06: Di Balik Poni
Di depan pintu rumah Lula, Adina disambut dengan tatapan dongkol. Adina mengerti maksudnya karena di perjalanan, Evan menceritakan segalanya.
"Aku dan Lula pernah berpacaran," kata Evan saat mengendarai Subaru yang tidak lagi baru dengan kecepatan lumayan.
"Dan sekarang kau mengincar sahabatnya?"
"Tidak ada salahnya."
Lalu Adina mencoba menjelaskan bagaimana proses terciptanya sebuah drama persahabatan hanya karena seorang lelaki.
"Faktanya, Adina adalah sepupu Evan. So what, Lula? Aku pikir, Adina sendiri tidak bisa memilih harus menjadi sepupu Evan atau tidak."
"Aku juga tidak di beri izin ke sini jika tidak bersama Evan." Adina menambah penjelasan Kiera untuk meyakinkan Lula kalau dia tidak memiliki kesamaan sifat dengan Evan, seperti yang ada di kepala Lula.
"Ya, terserahlah. Lagi pula, aku tidak ingin pestaku berantakan hanya karena makhluk itu. Dan Adina, bisakah kau tidak memakai bando norak itu di sini?"
Pesta dilanjutkan. Tamu-tamu mulai memenuhi ruang tamu dan beranda di sampingnya. Suasananya seperti pesta remaja biasa. Ramai, cemilan di mana-mana, orang-orang sibuk melempar berbagai lelucon jorok, banyak orang pacaran diiringi dengan suara musik yang cukup memusingkan. Sementara itu, Adina kerepotan dengan poninya yang selalu turun menutupi setengah matanya. Meskipun kerepotan, Adina tidak membencinya karena aktivitas menyibak poni dapat menyamarkan aktivitas melihat seseorang. Di balik poni dan jemari Adina, Shad tampak sibuk menggerak-gerakkan gagang pengendali di meja foosball bersama beberapa anak laki-laki lain.
"Kau mengincar Ed?"
Adina tidak sadar kalau Lula sudah duduk di sampingnya. Gadis itu tampak tidak kewalahan dengan rok tutu hitam dengan aksen hijau metalik.
"Hati-hati. Dia mantannya Kiera," lanjut Lula
"Hei, hei! Aku adalah manusia yang meletakkan masa lalu di belakang."
Adina juga tidak sadar kalau Kiera sudah berdiri di dekatnya, sibuk meneguk soda di cup merah.
"Sebentar, kalian sepertinya salah sangka." Adina benar-benar ingin meluruskan kesalahpahaman yang terasa sangat mengganggu.
"Jadi …?" Lula mengamati perkumpulan pemain foosball di dekat pintu beranda. "Ed, Sean, Fred, Jory, Shad. Shad?"
Mulai sekarang, Adina memutuskan untuk berhati-hati karena Lula terlalu berbakat dalam urusan tebak-menebak. Lalu gadis itu terpaksa menjawab jujur. "Shad dan aku dulu berteman. Sebenarnya, aku pernah tinggal di kota ini dan bersekolah di GLI."
Selanjutnya, Kiera dan Lula menuntut cerita tentang masa kecil Shad dan Ed kepada Adina.
"Aku tidak terlalu bersosialisasi saat kecil. Aku hanya punya satu teman, yaitu Shad. Dan Ed, entah kenapa anak itu sangat membenciku. Ya, untung saja Shad memberinya pelajaran setelah mengetahui semua buku di tasku ditempeli permen karet."
Kiera dan Lula sama-sama berteriak histeris hanya karena tidak percaya kalau Shad dan Ed pernah bermusuhan. Menyadari situasi yang bisa menguntungkannya, Adina balik menyerang mereka dengan mempertanyakan awal hubungan Shad dan Ed.
"Aku tidak tahu persis, tapi mereka bertiga —"
"Bertiga?"
"Ya. Shad, Ed, dan Jory. Kau tidak kenal dengan Jory?"
Adina menggeleng, lalu Lula menunjukkan anak laki-laki di sebelah Shad. Adina pikir, Lula adalah manusia terpucat yang pernah dia kenal. Ternyata kulit Jory mampu mengalahkannya.
"Teruskan ceritamu, Kiera," kata Adina kemudian.
"Saat aku masih berpacaran dengan Ed, mereka tidak terlalu dekat. Ya, semenjak insiden razia itu …."
Adina sangat ingin membuang soda yang sedang diminum Kiera. Setelah meneguk dua kali, Kiera duduk di depan Adina dan mendekatkan diri ke gadis itu.
"Kau tahu? Shad pernah ketahuan membawa obat penenang di kantong celananya —"
"Yo, yo! Lula! Bagaimana kalau kita bermain permainan?"
Seorang berambut kribo menghampiri mereka dan hampir mengacaukan kesabaran Adina.
***
"Ayolah, Shad! Kita akan kalah jika kau hanya asal memutar-mutar kendali."
Shad tidak menghiraukan Jory dan tetap memutar kendali meski dia tidak tahu entah di mana bola berada. Sementara itu, Fred dan Sean bersorak-sorai saat bola masuk ke gawang kecil di dekat Jory.
"Kau payah, Shad," kata Jory tanpa nada provotif. Shad hanya menyibakkan rambut tanpa benar-benar ingin menjauhkan rambutnya dari mata. Dia ingin pandangannya tersamar, lebih tepatnya menyamarkan pemandangan tiga gadis yang berkumpul di sofa ruang tamu.
"Aku berharap anak itu tidak mempengaruhimu."
Shad hanya tersenyum kecil dan merebut cup soda dari genggaman Jory.
"Aku serius, Man. Aku harap rencana itu tidak berhenti hanya karena Adina."
"Adina? Siapa dia?"
Ed tertawa ringan dan merangkul Jory. "Kau tahu? Shad dulu sempat menjadi seorang banci karena selalu berteman dengan seorang anak perempuan," kata Ed, disambut dengan tawa Jory dan lemparan cup kosong dari Shad.
***
Seminggu sebelumnya.
Tribun lapangan baseball di Golden Lake Institute tidak terlalu ramai karena memang tidak ada pertandingan siang itu. Ada beberapa siswa yang duduk di sana. Ada yang sedang makan siang, ada yang berdiskusi tentang pelajaran, ada yang berpacaran, dan ada yang hanya sekadar berkumpul tanpa tujuan yang jelas, seperti Shad, Ed, dan Jory.
"Jadi kau ingin lari?" tanya Ed.
"Tidak. Lebih dari itu. Aku ingin membuat dia tidak memiliki siapa pun." Mata hazel Shad tampak semakin gelap dan semakin masuk ke dalam. "Tapi bukan dengan cara murahan seperti yang sering kau lakukan, Ed."
"Lakukan hal yang besar. Benar-benar besar." Jory memberi usul.
Ed tampak berpikir sambil sibuk memainkan sarung tangan baseball.
"Bagaimana dengan gedung itu?" Dia menunjuk gedung putih di Utara dengan tatapannya. Shad dan Jory pun mengikuti arah pandang Ed dan mereka sibuk berpikir tentang apa yang hendak mereka lakukan dengan gedung itu sampai suara pesan masuk dari ponsel Shad mengganggu pikiran mereka.
Aku mendapat kabar tentang nyonya Morton. Dia meninggal dunia tadi pagi.
"Bagaimana, Shad? Apakah kau ingin melenyapkannya?"
Lalu Shad mengangguk tanpa ragu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro