatanya tak dia pakai tapi jarak pandangnya semakin tak jelas, apakah dia mulai buta sekarang?
Hanya anggukan meragu yang bisa dia lakukan sebagai pengobat rasa sedih adiknya. "Aku janji akan bahagia, aku janji Saeng...." Sudah tak seburuk tadi, lengkungan kurva pada bibirnya membentuk wajah bahagia dipaksakan. Mengusap air mata sang adik itu dengan penuh sayang dan memberikan permen manis dari dalam sakunya. Sehun tersenyum senang sejenak dia lupa akan kesedihannya.
Tapi satu hal yang pasti....
Apa kau yakin Chanyeol? Banyak yang berharap bahwa janji mu akan di tepati dan bukan janji palsu yang membuat semua orang bersedih. Masih banyak yang ingin bersamamu termasuk adik kecil yang kau sayang.
Park Sehun....
.
Tatapan tajam dengan mata nyalang seperti mata elang. Warna kilat hitam amarah ada di sana, wajah babak belur dengan luka lebam di wajahnya. Park Suho dia begitu keras untuk membalas serangan pria bajingan di depannya. Hantaman kuat mengenai tembok tepat di sisi wajah pria berwajah garang itu, ada darah keluar dari jarinya ketika rasa sakit dan nyeri telah dia abaikan.
"Kenapa kau menghajar Sehun huh! Apa hak mu sialan yang boleh menghajarnya hanyalah aku!" Begitu kuat menarik kerah lehernya, dengan keras dia berteriak hingga suara itu menembus gendang telinganya. Tapi kenyataannya hanya dibalas oleh tawa setan pria di depannya. Menurutnya ada orang aneh yang cukup bodoh dalam melakukan hal.
"Aku kira kau anak setan dengan mulut durjana, ternyata kau orang bodoh yang membela adiknya hahahaha..."
Bugh!
"Keparat aku akan menghajarmu sialan! Aku akan membunuhmu aku tidak akan memaafkan mu, kau sudah memukul adikku, KAU DENGAR JANGAN PUKUL DIA HANYA AKU YANG BOLEH PUKUL DIA BIADAB!"
BUGHH!!
BRAAAKK!!
Hantaman keras lagi, pipi itu menjadi lebam tapi tanpa terduga pria dengan nama Han Seo Hwang mengeluarkan pisau lipatnya dan menggores lengan itu dengan sekali gerakan cepat. "Untung saja aku membawa persiapan, kau pikir aku bisa dikalahkan olehmu. Jangan mimpi... Aku yang akan membunuhmu." Dengan perlahan dia membuka balutan kain perban dari tangannya, rasanya sudah lama kulit tangannya tidak bebas dari lilitan ini. Ada senyum menakutkan di sana dengan sisi gelap seseorang yang begitu menyeruak keluar.
Aura kelam....
"Aku yakin kau juga punya kelemahan, aku akan menghajarmu hingga mati." Suho mengatakan hal itu tanpa ada nada takut, tapi dia juga tidak bisa mengelak bahwa lawan di depannya cukup kuat. Dia memperhatikan lengan kanan yang terluka karena goresan benda tajam laknat disana. Sejak dulu dia harusnya membunuh orang di depannya dan tidak menurutinya seperti seorang budak. "Kakak ku ingin bertemu denganmu, tapi kau sangat keras kepala. Sudah gelandangan jangan mengelak. Apa kau lupa dengan janjimu?" Ini adalah permainan mempertaruhkan antara hidup dan mati.
Keduanya memang sudah menahan hasrat untuk saling membunuh sejak lama, Suho juga tidak ingin terjebak pada masalah yang tak dia ketahui. Itu semua karena dia sudah ditipu wanita itu dan ibunya pun juga di bawa nama buruknya.
"Justru kalian yang lupa dengan janji. Sudah kubilang untuk tidak menyakiti keluargaku, apa kau tidak tahu diri awas saja aku tidak akan pernah MEMAAFKANMU!" Teriak dengan tegas, hingga baku hantam itu terjadi karena Suho memulai. Tapi tangan itu ditahan dengan mudah dan Suho hanya bisa bertanya dalam hatinya kenapa bisa orang di depannya begitu mudah. "Sudah aku bilang kau tidak akan mudah untuk mengalahkan ku bodoh! Ikut aku jika kau ingin selamat." Ucapnya menantang.
Tendangan kuat dari arah belakang, ketika lengan itu bergetar lantaran denyutan nyeri tapi tak mengindahkan dirinya untuk menyerah begitu saja. Cukup kuat untuk melampiaskan seluruh tenaganya dan melepaskan jotosan itu, bagaikan seorang petarung hebat karena ada basic ilmu bela diri. Dalam ruangan di mana gudang sepi sudah tak terpakai seperti sebuah saksi. Di sini seorang kakak berusaha untuk mengembalikan sesuatu yang hilang. Tapi kenyataannya adalah dia belum mengakui pada keluarga sampai akhirnya dia tidak diinginkan mereka.
"Sudah aku bilang, kau tidak akan mengalahkan ku." Pisau lipat itu sudah menempel di kulit pria di depannya. Sial, semua pergerakannya di kunci ini kekalahan tak dia inginkan. Sekalipun dia melawan tidak ada peluang menguntungkan baginya.
"Beruntung kakak ku menyukai pemuda sepertimu, sialnya aku tidak bisa menghabisi mu. Aku akan dengan senang hati melakukannya jika suatu saat kakak ku sudah tidak membutuhkanmu, tapi kau petarung tangguh sayang kau dianggap sebagai sampah!"
Mendecih!
Membuang ludah dari mulutnya, dengan gamblang dia mendengar kan ungkapan itu. "Habisi saja aku kalau kau mau aku juga muak dengan hidup ini. Kalian hanya bajingan sialan!" Tatapan tak ada habisnya Suho bahkan meminta dengan senang hati bahwa dia ingin mati. Kematian dia inginkan untuk menyudahi semua. Hanya saja dia harus sadar bahwa Tuhan sekarang menginginkan dia untuk menyelesaikan masalah ini.
"Darahmu terlalu kotor, lebih kotor dari seorang pencuri. Aku tidak ingin membunuh seorang pembuang saudara."
Mendadak semua itu membuat ludahnya tidak kuasa untuk di telan, tidak kuasa untuk bergerak. Semua berputar bagaikan memori hitam putih dalam otaknya. Suho tidak percaya sebuah keajaiban, atau kotak sihir penuh harapan seperti ketika dia kecil. Sekarang yang menjadi masalah adalah dia ingin akhiri segera.
Jika dia ingat semua itu dia ingin menghunuskan dirinya dengan samurai.
"Bawa aku, katakan padanya aku ingin membuat perjanjian baru padanya. Cepat katakan padanya dan bawa apa yang dia mau!"
Mendadak semua menjadi menakutkan saat kedua pria ini sama-sama menatap penuh kebencian. Secara tidak manusiawi kepala Suho di tutupi oleh kain hitam seperti seorang korban pencurian.
"Aku melakukannya karena aku ingin menyembunyikan identitas mu, tapi aku bisa lebih kejam dari ini kau paham."
Semua gelap saat di rasa kedua matanya tak tertutup tapi malah jatuh itu ambruk ketika pundaknya sakit dan tak sadarkan diri.
"Cih merepotkan, sekalian saja aku mutilasi dia. Seperti korban ku yang lain." Perkataan mengandung kebencian dengan tatapan sebalnya. Dia membiarkan sesaat tubuh itu tergeletak di atas lantai, sebelum dia mengikat kedua tangan itu di belakang punggungnya. Akan sangat merepotkan jika namja ini memberontak, bahkan dia ingin sekalu melampiaskan emosinya sekarang.
Dengan tak manusiawinya dia membawa Suho dengan menyeret tubuhnya seperti sebuah karung berisi sampah. Sayang sekali disana sepi tidak ada siapapun yang menjadi saksi untuk melihat kejadian tersebut.
Semoga kau baik-baik saja Suho. Karena masih ada yang mengharapkan kepulangan mu...
,
Kyungsoo menyesap kopi latte dia beli dari cafe di depan tempat kerjanya. Sembari membaca laporan medis pasien kecelakaan di tangannya dia masih fokus. Tak sadar bahwa waktu istirahat akan segera habis dalam sepuluh menit lagi.
"Kyungsoo apa kau mau ikut makan siang?" Salah seorang sahabatnya masuk menawarkan dengan wajah sedikit lelahnya. Ya, disini banyak dokter melakukan lembur karena banyak pasien kecelakaan tadi pagi. Dimana sebuah bus menabrak mobil pengangkut barang, walaupun para korban mengalami luka kecil tetap saja dokter disini harus tanggung jawab untuk kesembuhan mereka.
"Tidak aku sudah makan tadi." Bohong Kyungsoo menyembunyikan rahasia kecilnya, dia memang tidak ingin makan apapun hari ini. Bahkan sarapan pun tidak dia lakukan, entahlah dia memang tidak memperhatikan gizi karena dia sibuk atau punya masalah lain. "Benarkah, tapi aku tidak tahu kau makan siang." Temannya merasa bahwa Kyungsoo mungkin saja berusaha menghindar.
"Aku makan di dalam tempat istirahat karena aku bawa bekal. Kau makan saja aku tidak lapar." Mengusir secara halus karena itulah tabiatnya, merupakan seseorang yang sulit di tebak.
"Baiklah, aku pergi dulu." Meski ragu tapi pada akhirnya dia pergi dan menutup ruangan kerja itu lagi. Kyungsoo mengubah ekspresinya menjadi sendu, dia hanya tersenyum palsu sekarang. Dia berharap dalam hati kecilnya ada sebuah atau seseorang datang untuk sekedar menjenguknya atau mampir.
Tapi itu tidak mungkin karena dia sadar bahwa statusnya apa dan siapa.
Mungkin saja Sehun adalah orang yang bisa membujuk dia makan. Andai saja jika dia ada di sini. Melihat foto manis namja muda itu terpajang disana dan membuat Kyungsoo semakin semangat untuk melakukan aktifitas membosankan nya.
Tapi...
Suara alarm berbunyi membuat dokter muda itu bingung dan menaruh foto adiknya lagi.
"Dokter Kyung ada pasien pengidap kanker yang mengalami kritis."
Bantingan keras sebuah pintu salah seorang dokter lain memanggilnya dengan nafas tersenggal. Kyungsoo merasa bahwa perasaanya tidak salah apakah yang dimaksud adalah orang yang terlintas dalam benaknya.
Dengan cepat kakinya melangkah dan beberapa suster juga sudah berlari ketika mendapatkan alarm tugas itu. Kyungsoo langsung mempercepat langkahnya dan membuka pintu lorong agar di belakangnya terbantu.
Ketika hendak sampai di tujuan benar saja dia melihat bahwa seseorang tengah menangis dengan meminta bantuan.
"Sehun!"
Ya, dia adalah seorang adik yang kini merengek minta kakaknya bangun. Dia disana sendiri dan dagu bawahnya terluka, tapi luka karena apa? Sementara kursi roda Chanyeol jatuh dengan posisi miring.
"Cepat bawa pasien di ruang gawat darurat! Sehun kau tak apa, apa yang terjadi." Kyungsoo mendekat ke arah namja muda itu dia mengguncang sedikit agar Sehun tidak terlalu menyalahkan dirinya. Dia sangat hafal bagaimana rapuhnya seorang Park Sehun ketika menangis.
"Chanyeol Hyung pingsan hikkss... Tolong aku Kyungsoo hyung."
Tanpa diminta sekalipun Kyungsoo akan menolongnya, mungkin ini adalah hal ditakutkan sekarang. Chanyeol mengalami penurunan kesehatan dan kanker itu menyebar, jika begitu tidak ada cara lain selain kemoterapi berat.
"Kau tenang saja, aku tidak akan membiarkan mu pisah dengan kakakmu dan tidak akan pergi jauh darimu."
Semoga kau masih bertahan Chanyeol. Ingatlah bahwa adikmu masih membutuhkanmu dengan dua orang tua masih menyayangimu.
Tepati janji mu untuk merdeka dengan kakakmu, karena kau tidak boleh pergi tanpa sebuah keajaiban.
"Bertahan Chan! Jangan menyerah bertahanlah!"
Teriak sang dokter muda dengan dirinya yang melihat Chanyeol terpejam tanpa ada respon apapun.
.......
TBC...
Sudah pantaskah ff ini menjadi sebuah buku untuk sejauh ini, aku harap aku bisa memuaskan ekspetasi kalian. Aku berusaha terbaik agar kalian bisa menikmati karyaku. Semoga gak kapok buat mampir ya.
Jangan lupa jaga kesehatan dan ibadahnya. Serta tetap bahagia dan senyum selalu.
Salam cinta untuk kalian semua....
Gomawo and saranghae...
#ell
24/09/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro