Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tamarind Vegetable Soup

Liburan musim dingin sudah usai, Diana jelaslah sudah mulai berangkat kuliah ke Seoul National University.

Seperti biasa, Diana hendak melakukan tugas pertamanya di pagi hari, rerapi rumah dan membangunkan Chanyeon yang jika tidur seperti mayat hidup.

Padahal sudah semangat sekali Diana ingin membangunkan Chanyeon, alih-alih dirinya baru saja membeli tembakan air kemarin di Myeongdong, khusus untuk menjaili lelaki oriental itu jika saja sulit dibangunkan di setiap pagi. Tinggal menyerangnya dengan menyemprotkan air ke furnitur wajahnya yang kusut bak Dewa Erosi dengan material tubuh layaknya ikan paus yang bongsor itu jika tak kunjung bangun. Sprot-sprot. Sangatlah praktis, pula seru.

Namun, nyatanya di pagi ini semua itu tetap menjadi imaji, belum dapat terealisasi. Lelaki pemalas itu malah sudah tak ada di kasurnya dengan meninggalkan bed cover yang menggulung begitu saja.

Diana menghempaskan napasnya kasar. Meratapi keseruannya yang diharapkan pudar begitu saja. Terseok-seok merapikan kamar Chanyeon dengan penuh kemalasan.

Lumayan berselang lama, tubuh ramping Diana turun ke lantai bawah dengan membawa keranjang baju kotor dengan langkah kaki dihentak-hentak keras. Ia masih saja kesal dengan lelaki jangkung satu itu, belum habis pikir, kenapa bangun sendiri.

Tepat di balokan tangga terakhir, gerakan kaki Diana terhenti, alih-alih mencium aroma sesuatu yang sangat familiar di rongga hidungnya.

Diana mengkembang-kempiskan hidungnya yang mancung. Lagi dan lagi. Masih tak percaya dengan apa yang tengah ia hirup. Pasalnya ia mencium aroma masakan kesukaannya di rumah. Biasanya Bi Tin yang memasak untuk keluarganya dengan lauk ikan asin, serta sambal dadak terasi. Dan masakan Bi Tin adalah yang terlezat. Dengan resep andalan "Ala Kampung" katanya.

Diana masih terus menghirup dan menikmati aroma segar dan gurih yang semakin kuat. Aroma sayur asem.

Adakah tetangga baru yang memberikan sayur asem sebagai wujud pengenalannya ke penghuni rumah ini? terka Diana dalam benak.

Berselang sesaat, Diana menggelengkan kepala.

Tidak. Mana ada tetangga baru di sini memberikan sayur asem. Adanya kue beras. Dasar halu! decaknya, masih dalam benak. Mengerucutkan bibir. Mengasumsi dirinya sendiri jika ini hanya halusinasi semata. Efek kangen rumah sepertinya.

Mencoba tak acuh, tubuh ramping Diana meneruskan laju jalannya yang sempat tertahan. Namun, parahnya semakin banyak langkah yang dirinya teruskan, aroma sayur asem itu semakin nyata tercium. Ini mengesalkan karena sungguh menggoda selera makannya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk memastikan kebenaran yang ada. Melangkah ke dapur dengan keranjang baju kotor yang masih dalam pelukan tangannya.

Sepasang mata cokelat Diana membulat sempurna mendapati apa yang tersuguhkan di dapur. Chanyeon tengah memotong-motong kacang panjang segar.

"Ya! Chanyeon Oppa?" gumam Diana kemudian, masih tak percaya mendapati Chanyeon tengah memasak sepagi ini, pula ia yakin sekali jika memang tengah memasak sayur asem. Aromanya sungguh kentara jika itu berasal dari panci yang tengah merebus air yang sudah diberi bumbu halus ditambah sayuran yang bertekstur keras seperti kacang tanah dan jagung--selidiknya.

Masih dengan memeluk keranjang kotor dengan kedua tangannya, Diana beranjak mendekati Chanyeon, mengambil posisi di belakang Chanyeon, melirik-lirik.

Chanyeon yang sedang sangat fokus dengan eksperimennya tak menyadari adanya sosok Diana di belakangnya. Ia masih fokus dengan masakannya serta tutorial memasak sayur asem di You Tube melalui ponselnya, tersandar oleh tripod diletakkan di top table.

Chanyeon mendesah. "Ternyata membuat satu masakan ini tak semudah yang dibayangkan sebelumnya!" Bibirnya mengerucut.

Di belakang, Diana menahan geli mendapati Chanyeon yang terlihat frustasi. Membuat tampangnya yang so' cool menjadi aneh dan cenderung lucu. Ia pun menggeser posisi tubuhnya, menaruh keranjang kotor sembarangan tempat di lantai, beringsut meraih sendok di back panel dapur, mencicipi kuah sayur asem di panci yang tak ditutupi oleh Chanyeon.

Seketika Chanyeon terperanjat akan laku nimbrung Diana yang baru disadarinya. "Aish!" pekiknya, "Ya! Sejak kapan kau berada di sini?!"

Diana tetap bergeming, masih menimang rasa gurih bumbu di lidahnya untuk bersiap mengomentari masakan Chanyeon.

Chanyeon menghela napas panjang, mencoba bersabar dengan laku abai perempuan di sebelahnya dengan mengenakan hoodie warna pink lembut, menutupi rambut kepalanya dengan tudung hoodie yang direkat sempurna ke pinggiran wajah ovalnya dengan tali pengerat tudung yang ada.

"Ya!"

Setelah berhasil mencicipi dan dirasa cukup, Diana mengganti posisi tubuhnya menghadap Chanyeon. Nyengir. Memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi.

Chanyeon mendengkus. "Wae?"

Diana membisu, hanya menggelengkan kepalanya sebagai timpalan.

"Bagaimana rasanya menurutmu, heh?! Pasti enak!" Sembari senyum masam. Chanyeon jemawa.

Diana menggeleng lagi, tapi mengatakan, "Molla." Lantas mengalihkan sendok yang masih ia pegang ke tangan Chanyeon sembari berucap, "Cicipi saja sendiri! Tapi menurutku tidak enak! Hmm, tapi lumayanlah buat pemula." Ikut arogan.

Diana pun segera menjauh dari tubuh Chanyeon dengan membopong keranjang baju kotornya lagi dengan laku lelaki bongsor itu yang entah ngedumel apa mengiringi kepergiannya.

"Dasar bocah rese'! Mengesalkan!" decak Chanyeon dengan kilat mata kesal yang masih memperhatikan punggung Diana yang semakin menjauh.

Sebal menelusup tanpa ampun di pekarangan hati Chanyeon. Rusuh nian. Hingga akhirnya dirinya mencicipi kuah sayur asem buatannya itu dengan sendok yang sudah di sebelah tangannya, yang barusan diberikan Diana kepadanya itu.

"Aish!" rutuknya setelah mendapati masakannya ternyata sangat kecut karena kebanyakan asem.

Tanpa pikir panjang, dengan pekarangan hatinya yang semakin rusuh saja, Chanyeon langsung menambahkan satu gelas air ke panci. Namun, sebelum akhirnya ia mengaduknya, ia baru menyadari bahwa sedari tadi sendok yang tengah dipegang oleh sebelah tangannya adalah sendok yang barusan digunakan Diana untuk mencicipi kuah sayur asem. Aish! Sangat tidak steril!

Chanyeon meletakkan sendok yang tengah dipegangnya itu sembarangan ke top table dengan penuh kesal. Perutnya mendadak terasa mual, ia seperti ingin muntah, membayangkan bagaimana sendok itu sudah terkena air liur si bawel Diana, masuk ke mulutnya.

Gesit, Chanyeon beranjak ke westafel, berkumur-kumur sebanyak mungkin. Lantas berteriak kesal, "Ya! Kau meracuniku, Anna!"

***

Pekerjaan rumah Diana sudah beres. Ia pun sudah bebersih diri, lalu mengenakan outfit kemeja kerah berdiri putih polos yang dilapisinya dengan sweater cokelat.

Lumayan takut Diana bergabung ke meja makan, menggeser kursi dengan sangat pelan, dan duduk secara perlahan.

Diana melirik ke arah Chanyeon yang tampak apatis, tapi sorot matanya mengilat emosi, seperti hendak mau mengulitinya hidup-hidup.

Eh, ada apa? Perasaan aku tak membuat kesalahan apa pun! Diana bertanya-tanya dalam benak.

"Jangan bergaya so' innocent!" decak Chanyeon, masih dengan tatap mengilat penuh amarah.

"Mwo? So' innocent?" Menaikkan sebelah alisnya. Maksudnya apa sih?!

"Jangan berlagak so' tak tahu apa kesalahanmu. Kau sengaja 'kan memberikan sendok bekas cicipanmu tadi kepadaku?" kesal Chanyeon. Sepasang netranya mengilat kesal.

Diana mengernyit. Mencari memori perihal sendok bekas cicipan dan sesaat kemudian baru ingat dengan bibir menggumam, "Oh". Lalu menggigit bibir bawahnya.

"Hmm. Itu refleks saja." Diana nyengir canggung. "Memang ada apa dengan sendok itu, kau jadi mencucinya sendiri, ya? Kenapa harus mencucinya sendiri? Masukan saja ke bak cuci piring, nanti aku yang mencucinya seperti biasa." Mulai apatis, Diana melahap nasi.

"Bukan! Karena ulahmu itu aku jadi menggunakan sendok bekas air liurmu untuk mencicipi kuah sayur asem!" Suara bass Chanyeon menekan. Tatapan matanya masih saja bermonoton emosi.

"M-mwo?" Raut muka Diana mengelok aura kejut, beralih menatap wajah Chanyeon yang duduk berhadapan dengannya. "Kau serius?" selidiknya kemudian dengan aura wajah mulai menahan tawa.

"Menurutmu?" Menaikkan sebelah alis. Chanyeon menimpal sinis

Kini tawa Diana pecah. Wajah ras melayu itu justru tampak bahagia sekali setelah mendapati kenyataan telah membuat lelaki oriental di hadapannya masygul begitu. Membuat Chanyeon jelaslah berlipat emosi dengan perlakuan abai dan malah serasa diejek.

"Mianhae. Aku sungguh refleks memberikan sendok itu kepadamu. Itu bukan salahku. Murni kecerobohanmu, Oppa." Diana tertawa renyah lagi.

Chanyeon mendengkus dengan berpaling menatap ke lain arah. Dirinya semakin kesal akan keadaan. Menyesal kenapa mengutarakan hal itu. Seharusnya tidak. Ini malah menurunkan martabatnya sendiri. Pabo!

"Andai kau menambahkan lauknya ikan asin dan sambal dadak terasi. Itu akan sangat lezat, Oppa," keluh Diana, mendapati lauknya justru ayam goreng. Ia sudah mulai menuang sayur asem buatan Chanyeon ke mangkuk kosongnya.

Malas menjawab, Chanyeon hanya mengamat Diana yang tengah menaruh sayur asem itu dengan sebelah tangan.

"Wah, kelihatannya enak!" Antusias Diana dengan senyum lebar.

Chanyeon masih saja sibuk mengamat. Ia tidak ingin memakannya sebelum mendapat komentar enak dari gadis di depannya.

"Bagaimana rasanya?" sela Chanyeon saat Diana sudah menyuap sayur asem itu beserta nasi putih. Suara bassnya rendah, tampak ragu-ragu menanyakan itu.

Masih mengunyah, Diana melirik ke arah Chanyeon. Menelannya pelan, lalu memberi acungan satu jempol. "Hmm, enak sekali!"

Netra Chanyeon berkelok binar senang mendapati pujian dengan keantusiasan Diana itu. Tangan kekarnya langsung beringsut bersemangat mengambil sayur asem buatannya ke mangkuk kosongnya. "Sudah kuduga. Masakanku pasti enak!" cicitnya, mulai kumat berjemawa.

Diana melirik ke arah Chanyeon sesaat. Hingga berakhir pada titik lelaki oriental itu menyesap kuah sayur asemnya terlebih dahulu dan furnitur wajahnya yang semula cerah, perlahan berubah suram.

"Kau berbohong kepadaku, Anna," keluh Chanyeon, "Ini rasanya hambar." Menggigit bibir bawahnya setelah menyadari kecerobohan lain karena setelah mencicipi kuah yang terlalu kecut, ia menambahkan satu gelas besar air begitu saja, tanpa dicicipinya lagi karena terkadung emosi.

Diana yang tampak menyuap kembali sayur asem melirik ke arah Chanyeon. "Untuk seorang pemula, ini enak kok," timpalnya. Tersenyum tipis.

Chanyeon menghembuskan napasnya keras. Ia beringsut menyita mangkuk berisi sayur asem Diana. "Jangan dimakan! Kau lebih baik memakan ayam gorengnya saja," putusnya.

"Ya! Aku akan menghabiskannya!" sangkal Diana, menahan mangkuknya yang disita itu dengan menangkup bagan mangkuk dengan kedua tangan yang sudah dipegang dorong sisi bibir mangkuk itu oleh Chanyeon.

Chanyeon bergeming sesaat, melirik ke arah tangkupan kedua tangan Diana di mangkuk.

"Ini tidak layak dimakan!" Chanyeon mencoba menarik lagi bibir mangkuk sayur asem Diana.

Diana menggeleng. "Kau tahu, ini adalah salah satu masakan kesukaanku di rumah, Oppa. Aku tetap akan memakannya. Aku sudah terkadung bernafsu sekali!" Menggeret mangkuknya dengan tangkupan kedua tangan yang belum diurai.

"Aku tahu," jawab Chanyeon otomatis.

Kening Diana berkerut. "Mwo? Kau tahu itu salah satu masakan kesukaanku?"

Masih dengan mencondong ke arah duduk Diana di hadapannya itu yang tersekat meja makan, raut muka Chanyeon tampak gagap.

"B-bukan maksudku begitu. Aku hanya asal bicara. Jangan gede rasa!" sangkalnya. Merutuki dirinya sendiri dalam benak. Pabo!

Faktanya Chanyeon memang tahu jika sayur asem adalah salah satu masakan kesukaan Diana. Tahu sebab seminggu lalu dirinya saat menguntit Diana ke kamar untuk meminta buku bacaan yang membuatnya mengantuk itu. Tahu lewat sebuah kartu post it yang tertempel di nakas. Tercoret tinta curhatan.

Di mana aku bisa mendapatkan sayur asem kesukaanku? Aku tidak bisa memasaknya. Pula tak ada yang menjualnya di sini. Ini menyedihkan!

"Lalu, kenapa kau tetiba ingin membuat menu masakan ini, hmm? Pasti ada alasan, 'kan?" selidik Diana. Ia tak puas dengan jawaban gagap Chanyeon yang tampak meragukan.

"Aa ...." Sahutan suara bass Chanyeon mengambang, kehabisan stok kata untuk berkilah selanjutnya, otaknya mendadak tumpul. Hingga dirinya berkelit dengan melepaskan pegangan sebelah tangannya pada mangkuk Diana itu. Beringsut duduk di kursinya lagi.

"Wae?" Diana semakin menuntut kepastian.

"Aku hanya pensaran dengan masakan Indonesia ini karena kemarin ada yang mengatakan jika rasanya mirip kimchi jjigae." Akhirnya Chanyeon dapat berkilah. Dengan ketus pula hingga bibirnya kentara manyun. Padahal sesungguhnya sebagai wujud terima kasih karena resep teh kamomil dari Diana sungguh manjur menjadikannya dapat tertidur pulas setiap malam kini, sudah dapat terhindar dari pil zolpidem.

Diana mengangguk pelan. Ia mengiyakannya saja. Malas berdebat dengan satu manusia yang sangat keras kepala itu. Memilih menilik ponselnya yang dirinya letakkan berdekatan dengan mangkuk sayur asemnya. Biasanya pagi-pagi memang ia suka membuka berita di portal web Naver.

Reda berdebat dengan Diana, Chanyeon mulai sarapan dengan ayam goreng yang rasanya patut untuk ditelan oleh manusia. Sesekali melirik ke arah Diana yang kini malah menyibukkan jemari lentiknya men-scroll ponselnya.

Hingga sampai pada detik di mana Diana melipat keningnya samar, netranya membulat antusias saat membaca deretan kata berita di portal web Naver itu.

"Oppa," sebut Diana. Melirik Chanyeon yang hendak menyuap paha ayam goreng.

"Hmm?" Si jangkung menaikkan sebelah alis.

"Choi Julia. Eomma-mu, 'kan? Dia ...," ungkapan Diana mengambang, raut mukanya tampak enggan meneruskan perihal berita apa yang baru saja didapatnya.

"Hmm. Wae?" Melirik sesaat.

Diana menggigit bibir bawahnya. Sebelah tangannya mengulur ke arah Chanyeon untuk memperlihatkan breaking news di portal web Naver itu. Enggan mengatakan secara lisan.

Bibir Chanyeon yang sudah dikomandokan sebelah tangannya menyentuh paha ayam goreng, hendak menggigitnya, ia alihkan ke piring. Netra sipitnya mengilat ke arah uluran ponsel Diana itu. Meraihnya.

"Eommoni ...." Suara bass Chanyeon menggumam rendah setelah beberapa saat membaca berita di portal web Naver yang dimaksud Diana. Wajahnya berubah kaku, menggaris sendu.

________________

Translate:
Eommoni: ibu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro