04: Anak Culun
"Kiera, menurutmu, kenapa Harper Lee memilih mockingbird sebagai perumpamaan?"
Perempuan yang dari tadi sibuk mencari cabang di ujung rambut ikalnya menoleh enggan. Baginya, lebih baik menjawab pertanyaan tentang jadwal menstruasi daripada pertanyaan tentang burung yang sama sekali belum pernah dia lihat. Penghuni kelas yang benar-benar menunggu jawaban Kiera hanyalah guru bahasa yang baru saja bertanya dan beberapa anak jenius yang antusias menunggu kebodohan apa yang akan keluar dari mulut gadis berkulit eksotis itu.
"Mungkin pada saat dia menulis, mockingbird sedang jadi tren," jawab Kiera santai tanpa peduli dengan cekikikan iba dari barisan depan. Dia kembali mencoba menemukan cabang di ujung rambutnya.
Selera Evan cukup oke. Itu yang terlintas di pikiran Adina. Dia takjub mendengar jawaban Kiera —lebih tepatnya kagum. Mungkin, sesekali, Adina harus mencoba menjawab pertanyaan guru dengan jawaban seberani itu meskipun dia tahu, arwah orang tuanya tidak akan tenang mendengarnya. Setidaknya saat ini arwah orang tuanya masih tenang karena guru bahasa tidak bertanya kepada Adina karena bunyi bel menandakan pertanyaan tak terjawab itu harus berakhir. Dari pembahasan tentang novel Harper Lee tadi, hanya satu hal yang bisa Adina petik, yaitu: tidak mudah untuk bisa dekat dengan Kiera. Hal itu terbukti karena Kiera, tanpa basa-basi, langsung melangkah keluar kelas.
"Kiera?" Adina bermaksud menyapa namun nadanya terdengar seperti sebuah pertanyaan.
Kiera menoleh dan memandangi Adina dengan ekspresi masa bodoh.
"Hai," kata Adina saat sudah berhasil menyusul Kiera di koridor.
"Apa?"
"Oh, a-aku Adina, murid baru di sekolah ini."
"Aku tidak tahu ada anak baru, dan sekarang aku sudah tahu. Terima kasih." Kiera melanjutkan langkahnya, sama sekali tidak tertarik dengan topik anak baru.
"Jawabanmu tadi bagus." Adina kembali menyesali kalimatnya karena terdengar begitu sarkastis.
Mereka menelusuri koridor—entah kemana—melewati gerombolan anak laki-laki yang hampir semua mengunyah permen karet, dan hampir semua melirik Kiera, dan hampir semua tersenyum menggoda.
Kiera cukup populer.
"Ya, aku tahu itu terdengar bodoh." Kiera terus berjalan tanpa memedulikan siulan-siulan sumbang dari gerombolan anak laki-laki itu.
"Tidak, tidak. Bukan begitu. Aku setuju. Andai saja Harper Lee menukar mockingbird dengan beo, mungkin semua tetap sama. Maksudku, membunuh burung beo juga tidak adil, kan?" Adina bersumpah arwah kedua orang tuanya mulai tidak tenang karena mendengar omong kosongnya tadi.
Kiera berhenti di depan loker. Sebelum membuka pintu loker miliknya, dia berbalik, menghadap Adina dan bersandar membelakangi loker.
"Kiera! Aku mencarimu ke mana-mana. Ada hal yang darurat! Sepatu yang dikirim Grandma kemarin ternyata sangat kontras dengan gaun pestaku. Aku sudah bilang ke Daddy kalau di mata Grandma, warna hijau bisa menjadi warna merah. Oh God! Bahkan hak sepatu itu sangat tebal seakan aku adalah nenek-nenek yang lupa bagaimana cara berjalan menggunakan high heels ... well, siapa anak culun ini?"
Seorang perempuan berkulit pucat menghampiri Adina dan Kiera. Adina bertanya-tanya, apakah penampilannya seculun itu?
"Lula, itu bukan masalah besar. Kita tinggal pergi ke mall dan semuanya akan beres. Ah, anak ini. Dia anak baru, dan dia lumayan juga."
"Itu terdengar cukup menyenangkan. Siapa namamu?"
"Adina. Aku Adina."
"Baiklah Adina, karena setiap temannya Kiera adalah temanku juga, kau diundang ke pestaku, lusa, Jumat malam."
Adina benar-benar merasa seperti anak culun yang baru saja diterima di perkumpulan anak populer berpenampilan trendi.
***
Adina masih tidak menyangka, untuk masuk ke lingkaran pertemanan Kiera tidak sesulit yang diduga. Malamnya, dia sibuk memilih gaun demi mematahkan kata culun yang diberikan Lula kepadanya. Setelah hampir setengah jam berdiri di depan lemari, Adina putus asa. Deretan gaun yang digantung di lemari terlihat memalukan. Semua berwarna kusam. Andai saja Adina punya uang, dia akan mengikuti cara Kiera dalam mengatasi masalah sejenis ini; pergi ke mall.
Kesibukan memilih pakaian yang tidak juga berakhir itu terpotong oleh nada dering singkat dari ponsel di atas meja. Keajaiban sudah datang! Adina seolah akan mendapatkan serangan jantung ketika melihat tanda pesan masuk di akun email-nya. Dia jarang mengirim pesan dan yang paling terakhir adalah pesan untuk Shad. Adina segera membuka pesan dengan gerakan super cepat.
Hai, Adina! Seperti yang kaulihat, kabarku baik.
Balasan apa yang diharapkan Adina? Memang sudah semestinya begitu. Apa kabar? Baik. Lalu apa?
Adina ingin sekali mencampakkan ponsel di genggamannya namun dia tahu itu tidak terlalu penting. Jadi, dia mencampakkan diri ke tempat tidur, lalu memikirkan cara untuk membalas pesan yang tidak membutuhkan balasan, sampai gadis itu benar-benar tertidur.
***
Tidak ada yang selesai. Pencarian baju pesta belum selesai, dan balasan pesan untuk Shad pun. Makan malam membosankan juga belum selesai.
"Bagaimana harimu, Adina?"
Pertanyaan membosankan itu pun belum selesai.
"Tentu saja, baik," jawab Adina dengan yakin. "Ah, aku mendapat undangan pesta dari seorang teman. Apakah boleh?" Adina merasa harus mendapatkan izin pamannya untuk bisa pergi ke pesta Lula.
"Tentu saja boleh."
"Kapan pestanya? Siapa temanmu itu? Apa pestanya di malam hari? Kau masih baru di sini, jangan sampai berteman dengan orang yang salah." Mila tampak tidak yakin dengan izin suaminya.
"Ti-tidak terlalu malam. Jam setengah tujuh. Aku berjanji akan pulang jam sembilan. Sebenarnya yang punya pesta adalah temannya teman sekelasku. Acara ulang tahun biasa, dan itu terbuka untuk semua anak kelas dua."
"Itu sangat bagus. Kau bisa bersosialisasi di sana. Evan akan mengantarmu."
Mendengar decak dari mulut Evan, Adina segera menolak saran pamannya. "Sebenarnya aku bisa pergi sendiri. Kiera sudah memberiku alamat lengkap."
"Santai saja. Aku bisa mengantarmu. Lagi pula, aku punya banyak kenalan anak kelas dua. Siapa dia yang punya pesta? Mungkin aku mengenalnya."
Adina yakin, Evan berubah pikiran hanya karena mendengar nama Kiera.
"Lula. Namanya Lula."
Lalu Adina mendengar Evan kembali berdecak-decak.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro