Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chanyeon's Eyes

"Lihatlah, Anna. Bukankah itu ibu-ibu pemetik daun teh yang dulu menabokku karena tak becus memanen teh?" kata Chanyeon, di sela jalan pagi bersama Diana. Sebelah tangannya menunjuk ke arah 2 pemetik teh yang berada di petakan kebun teh yang sedikit menanjak, radius 10 meter darinya.

Kedua mata Diana memicing. Mencoba melihat jelas dua ibu-ibu paruh baya yang memakai caping dan keranjang gendong yang sedang memetik daun teh dengan gunting pemetik.

"Bukan. Beliau bukan Bu Ani dan Bu Mar. Kudengar sih Bu Ani sudah pindah desa, ikut anaknya. Kalau Bu Mar, itu masih kerabatku, beliau sudah meninggal setengah tahun lalu," sahut Diana. Menengok ke arah Chanyeon di belakangnya. "

"Oh. Ternyata sudah banyak hal yang terlewat olehku, ya? Kupikir baru kemarin berkunjung ke perkebunan teh ini bersamamu, Kyung Seo, dan Rahma, tetapi ternyata sudah setahun lalu," timpal Chanyeon. Mengulas senyum sejenak.

"Ternyata memang sudah banyak hal yang kulewati setahun ini. Bahkan kontrak EXE sudah habis dengan agensi dan para membernya sudah sibuk dengan solo karir. Liu fokus ke agensi hiburannya di China. Baekhyun, Key, dan Xiu Hyeong fokus menyanyi solo. KyungSeo, Sehan, dan Shou Hyeong fokus ke main peran. Bahkan Dae sudah menikah dan mempunyai momongan," imbuh Chanyeon. Ia tersenyum lebar. Meneruskan perjalanannya.

"Begitulah. Semua terasa berjalan begitu cepat 'kan?" tanggap Diana.

Chanyeon mengangguk. Netranya fokus ke depan. Kedua kakinya terus melewati jalan sempit di perkebunan.

Sekon kemudian, Chanyeon mulai menyuruh-nyuruh menyebalkan. "Anna, cepatkan jalanmu. Bukankah aku berhutang membuat sarapan untuk kalian pagi ini?"

Paling malas disuruh-suruh seperti ini. Apalagi supaya berajalan cepat di jalan setapak sempit perkebunan teh. Diana memilih bebal berjalan santai.

"Gembul!" Diana malah berseru ke arah Gembul yang berjalan di depannya bersama Rahma.

Mendapati panggilan ini, Gembul menghentikan langkahnya, berbalik ke arah Diana. Disusul Rahma yang memegang tali tuntun Gembul, ikut berbalik.

Gesit, Diana meraih tubuh gendut kucing persianya. Memilih menggendongnya. Sial, Gembul tampak mengeong, memberontak.

"Biar aku saja yang menggendong Gembul. Sepertinya Gembul lebih menyukaiku daripada kepadamu, Anna," komentar Chanyeon saat melihat Gembul tak mau diemban Diana.

Diana mendengkus. Tapi akhirnya memberikan Gembul ke Chanyeon. Dan kurang ajar sekali memang Si Gembul, kucing persia itu langsung diam, bersandar nyaman di embanan Chanyeon.

Chanyeon tertawa renyah dengan polah Gembul yang langsung jinak kepadanya. Diana mendenkus kesal. Rahma tersenyum geli.

"Ayo, pulang ke vila. Aku akan memberimu sarapan ikan salmon, Gembul," ujar Chanyeon dengan riang. Lalu menyuruh Diana berjalan cepat lagi.

Diana mendengkus. Menyempatkan berbalik dan menginjak kaki Chanyeon dengan keras seperti setahun lalu.

Chanyeon meringis kesakitan.

***

Chanyeon memasak makanan lokal negerinya; yaitu kimbap ditambah cumi pedas dengan menu pendamping.

"Kau tidak mau membantuku, Anna?" seru Chanyeon disela menumis bumbu oseng cumi.

Diana yang tampak sedang memberi makan Gembul dengan potongan ikan salmon segar menyahut, "Tidak. Kan itu memang tugasmu sekarang. Aku sih ogah membantu."

"Dasar kau, Anna!" decak Chanyeon. Bau tumisan bumbunya sudah harum gurih.

Diana tersenyum senang. Ia membawa tubuhnya ke wastafel yang berada di belakang Chanyeon, mencuci tangannya.

"Bantu aku memotong kimbap-nya, Anna." Chanyeon masih saja meminta bantuan sembari masih mengorek bumbu goreng di wajan.

Diana tak acuh. Ia meledeki Chanyeon dengan melirik sekilas saja ke arah gulungan kimbap, lalu pergi.

Kesal. Chanyeon mendengkus.

Apatis. Diana melangkah enteng ke belakang vila, nimbrung ke arah Rahma yang sedang memberi makan ikan koi di kolam.

Begitu merasakan keberadaan Diana di sampingnya, Rahma menengok ke arah Diana, mengulurkan mangkuk wadah pakan ikan koi.

Seutas senyum singgah di bibir Diana. Dengan senang hati ia mengambil segenggam pakan ikan koi, menyebarnya ke kolam. Otomatis sekali, para ikan koi bertubrukan pakan, memakannya dengan rakus.

Tak ada percakapan berlangsung antara Diana dan Rahma. Mereka berdua memilih sibuk menikmati suasana memberi makan sembari jongkok di pinggiran kolam.

Diana tampak khidmat menatap riangnya para ikan koi yang berebutan pakan. Namun, sekalipun sepasang netra kelamnya menikmati pemandangan ikan koi yang menggemaskan, nyatanya pikiran Diana sedang dihinggapi kecemasan. Bahkan kecemasan ini sudah menghinggapinya dari seminggu lalu, setelah Chanyeon memberi tahunya perihal liburannya ke sini. Sebuah liburan yang ternyata tak sesederhana untuk bersenang-senang karena ... di sini pulalah lelaki jangkung itu hendak memberikan jawaban pengupayaannya selama ini.

Dengan menghempaskan napasnya, Diana menyebar pakan ikan lagi. Pun begitu dengan Rahma.

Entahlah, kenapa pula Diana harus cemas perkara jawaban Chanyeon nanti ini, padahal sebelumnya tak mencemaskan apa pun. Nyatanya dirinya salah, Diana tetap cemas ... kalau-kalau pada akhirnya perpisahanlah yang dipilih lelaki oriental itu.

Diana mengutuki dirinya dalam benak jika dirinya tak seharusnya seperti ini. Tetapi ia tetap tidak bisa, untuk baru membayangkan jika berakhir perpisahan saja kini berhasil membuat dadanya sesak, apalagi jika pada akhirnya perpisahan itu sungguhlah pilihannya?

Tubuh Diana menegang. Kepalanya ia komandokan menoleh ke samping, ke arah tembok kaca lebar yang langsung menembus ke arah Chanyeon sedang memasak. Chanyeon tampak sedang memotong kimbap di kitchen island.

Sesaat kemudian, rupanya Chanyeon merasakan jika Diana sedang memerhatikannya dari kejauhan. Ia yang baru selesai memotong satu gulungan kimbap, sebelah tangannya yang memegang pisau ini ia arahkan ke Diana, lalu sebelah tangannya lagi mengambil segulung kimbap dan mamerkannya pada Diana. Ia membuat pergerakan tipuan memotong kimbap dengan pisau; isyarat agar kenya itu mau membantunya memotong kimbap.

Aslinya, mendapati isyarat Chanyeon ini Diana ingin tersenyum lebar, tetapi memiih jail dengan cemberut dan menggelengkan kepala.

Chanyeon mendengkus ke arah Diana. "Dasar menyebalkan!" rutuknya.

Sekalipun tak bisa mendengar rutukan Chanyeon, Diana paham decakan macam apa barusan itu, ia tersenyum lebar.

"Cepat ke sini!" Chanyeon melambaikan sebelah tangannya yang kini sudah tak lagi memegang pisau.

Diana menggeleng cepat.

Chanyeon menghempaskan napasnya kasar. Menyeka peluh di kening dengan punggung tangan.

Diana mengurvakan bibirnya.

Kini Chanyeon tak bisa mengenkan untuk lebih lama pura-pura kesal, tawa renyahnya keluar. Ia pun meletakkan kimbap-nya.

Anna, panggil Chanyeon dengan isyarat pola bibir saja.

Apa? sahut Diana, juga dengan hanya pola bibir.

Aku me-- Perkataan Chanyeon tertahan begitu saja. Tetiba ada sesuatu mengganjali lelaki bongsor ini.

Di tempatnya, Diana menaikkan sebelah alisnya.

Chanyeon masih bergeming. Ia menenggak ludahnya.

Cepat ke sini. Sarapannya sudah siap. Bantu aku menghidangkannya ke meja makan, suruhnya kemudian sembari menunjuk sepiring kimbap di kitchen island.

Diana paham maksud Chanyeon. Ia mengulas senyum sembari memberi satu jempol tangan untuk Chanyeon.

Sesaat kemudian, Diana dan Rahma beringsut masuk ke dalam, membantu Chanyeon menyiapkan sarapan.

"Wah, kelihatannya cumi pedasnya enak," puji Diana saat melihat sepiring cumi pedas yang merah mengepul di atas kitchen island.

"Ah, cacing di perutku langsung merengek minta makan," imbuh Diana seraya kedua tangannya meraih sepiring cumi itu. Berbalik untuk kemudian membawanya ke meja makan. Namun, setelah berbalik, langkahnya langsung tertahan, ada tubuh Chanyeon di depannya.

"Ya! Minggir! Kau memperlambat pekerjaanku saja," cicit Diana.

Bebal. Chanyeon kukuh bergeming menatap kenya berhijab merah maroon di hadapannya.

"Ya!" Diana mendecak lagi.

Tidak ada pergerakan. Chanyeon kukuh bergeming di depan Diana. Menatap dalam Diana.

Mendapati tatapan Chanyeon ini, sepasang mata kelam Diana terkunci ke bola mata itu. Hatinya berdesir. Ia merasakan jika tatapan Chanyeon ini berbeda dari biasanya. Tatapan Chanyeon ini ... membuat ia takut.

Diana cepat-cepat menundukkan pandangannya. Ia sungguh takut melihat tatapan mata Chanyeon ini untuknya. Tatapan mata itu yang seolah-olah membuatnya bisa mengeja perkara nanti; bahwa bukan hanya soal membenci yang menjadi antonim mencintai, tetapi ...

Diana menggiring paksa pikiran ngawurnya. Segera ia menggeser langkahnya untuk mengambil jalan pintas.

Jantung Diana berdebar tidak jelas.

__________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro