Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Something

Bandung, Indonesia, 2024

"Kau pasti mengenaliku, 'kan, Anna?"

Suara bass itu mengata lagi teriring desau angin lembap di sekitaran private villa. Visor topi putih pemilik suara bass itu sudah berhasil ia angkat hingga memamerkan lebar jidatnya. Tampak sedikit menunduk untuk menatap khidmat gadis berkuncir ekor kuda di hadapannya yang malah kini beralih dari menunduk, membuang muka ke arah sampingnya.

Si pemilik suara bass itu, Chanyeon sudah geregetan sekali dengan gadis berkuncir ekor kuda di hadapannya yang malah pura-pura apatis. Ia yakin sekali, gadis di hadapannya, Diana jelaslah masih memahaminya dengan baik. Tiga tahun tak pernah bersua, ia angkuh akan asumsi Diana tak pangling dengan dirinya ini, bahkan hanya dengan mendengar suara bass-nya, Diana langsung paham.

"Annyeong, Di!"

Suasana canggung yang ada mendadak terlarut akan suara Kyung Seo yang tetiba nongol, mengambil tempat berdiri di samping Chanyeon.

"Ya! Kenapa pesanannya lama sekali. Kami menunggu dari tadi, Di!" cicit dengan suara cempreng Bae Hyun yang tetiba ikut nongol, nyempil di antara Chanyeon dan Kyung Seo.

Mendengar dua suara baru itu, Diana perlahan melengok ke arah mereka berdua yang berada di samping Chanyeon semua. Tertangkaplah wajah Bae Hyun tengah cengengesan ke arahnya dan Kyung Seo yang tersenyum kalem.

"Nado. Annyeong," sahut Diana, mengurvakan bibir kenyalnya perlahan.

Laku cepat tanggap dan ramah Diana itu berhasil membuat Chanyeon mengangkat sebelah alisnya. Kedua netra sipitnya menyorot wajah Diana yang kini masih mengulas senyum, mengaura kesal. Mendecak dalam benak jika bisa-bisanya justru memilih memprioritaskan Bae Hyun dan Kyung Seo daripada dirinya.

"Ya! Kau lambat sekali, Di. Aku sudah tidak sabaran ingin memakannya tahu!" decak Bae Hyun, pura-pura sebal. Disahut Kyung Seo mengangguk.

"Hmm, mianhae," rikuh Diana. Mengulas senyum tipis. Sedikit menundukkan tubuhnya.

"Jangan sungkan, Bae hanya bercanda mengomelimu," tukas Kyung Seo.

Diana mengangguk pelan. "Gomawo," terima kasihnya. "Ini pesanan kalian, Oppa." Menyodorkan kantung plastik berisi seblak pesanan mereka ke arah Bae Hyun.

Bae Hyun langsung nyengir sembari meraih uluran sekantung plastik berisi seblak pesanan mereka. Ia sungguh tidak sabaran untuk segera menyantapnya. Ia sangat penasaran akan satu masakan ini dari tiga tahun lalu saat Diana memberi tahunya satu masakan ini. Masakan yang katanya khas kota Diana, pedas, dan gurih akan rempah-rempah, lezat sekali.

"Semoga kalian menyukainya. Maaf atas keterlambatanku mengantar, Oppa," ungkap Diana seraya tersenyum tipis. "Aku mohon pamit. Annyeong," lanjutnya seraya sedikit membungkukkan tubuh. Lalu bergegas membalik tubuh untuk segera enyah.

"Anna!" panggil Chanyeon otomatis sekali.

Diana apatis akan sebutan khas Chanyeon itu untuknya. Memilih terus melangkah pergi. Perasaannya semakin kacau, berhasrat segera lesap dari villa yang tengah disambanginya ini.

"Kita belum membayar, Di!" Kini seruan Kyung Seo.

Suara Kyung Seo itu berhasil membuat Diana menghentikan langkahnya dengan terpaksa. Hendak menengok, tapi menyempatkan memejamkan matanya sesaat untuk mencari ketenangan. Berharap saat berbalik arah, ia tak menemukan Chanyeon di antara Kyung Seo dan Bae Hyun.

"Kami belum membayarnya, Di," ungkap Kyung Seo yang kini sudah berlari kecil, menumpukan tubuhnya di belakang Diana.

Mendengar suara Kyung Seo yang semakin jelas, Diana membalikkan tubuhnya. "Tidak usah, Oppa. Aku--" jawab Diana seraya menatap balik mata jernih Kyung Seo. Namun, terpotong begitu saja. Atensinya teralihkan dengan Chanyeon yang ikut mendekatinya, membuat ulah dengan mengambil kunci motor yang ia banduli gantungan kunci bulu kelinci.

Sebelah tangan kekar Chanyeon meraih gantungan kunci di tangan Diana lewat bandul bulu kelinci lembut warna putih yang tersemat. Genggaman Diana akan kunci motornya yang longgar membuatnya mudah nian mengambilnya. Memamerkan kunci motor itu sejajar dengan wajahnya, sengaja agar Diana mau menatapnya.

Tanpa sadar akan laku apatisnya barusan, mendapat perlakuan dadakan Chanyeon yang menjailinya, kedua netra cokelat Diana gesit mengikuti alur sebelah tangan Chanyeon yang menyita kunci motor. Tertumpulah ke sebelah wajah Chanyeon. Furnitur wajah lelaki jangkung di hadapannya itu akhirnya ia lihat secara sempurna.

"Kau tampak sehat. Aku senang melihatmu sekarang ini," ungkap Chanyeon. Masih mengangkat kunci motor Diana, sejajar dengan wajah ovalnya.

Diana tetap membisu. Malah melamun mengamat furnitur wajah Chanyeon dengan rambut grey yang tertutup topi putih. Masih sama seperti yang terakhir ia lihat dulu, di tiga tahun yang usai. Hanya saja, wajahnya tampak semakin dewasa karena faktor usia yang memang sudah menginjak 31 tahun.

"Bogoshipeo ...," ungkap Chanyeon dengan nada bass rendah seiring dengan desau angin lembap yang lewat dan langit Lembang yang semakin mengelabu.

Suara bass Chanyeon barusan berhasil membuat Diana sadar akan lamun. Namun, masih kukuh untuk membisu. Bergeming menatap Chanyeon.

Mendapati sikap mereka berdua, Kyung Seo memilih undur diri begitu saja dengan Bae Hyun yang sudah memberinya kode dengan melambaikan tangan agar segera masuk villa, jangan menjadi "obat nyamuk".

"Kenapa kau apatis? Apa kau sudah melupakanku, hmm?" selidik Chanyeon, sorot matanya menyendu. "Mudah sekali ya melupakanku hingga kau tidak mengenaliku lagi, Anna?" lanjutnya. Ditutup dengan meneguk ludah.

Kukuh bergeming, Diana malas mendengar ungkapan Chanyeon yang membuatnya tertarik akan kenangan masa lalu yang beberapa saat lalu hadir. Sekalipun, sejatinya, ia ingin sekali menepis keluhan Chanyeon akan dirinya yang sudah melupakan lelaki itu.

Bukan seperti itu. Semua ini sebab Diana justru tidak bisa melupakan Chanyeon. Ia justru terus terkungkung akan kenangan yang ada dengan satu-satunya lelaki yang menyebutnya Anna di dunia ini. Ia justru terus merasa berhutang budi dengan Chanyeon karena telah menjadi perantaran-Nya mengindahkan tujuan utamanya ke Korsel. Namun, ia takut terjebak pada kerumitan yang akan terjadi.

"Kembalikan kunci motorku!" decak Diana. Memilih berkilah dengan raut muka kesal yang amat canggung. Tak luput dengan mencoba mengambil paksa kunci motor, tetapi gagal oleh kegesitan Chanyeon berkelit.

Chanyeon tersenyum kecut. Malah memasukkan kunci motor yang sedari tadi diangkatnya ke saku kemeja flanel kotak abu-abu yang dikenakan. Sebelah tangannya itu lalu menyusur ke arah saku celana jeans, merogoh sesuatu.

"Kau masih ingat ini, Anna?" tanya Chanyeon yang kini telah berhasil memamerkan sesuatu yang berasal dari saku celana jeans, memberikannya pada Diana secara paksa.

Tidak menyahut apa pun, kedua netra cokelat Diana mengikuti alur tumpuan tangan Chanyeon yang meletakkan paksa sesuatu ke tangannya. Sesuatu yang berhasil membuatnya tertarik lagi akan kenangan di tiga tahun lalu.

Dalam tegunnya, wajah ayu khas ras melayu Diana memucat sembari mengamat layaknya orang linglung sesuatu yang kini berada di tangannya. Menyambang lagi dalam kenangan yang beberapa saat lalu mampu dihentikannya sebentar.

_____________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro