Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Taste

Boygroup EXE tengah menjalani masa hiatus dikarenakan beberapa anggota tengah melaksanakan tugas wajib militer. Boygroup dengan sembilan member ini yang ditinggal Shou, Xiu, Dae, pula sebelumnya Kyung Seo untuk wajib militer, sebagian melakukan debut solo; tak lain adalah Baehyun, Key, dan Liu. Sisanya, Chanyeon dan Sehan membentuk unit SeChan, pula mereka mengambil peran sebagai aktor.

Layaknya Chanyeon, kini lelaki bertubuh jangkung itu tengah disibukkan dengan aktifitas main perannya dalam sebuah film berjudul "Stay Alive", berkisah tentang bertahan hidup di tengah-tengah virus mematikan yang sulit dikendalikan oleh manusia, menyebar liar layaknya sihir, memakan banyak korban di seluruh penjuru dunia, mengakibatkan sebuah pandemi layaknya flu spanyol di masa silam.

Dalam temaram rumah Chanyeon, Diana pulang dengan langkah pelan nian. Sehati-hati mungkin ia berjalan agar jangan sampai terdengar derap langkahnya, takut kalau-kalau lelaki jangkung si pemilik rumah ini terusik, lalu terpergoklah aksinya. Hey, sekarang sudah hampir jam 12 malam, dan ia baru saja pulang dari rumah Nyonya Jung karena sempat ketiduran di sana.

"Dari mana saja kau, hmm?"

Sial! Suara bass itu mendadak menggaung di telinga Diana.

Sepasang manik mata cokelat tua Diana menelisik mencari muara suara bass itu, tertumpulah pada Chanyeon yang tengah dengan pelan menuruni anak tangga di hadapannya radius 5 meter. Dengan lampu sensor gerak di sebelah dinding tangga yang terus berkelip perak mengikuti alur langkah tubuh jangkung itu.

"Dari mana saja kau, hmm? Jam 12 kurang 5 menit, kau baru pulang." Chanyeon mulai menghakimi Diana seraya sepasang netra sipitnya mengilat ke arah arloji di sebelah tangan yang ia angkat.

Diana meneguk ludahnya. Walau dalam keremangan yang ada membuat wajah Chanyeon terlihat samar, Diana memilih menunduk dalam.

Chanyeon tersenyum masam. "Kau pasti masih ingat 'kan, waktu keluyuranmu di saat malam tak boleh melewati jam 11, Anna?"

Diana mengangguk pelan. Wajahnya terus ia sembunyikan.

"Kau juga seharusnya tak boleh membawa salah satu fasilitas yang aku berikan. Mobil SUV itu, kau hanya boleh memakainya jika--"

"Aku membeli ini, Oppa!" interupsi Diana dengan wajah masih tenggelam, tapi ia mengangkatkan sebelah tangannya yang tengah memegang sesuatu. Sekantong plastik putih.

"Mwo?"

"Doenjang dan gochujang," jelas Diana.

"Hanya belanja doenjang dan gochujang, tapi kau memakan waktu lebih dari tiga jam?" selidik Chanyeon yang kini sudah berada di hadapan Diana.

Diana menggigit bibir bawah kenyalnya. Menurunkan sekantong plastik putih berisi doejang dan gochujang yang ia angkat tinggi-tinggi.

"Kenapa diam? Kau keluyuran kemana lagi, hmm? Aku sudah pulang bekerja dari tiga jam lalu dan kau sudah tidak ada di rumah."

"Aku mampir ke rumah teman. Mianhae ...." Intonasi bicara Diana melirih.

"Ke rumah teman? Sampai semalam ini?" Suara bass Chanyeon terus menyelidik.

Diana mengelokkan matanya menghindar dari tatapan Chanyeon yang penuh selidik--walau dalam temaram, tapi tetap saja tampak jelas menyebalkan siluet wajah itu dalam netranya.

"Kenapa kau mendadak so' peduli?" Akhirnya Diana berkeluh.

"Aku hanya melaksanakan tanggung jawabku, tak lebih dari itu," jawab Chanyeon, menatap kesal Diana.

Kedua netra cokelat tua Diana membulat. Melaksanakan tanggung jawab? Eh, maksudnya?

Diana berdehem dengan perasaannya yang mengesalkan sekali--malah mendadak canggung.

"M-mak--"

"Kau tinggal di rumahku sekarang. Otomatis kau menjadi tanggung jawabku selama kau masih tinggal di sini. Jangan kepedean. Jangan berpikiran macam-macam," interupsi Chanyeon. Seperti tahu penangkapan Diana sebelumnya.

Aish! Diana merutuki dirinya. Jemarinya meremas kantong plastik putih di tangannya itu, melampiaskan kesal yang menjejal.

"Dan jangan pernah lagi datang ke Busan, aku tidak mengizinkan!" imbuh Chanyeon, masih dengan tatapan tajam.

Untuk kedua kalinya, netra cokelat Diana membulat. Bagaimana bisa dia--

"Kau kemarin menangis setelah kembali ke Busan, 'kan? Dan lelehan telur itu, pasti ada yang telah mencoba mencelakaimu di sana. Jadi, jangan pernah ke Busan lagi. Kau tahu, kau pantas mendapatkan ketenteraman hatimu. Jadi, jangan coba dekat-dekat dengan sesuatu yang jelas-jelas akan mencelakaimu, melukai hati, apalagi sampai menurunkan martabat," interupsi Chanyeon. Ia banyak tahu karena setelah kejadian Diana menangis di sore itu, Juna memberitahunya perihal ada apa yang sebenarnya.

Tak habis pikir akan omongan beruntun Chanyeon dengan melarangnya begitu seperti Kak Juna, Diana sungguh ingin mencari penjelasan lebih.

"K-kenapa kau ta--"

"Mudah saja aku tahu dari mana kau kemarin itu, heh! Jangan kepedean!" Lagi, Chanyeon menjadi tegas layaknya bapak kos.

Diana langsung meneguk ludahnya dengan perkataan Chanyeon yang terus menginterupsi, menjadi so' peduli, tapi menyayat hati. Jangan kepedean? Huh!

"Kau tahu dari mana, Oppa? Mana mungkin, 'kan, kau sepeduli itu kepadaku hingga mencari tahu jika aku pergi ke Busan dan--"

"Aku syuting di Gamcheon." Lagi-lagi Chanyeon menginterupsi. Namun, itu dusta.

Diana yang tak tahu kebenarannya mengangguk pelan, tapi ia pula memikirkan omongan Chanyeon, belum percaya.

"Ya! Bukannya kau pernah bilang tengah ada syuting di distrik Dongnae?" Akhirnya menyelidik. Tatapan Diana mengaura baku hantam.

Kini giliran Chanyeon yang tampak gugup menjawab itu. "M-mwo?"

"Aku berhasil menguping percakapanmu dengan Baehyun saat di hari kau memarahiku karena cumi pedas yang gosong." Diana menjawab dengan nada emosi mencemooh.

"M-mwo? Syutingku kini sudah pindah ke Gamcheon. Tanpa kau tahu, bahkan dalam sehari aku bisa berpindah ke tiga distrik berbeda untuk kepentingan syuting." Mimik wajah Chanyeon berubah mengesalkan lagi. Walau dalam temaram, Diana berhasil menangkap laju bibir Chanyeon yang manyun-manyun dan cuping telinga caplang yang ingin sekali ia jewer.

"Baiklah. Tapi apakah kau melihat adegan aku dilempari telur, Oppa?" Rasa ingin tahu Diana belum juga reda.

"Tidak."

"Baguslah." Diana menukik senyum, lalu ia beringsut untuk pergi meninggalkan Chanyeon. Beranjak ke dapur untuk menyimpan doejang dan gochujang yang dibelinya setelah pulang dari rumah Nyonya Jung untuk alasan dapat menggunakan mobil SUV itu.

Setelah berhasil meletakkan di lemari pantry, Diana beringsut untuk bersegera pergi ke kamarnya karena ia sungguh lelah dan mengantuk. Namun, baru saja dirinya berbalik untuk melangkah pergi, sudah tertahan dengan mendapati tubuh jangkung Chanyeon lagi di hadapannya dalam temaram lampu. Sungguh mengagetkan.

"Astaghfirullah! Kau mengagetkanku, Oppa!" masygul Diana seraya mengelus dadanya karena sungguh kaget.

"Kau tahu kenapa aku turun ke bawah semalam ini?" ujar Chanyeon.

Diana menggeleng dengan debaran jantungnya yang belum stabil karena kaget barusan.

"Aku lapar, Anna. Buatkan aku sesuatu." Suara bass Chanyeon terdengar lebih bersahabat daripada percakapan sebelumnya.

Diana menghembuskan napasnya. Ia sungguh lelah dan ingin bersegera tidur, tapi malah Chanyeon Si Happy Virus Palsu ini memberikan titah.

"Jadi kau menyuruhku untuk memasak sekarang?" Diana menanyakan itu dengan putus asa, berharap jawaban "Tidak. Aku akan memakan ramyeon dan memasaknya sendiri. Aku tahu kau kelelahan, jadi cepatlah ke kamar, lalu tidur. Semoga mimpi indah, Anna."

"Iya, kau harus memasak untukku sekarang, Anna," tegas Chanyeon.

Jawaban manis dalam angan Diana rusak sudah. Menghembuskan napas pelan dan bersegera berbalik arah ke pantry.

***

Untung saja sebelum memasak Diana teringat akan kimchi jjigae yang diberikan oleh Nyonya Jung untuk sarapan besok pagi, masih tertinggal di mobil. Begitu teringat saat hendak mengambil bahan masakan di pantry, ia langsung pergi mengambilnya.

"Kau mau kemana?"

Chanyeon sempat mencegah langkahnya dengan pertanyaan macam itu, tapi Diana malas menjawab dengan hanya melirik sesaat, lalu meneruskan langkah, dan Chanyeon mengekorinya.

"Kenapa kau menguntitku, Oppa?" selidik Diana menghentikan langkahnya sesaat. Malas sekali diuntiti seperti itu.

"Aku takut kau kabur dari tanggung jawab," sangka buruk Chanyeon.

Diana mengeluh lesu. "Tidak. Sebaiknya kau kembali dan duduk manis di singgasana meja makanmu saja." Mengurvakan bibirnya, menggusah Chanyeon dengan kedua tangan yang dilambai-lambai--seperti menggusah ayam atau bebek. "Aku mau mengambil makanan lezat yang tertinggal di mobil. Tenang. Aku akan cepat kembali."

Chanyeon mengalah membalik arah. Diana melanjutkan langkah ke garasi mobil.

Setelah kembali membawa sekotak makanan berisi kimchi jjigae. Segera disajikannya untuk Chanyeon dengan semangkok nasi hangat terpisah.

"Karena tugasku sudah selesai, aku sekarang pergi ke kamar, ya?" Diana mengurvakan bibirnya sebelum beringsut pergi dari arah Chanyeon yang kini tengah sibuk mengamati kimchi jjigae pedas dalam mangkuk dengan warna merah menggoda selera.

"Kata siapa tugasmu sudah selesai, kau harus menemaniku makan," interupsi Chanyeon tanpa memalingkan muka untuk menatap perempuan yang berdiri di sampingnya.

Dahi Diana melipat samar, lalu melenguh lesu lagi perihal satu manusia ini yang pintar sekali membuatnya repot. Akhirnya, tanpa menjawab apa pun, dengan kemalasan yang membumbung di benaknya, Diana beringsut menarik kursi makan di sebelah Chanyeon, menyinggahkan pantatnya.

"Ini kimchi jjigae dari temanmu?" Chanyeon mulai menggunakkan sumpitnya mengambil kimchi jjigae di mangkuk.

"Iya, dia sangat pintar memasak, jadi kau pasti akan menyukainya." Menjawabnya dengan malas. Sesaat kemudian Diana mengambrukkan kepalanya ke meja makan dengan posisi menyamping, menjadikkan sebelah lengannya bantal.

Chanyeon mengangguk pelan, lalu mulai menyuap kimchi jjigae.

Diana dengan cepat terlelap di meja makan. Chanyeon yang berhasil menyuap kimchi jjigae itu tertegun akan rasanya, tepatnya cita rasa masakan yang membuatnya berhasil mengingat seseorang.

Berhasil menelan satu suap itu, Chanyeon melirik ke arah Diana di sampingnya yang kini sudah tertidur pulas dengan tubuh menyamping memunggunginya. Hati Chanyeon mendadak menghujam tanya, teringat akan sebuah nama yang kerap disebut oleh sosok yang sangat disayangi dan dihormatinya di dunia. Apalagi gadis yang kerap disebut itu pula katanya orang Indonesia.

Sesaat kemudian Chanyeon menggeleng pelan. Berasumsi bahwa itu tidaklah mungkin. Sosok yang di sebelahnya sekarang jelaslah bukan si pemilik nama yang sering disebut itu, nama yang ada kontras sekali dengan nama Diana.

Chanyeon mencoba tidak peduli, mengenyahkan banyak asumsi yang mendadak berseliweran di benaknya.

Tidak. Penduduk bumi sekitaran 7 milyar, bahkan mungkin sudah menyentuh 8 milyar. Rasa-rasanya kekhasan cita rasa masakan saja tidak bisa dijadikan sebuah patokan dirinya berasumsi sepihak akan seseorang. Ini jelaslah salah dan tak perlu dipikirkan lebih panjang lagi.

Chanyeon sungguh tidak mau peduli lagi sekalipun setiap menyuap kimchi jjigae masakan teman Diana ini, sungguh membuatnya banyak bernostalgia akan seseorang. Namun, sudahlah. Perutnya kini adalah prioritasnya agar dapat bersegera tidur, besok pagi ia harus bangun saat pagi-pagi benar lagi.

__________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro