Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

One Life (56)

"Satu kesempatan tapi tidak berjumpa, lalu darimana datangnya kesempatan untuk kedua kalinya."

(Author ***** POV)

Sehun tak menandakan akan berhenti menangis, membuat sang kakak dan ibunya segera pergi dengan taksi. Sementara Kai membawa Kyungsoo ke rumah sakit secepatnya karena keadaan semakin parah. Takut jika kehabisan darah membuat wanita itu mementingkan mereka.

Tapi Suho tak jauh bedanya dengan Kyungsoo karena tubuhnya juga terluka parah pada bagian bahunya. Masih beruntung karena Suho masih bisa bergerak. "Kau tak apa nak, sini eomma ikatkan perban itu." Mendapati tangan sang ibu yang hendak membantu membuat Suho menurutinya dan dilihat nya kedua mata sang ibu menahan desakan air mata.

Ingin bertanya tapi rasanya malu sekarang, karena sikap buruknya beberapa tahun belakangan ini. Siapa bilang jika sang ibu marah justru sebaliknya Soo Min menunggu anaknya agar tidak bungkam. Begitu lihai tangan sang ibu membalut lukanya tapi dia tidak bisa menahan satu tetes air mata di pelupuk kanannya.

Tangan itu bergerak cepat guna mengusapnya dan kembali memeluk Sehun yang masih menangis ketakutan.

"Terima kasih eomma." Meski terbilang lirih tapi sang ibu mendengarkan dan mengangguk. Bagaimanapun buruk sang anak dia adalah anaknya tapi dia juga tidak memungkiri bahwa hatinya kesal dan marah. Dia tidak mengatakan apapun mengenai wanita itu dan apa yang dia pendam.

Apalagi hal itu berlangsung sejak Suho remaja. Harusnya dia peka tapi sayang karena sibuk dengan pekerjaan membuat dia seperti orang bodoh. "Eomma aku takut jika Chanyeol Hyung hikksss..." Sehun tidak berhenti menangis dia memeluk kakaknya dengan erat di samping suara seraknya.

Ibunya mengusap punggung si bungsu entah apa yang membuat dia menangis tapi... Ketika Sehun menyerukan nama sang Chanyeol membuat hatinya juga ikut tak tenang. "Pak bisakah lebih cepat, adikku menangis. Aku mohon..." Suho membuat gebrakan sedikit, dia meminta dengan sangat tolong. Sementara kabar mengenai tempat kecelakaan sepuluh menit lagi akan sampai. Mereka mengikuti kabar polisi karena Sehun mendesak ke sana dan dia bilang nama Chanyeol.

Apakah mungkin Sehun mempunyai firasat cukup kuat sehingga dia bisa menangis ketakutan seperti ini. Ibunya juga tidak bisa diam ketika tangannya gemetar dan meremat ponselnya. Kenapa sang suami tidak mengangkat panggilan ponselnya agar semua jelas.

"Eomma aku ingin cepat kesana, Chanyeol Hyung...." Dia tidak terisak namun merengek dengan sendu, rasanya sejuta oksigen sulit masuk dalam paru-parunya. Suho yang kelimpungan dengan cepat menelfon seseorang, dia ingin menanyakan sesuatu pada temannya.

Tak butuh waktu lama panggilan itu di terima dan membuat suara lain membalasnya.

"Halo Lee Rang bisakah aku minta bantuanmu, kau masih tinggal di kompleks Gong Handong bukan?" Suho memperhatikan langit yang sedikit mendung dari kaca jendela. Dalam hatinya dia metutuki agar tidak hujan karena pasti jalanan akan macet dan terhambat. "Bisakah kau ke tempat lokasi kecelakaan. Aku ingin kau mengecek sesuatu aku mohon." Suho tahu bahwa teman sekelasnya ini bisa di andalkan.

"Aku sudah mengirimimu pesan disana. Ada nama yang harus kau cek sobat.'

Dia melihat ibunya dan beralih ke adiknya, andai saja mereka tidak bisa kesana tepat waktu setidaknya ada kabar mengenai kebenaran itu. Terlebih pasti akan ada korban yang segera di bawa ke rumah sakit. Dia juga berharap bahwa apa yang ditakuti olehnya juga Sehun tidaklah terjadi.

"Terima kasih kabari aku kau ada dimana, kumohon sesekali tanya siapa nama korban yang sudah dibawa."

Suho mematikan ponselnya, beruntung sekali karena pas setelah melakukan obrolan singkat dan ponselnya mati kehabisan daya. Sedikit bisa bernafas lega setelah sebelumnya menghadapi ketegangan.

"Eomma aku sudah bilang pada temanku, tenang saja dia bisa dipercaya." Ucapnya sedikit canggung, ada perasaan tidak enak hati. Tapi pada akhirnya dia menjadi seperti orang asing karena hanya anggukan kecil tanpa jawaban dia terima.

Sehun memperhatikan sang kakak yang tersenyum getir ke arahnya. Kenapa semua mendadak canggung dan lagi ibunya sama sekali tidak banyak bicara sama sepertinya. Mendung... Sehun melihat langit tidak cerah dan bahagia, itulah mengapa dia tidak suka mendung. Tapi tanpa mendung bumi tidak akan bisa hijau.

Dengan perlahan tangan itu bergerak, telapak itu berhasil menyentuh punggung tangannya. Sehun kesana, mendekat pada sang kakak setelahnya memeluk tubuhnya erat. "Hyung jangan sedih..." Ungkap nya dengan bibir meringis sedih.

Menyesal karena pernah bertindak buruk membuat Suho melampiaskan pandangannya ke jendela mobil. Dia enggan menampakkan air matanya dan mengusap perlahan.

Hatinya merasa bahwa dulu dia sangat keji.

-

Kecelakaan terjadi di perempatan jalan Gong Handong, dimana disana terjadi antara sebuah bus dan truk pengangkut, karena terjadi begitu cepat hingga membuat beberapa pengemudi di belakangnya belum sempat menghindar.

Semua polisi yang ada di wilayah sana membantu eksekusi penyelamatan karena sekitar dua puluh kendaraan menjadi korban. Beberapa korban tewas lantaran terjepit dan terlindas ban kendaraan. Begitu banyak darah disana dan tangis beberapa keluarga yang mendapatkan kabar. Hal ini berlangsung cukup lama karena banyaknya puing-puing benda besi yang hancur.

Semua menjadi sangat menakutkan apalagi jalan macet berkepanjangan. Mungkin tinggal lima ratus meter maka sudah sampai tujuan, hanya saja hal itu membuat Sehun justru meringsek masuk dalam pelukan kakaknya. "Hyung aku ingin tahu, apakah Chanyeol Hyung disana. Hikksss aku tidak mau kalau anggapan ini benar Hyung hikkksss..." Tangis dengan rengekan matanya yang tidak suka waktu lama seperti sekarang.

Suho melihat begitu panjang jejeran disana, dia tidak bisa menunggu juga hingga keluar dari taksi. "Sehun cepat naik ke punggungku, aku akan menggendong mu." Sang kakak berjongkok dia melibatkan dirinya dari susah payah dan kerja keras, tahu bahwa tubuh sang adik masih lemas begitu juga dengan kakinya yang pincang.

"Hyung akan bawa aku kemana?" Sedikit takut karena ini pertama kalinya Suho mau menggendongnya. Tapi di satu sisi dia melihat bagaimana seorang kakak tersenyum lembut pada adiknya. Membuat Sehun tidak percaya dengan beberapa kali mengedipkan matanya. "Aku akan membuatmu tenang, kau ingin memastikan bukan?" Suho tidak main dia sungguh untuk melakukannya.

"Hati-hati Hyung, aku takut jatuh." Rengekan si muda yang sempat malu dengan warna merah di rona pipinya. Sementara Suho tersenyum dengan senang sembari anggukan kepalanya memberikan kabar mengenai tidak masalah. "Pegangan yang erat dik, aku tidak mau kau jatuh." Lengkapnya dengan senyuman manis di bibirnya, Suho menoleh ke sang ibunda dan melihat wanita itu mengangguk senyum mengiyakan.

"Eomma akan menyusul kalian hati-hati." Meski menangis tapi masih ada senyum diantara kedua pipinya. Dulu dia sempat kahwatir dan sedih jika mengingat bagaimana kehidupan Suho yang jungkir balik membenci adiknya dan Sehun yang menderita akannya. Segala sikap mengenai perubahan signifikan sang anak membuat wanita itu menghela nafas sabar. "Aku percaya jika kalian semua baik saja." Sepergian kedua anaknya wanita itu mengeratkan tangannya dan mengatakan keyakinan dalam hatinya.

Semua akan lebih baik jika diharapkan.

Beberapa detik sebuah panggilan berdering di ponselnya, itu pihak polisi yang memanggilnya. Dengan cepat dia mengangkat dan satu hal pasti, bahwa...

Soo Kyung sedang mengajukan tuntutan atas kematian korban. "Aku akan segera ke sana aku ingin mengajukan penculikan dan pemerasan." Wanita itu meminta agar sang supir berbalik, dia membutuhkan waktu cepat. Soo Kyung bisa saja melakukan apapun tapi jika dia ingin memenjarakan anaknya maka dia harus menghadapi dirinya.

Musuh dikatakan sebagai rival.

"Jangan harap kau bisa membuat anakku kembali terjebak." Dia menatap ke depan sana dan meminta sang supir lebih mempercepat laju kendaraan. Dia emosi dan kesal bergejolak menjadi satu serta mengatakan bahwa semua ini adalah suatu kejelasan dimana dia siap melawan.

Suho melangkahkan kaki sedikir cepat, dia memakai jas di badannya untuk menutupi noda darah di bahunya. Sang adik begitu canggung juga tegang ketika merasakan goncangan di tubuh sang kakak. "Hyung apakah kau baik, bukankah ada luka." Takut untuk menyentuh bahu satunya, membuat Sehun hanya bisa menatap lamat. Dia tidak ingin jika kakaknya mendapatkan rasa sakit yang tak terkontrol itu.

"Jangan khawatir aku bisa membawamu." Meski dia berbohong karena menahan sakit tapi hal itu berhasil membuat seorang Park Sehun percaya dan mengangguk. Dia bisa merasakan setiap langkah lari itu adalah ketulusan yang belum pernah dia temui. Seorang kakak yang mencoba menjadi baik lagi, mengabaikan segala resiko terjadi.

Sampai akhirnya disana mereka melihat begitu banyak kerumunan masyarakat sekitar untuk bisa melihat keadaan disana. Sementara Suho mempunyai firasat yang tak ingin di sampaikan, apakah disana ada banyak korban kecelakaan?

"Hyung...." Sehun bergetar pada kedua pipinya, pelupuk matanya menjadi sangat buram. Dia melihat dari kejauhan beberapa mayat tergeletak di pinggir jalan dan hampir semua mobil sedan rusak. Sehun merengut tak suka ketika melihat begitu banyak darah.

"Sehun jangan melihat kesana jika kau takut, lihat bayangan kita ada di bawah." Tunjuk nya dengan jemari telunjuknya. Suho mengatakan bahwa dia melihat ada jejak kebahagiaan disana, si bungsu menjadi penasaran hingga menengok ke bawah.

"Itu bayangan kita." Untaian semangat itu ada walau tak nampak, sebuah persepsi si kecil ketika di suguhkan pada nostalgia tak diingatnya. Benang merah persaudaraan dan bagaimana sebuah darah lebih kental dari air. Sesaat kemudian Sehun tidak melihat bagaimana jasad disana terbaring tak bernyawa dalam keadaan terjepit.

Suho melihat saja merinding takut apalagi Sehun. Tapi semakin lama langkah kakinya mendekat semakin jelas penampakan para jasad disana. Terlihat bahwa temannya Lee Rang disana melambaikan tangannya agar Suho menyusulnya.

Suho meminta agar Sehun menutup matanya, awalnya sang adik nampak bingung dan menanyakan alasan. Kenapa dia harus melakukan hal yang tak dia sukai, bagaimana bisa dia menemukan Chanyeol kakaknya.

"Hei, kakak janji akan memberitahumu kalau Chanyeol benar ada disini. Aku yakin dia bersama ayah dan baik saja." Suho hanya tidak ingin adiknya menjadi korban trauma. Setelah perdebatan panjang dengan kedua mata Sehun yang dipaksa untuk tidak melihat jauh lagi. Akhirnya sang kakak menang dan adiknya menurut.

"Jangan buka oke." Suho mengatakan dengan sangat lembut, sekarang dia seperti meninggalkan masa lalu kelamnya. Lee Rang disana dia menunjukkan daftar nama siapapun yang menjadi korban. Sekitar ada seratus lebih karena sebagian besar ada yang naik bus.

Sehun masih menutup mata tapi telinganya juga peka. Walau begitu dia menurut pada kakaknya untuk pura-pura tidak tahu. Apalagi Suho masih seperti bertanya pada seseorang kedengarannya. "Aku yakin kalau tidak ada nama salah satu keluarga mu disini." Lee Rang tahu apa yang menjadi ketakutan sahabat nya tapi sang paman yang bekerja menjadi tenaga pemadam kebakaran menjamin kebenaran catatan itu.

Sehun masih setia dengan kegelapan dari kelopak matanya, tapi bau amis seakan menusuk indera penciumannya. Untung tidak mual dan dia merasa bahwa punggung itu seakan membawanya pergi ke suatu tempat.

"Tunggu sebentar lagi ya, kau harus buka matamu kalau Hyung menyuruh mu."

Sehun mengangguk lagi, perasaan dari dalam dirinya dimana dia sempat dirundung perasaan khawatir. Kini sudah menghilang, dan tergantikan dengan gelenyar perasaan bahagia yang aneh. Dia lebih dekat dengan kakak pertamanya dan ini hal baru bagi seorang Park Sehun.

Sampai sekarang Suho tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Lalu sekarang dia mau apa, entah... Hanya mengikuti jejak bayangannya sendiri.

"Katakan pada Hyung kalau kau tidak memaafkan ku Sehun." Senyum tipis tapi terasa aneh. Saat dia selesai membaca pesan yang ada di ponselnya.

.

Sang ayah melihat di salah satu etalase toko disana. Ada kabar berita mengenai sebuah kecelakaan beruntun, yang dialami banyaknya kendaraan. Terlihat miris apalagi setengah jam yang lalu, mereka baru melewati jalan itu.

Jalan dimana terjadinya tragedi mengerikan yang dialami tanah kelahiran mereka. Mendadak perasaan Chanyeol menjadi merinding.

"Rupanya Tuhan masih sayang dengan kita. Kau lihat kita baru saja melintas jalan itu." Sang ayah mengeratkan kursi dorong sang anak. Dalam hatinya hampir saja semua itu terjadi jika mereka berangkat di waktu yang sama. Chanyeol menatap layar itu lekat, dia melihat dirinya lemah tak berdaya. Andai saja itu terjadi dia pasti meninggalkan sang adik, ibu, kakak juga ayahnya. Lalu bagaimana dengan keadaan Sehun nantinya. Sementara Suho tidak sama sekali ada untuknya.

Ketakutannya adalah Sehun akan sedih.

"Appa aku bersyukur aku masih disini. Masih ada yang harus aku lakukan, tapi apakah Sehun tidak khawatir."

Sang ayah melanjutkan perjalanan mereka, dia tidak lelah sama sekali hanya saja berjalan dengan perlahan sesuai usianya. Dia melihat bagaimana keadaan sang anak yang melihat sekitar dengan tenang. Ketika dia ingin mencari kabar mengenai keadaan Sehun sayangnya ponselnya mati karena kehabisan daya. Lalu sang anak tidak membawanya.

Rasanya semakin berkecamuk saja saat dia melihat deretan mobil polisi berjejer. Apakah sang anak sekarang baik saja? Lalu bagaimana dengan istrinya. Lamunannya diketahui Chanyeol hingga membuat namja tampan itu bertanya.

"Ayah sedang memikirkan apa?"

Tahu bahwa anaknya tahu jika dia sedang tidak fokus membuat sang ayah menoleh dan mengulas senyum. Dia sendiri menyembunyikan rasa gugupnya. "Ah, tidak Chan. Ayah hanya memikirkan kesehatanmu yang mulai membaik."

Chanyeol merasa bahwa ayahnya sebenarnya tidak mengatakan hal itu. Tapi dia juga tidak bisa memaksa beliau mengatakan kebenarannya. Sesungguhnya senyumnya juga menyimpan sejuta kesedihan dan banyak cerita. Tapi setiap cerita akan membawa beban dalam setiap ucapannya. "Kalau ayah punya masalah ceritakan pada anakmu ini. Ya setidaknya beban ayah hilang atau lega walau separuh." Sedikit semangat dari cara bicaranya, untuk apa dia memberikan kesedihan sepanjang hidupnya.

Kini keduanya sudah berada di salah satu taman dimana terdapat air mancur disana. Ini tempat dimana Chanyeol juga kedua saudaranya bermain, apalagi ayahnya langsung ingat kalau disini juga dia pernah mengajak istrinya bertamasya.

"Apa ayah ingat tempat ini?" Tanya Chanyeol antusias, dia seakan lupa akan sakitnya. Sepertinya semangatnya kembali hingga membuat sang ayah yakin jika anaknya pasti akan sembuh. Lantunan doa dalam hatinya tidak akan berhenti untuk semua anaknya. "Ya aku ingat. Kau sangat semangat jika kesini, ibumu mengomel karena kau malah membawa mainan banyak." Setelahnya pria itu tertawa puas dengan segala kebahagiaan yang sudah lama di pendamnya. Dia senang bisa bercengkrama seperti ini, jika semua menjadi baik dia tidak lagi sibuk di tempat kerja.

Dia akan meneruskan usaha kelontongnya maka dia bisa bebas untuk menentukan kapan dia bekerja dan kapan dia istirahat.

"Appa jika bisa istirahatlah dari pekerjaanmu, appa harus berhenti karena aku tahu appa suka sakit punggung. Chanyeol akan bekerja jika aku sembuh, tak kuliah pun tak apa. Terkadang pendidikan tidak bisa menentukan orang menjadi sukses."

Sang ayah terkejut bukan main, kenapa sekarang sang anak mengatakan seperti sebuah keputusasaan. Meski kedua mata Chanyeol buram dia masih bisa melihat cahaya matahari yang berpendar di netra nya. Hangat dan menyenangkan menjadi satu kesatuan yang pas. "Tidak, appa ingin kau menjadi sukses. Jika dulu eomma dan appa tidak bisa kuliah kau yang harus bisa. Begitu juga dengan Suho. Bahkan kami memikirkan pendidikan untuk Sehun."

Chanyeol baru tahu ini, apakah ini salah satu impian orang tua. Rasanya dia sangat terharu mendengar nya apalagi ibunya selalu pulang malam untuk banting tulang. Tapi dia sering lupa dan malah boros. Apalagi membeli untuk sesuatu yang tidak berguna, bahkan Chanyeol malu dengan adiknya yang rajin sekali menabung.

"Tidak ada orang tua yang mau melihat anaknya kesusahan. Jika suatu hari nanti kami tidak ada, siapa yang akan membantumu. Jika bukan kau sendiri tak akan ada yang bisa." Sang ayah merasa bahwa masa tuanya sudah sangat lama. Dia melihat keriput di setiap paginya dan tersenyum. Bahwa yang dia lakukan hari ini adalah untuk masa depannya.

"Aku bahkan sering keterlaluan jika kesal dengan kalian. Bagaimana bisa kalian sangat sayang dengan anak, aku malu. Aku merasa bahwa kesehatanku waktu itu sia-sia. Aku sering menyepelekan istirahat." Sadar atau tidak kini Chanyeol merasa menyesal, dia menangis dan membiarkan begitu saja air matanya jatuh.

Dia tidak mau bekas basah ini di bersihkan, biar saja biar langit melihat bagaimana sedihnya dia dengan hal masa lalu. Sangat berharap jika ada masa depan lebih baik. Sekarang pun dia sudah sangat paham bahwa sebuah kerja keras itu bukan hal sia-sia.

Di sinilah Chanyeol memahami apa itu waktu, hingga rembesan darah keluar dari lubang hidungnya. Membuat sang ayah panik dan menyeka dengan cepat.

"Chanyeol kau, astaga maafkan appa yang tidak sadar."

Tangis...

Sang anak menangis bahkan tidak tahu jika ayahnya lebih hancur melihat hal ini. Wajah pucat dan melemah, satu hal yang pasti. Sang anak merasakan kepalanya pusing dan kelopaknya berat.

-

Sehun memberanikan dirinya untuk membuka mata karena seekor lalat menempel pada kelopak nya. Dia menyerah dan melanggar janji pada sang kakak untuk tidak membuka mata. Tapi di satu sisi Sehun merasa tertegun karena dia dibawa pada jalanan sebuah kota dimana kakaknya masih menggendong nya.

"Kita ada dimana?" Perlahan dengan segala pertanyaan bingung, ditambah lagi Sehun sama sekali tidak ingat ini dimana. Apakah mungkin kakak nya sengaja membawa dia kesini.

"Aku pikir aku tahu dimana Chanyeol berada, aku punya firasat dan akan ketakutan mu itu tidak akan berguna." Suho masih sedikit keras tapi tidak lagi ada ujaran kebencian pada sang adik. Walau bahunya sakit dia masih bisa memaksakan diri untuk menggendong tubuh itu. Sehun senang hingga dia sesekali tersenyum.

"Besok kau tidak akan menangis kan?" Suho tidak ingin panjang lebar kali ini. Dia ingin tahu apa pendapat adiknya, hal apa yang akan terjadi jika seandainya moment ini hanya sebuah mimpi satu malam. "Kenapa, apakah Hyung akan pergi lagi?" Sehun menoleh ke sisi wajah sang kakak, dia bisa melihat bibir itu gemetar dan sedikit pucat.

Memang benar karena Suho sama sekali belum mengisi perutnya dengan makanan dan dia kehabisan tenaga banyak. "Aku hanya ingin kau bisa mandiri, maka aku akan datang saat kau bisa melewatinya." Suho tersenyum dia bangga akan keberaniannya kali ini, jika selama ini dia berani berbicara kasar sekarang tidak lagi. Hanya saja lengkungan kurva melengkung itu menghiasi wajah adiknya.

"Aku tidak yakin bisa melakukan nya padahal kita baru saja dekat. Aku ingin Hyung juga ikut dengan ku dan Chanyeol hyung untuk tamasya dan bermain. Hunie senang karena Suho Hyung sudah sayang denganku." Seperti seekor anak kucing yang manja, ah ralat... Bagi Suho adiknya adalah anak ayam yang lucu. Dia sama sekali tidak merepotkan malahan Sehun membuat suasana menjadi lebih baik dengan kepolosan nya.

Jika saja dia bisa menghitung mundur tak akan terjadi hal ini, bisa saja sekarang Suho juga kedua adiknya bisa menghabiskan holiday. Seperti main surfing atau di tepi pasir membangun istana kesukaan Sehun.

"Maafkan kakak, tapi hari ini aku akan menjadi yang terbaik untuk adikku."

Kedua kakak beradik ini sama-sama mengulas senyumnya. Manis dan menawan mereka sangat akrab dan sempat membuat beberapa orang iri. Kakak adik yang begitu akur sampai mereka tidak tahu apa saja yang sudah dialami keduanya untuk mendapatkan rasa akur.

Tatapan memelas sang adik dan penglihatan tajam Suho melihat dua punggung pria disana.

"Chanyeol Hyung..." Sehun menyebut nama sang kakak, lalu Suho dia...

"Appa..."

Ayah dan anak itu menoleh ketika mendengar seseorang memanggil mereka.

Saat itulah tatapan tidak percaya...

Suho dan Sehun mereka datang bersamaan.

...

TBC....

Jaga kesehatan selalu, tetap fokus ibadah dan bahagia. Kalau kalian suka jangan sungkan beri dukungan.

Gomawo and saranghae 💙

#ell

12/10/2020





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro