Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

03: Stalker

Adina tidak bisa diam saja sementara pertanyaan di kepalanya terus-menerus bertambah.

Sepulang sekolah, gadis itu sibuk menatap layar ponsel di meja belajarnya. Setelah lima belas menit menyelami website sekolah, akhirnya Adina menemukan data siswa kelas dua. Ada beberapa siswa yang Adina kenal, dari yang kenal benar sampai yang kenal nama atau wajah saja. Jumlah siswa yang dia kenal nama atau wajahnya saja lebih banyak daripada yang benar-benar dia kenal. Itu karena yang benar-benar dia kenal hanyalah Shad.

Foto Shad tidak terlalu menarik. Dia hanya berpose tanpa senyum dengan mata tidak menatap kamera. Adina tidak terlalu membutuhkan foto itu. Yang dia butuhkan adalah nomor telepon yang bisa dihubungi. Namun semua percuma. Tidak ada satu pun deretan angka yang menandakan itu adalah nomor telepon. Jadi, Adina hanya mencatat alamat email-nya saja.

Adina juga menemukan profil Ed, si Pengacau yang belum tobat. Melihat foto Ed yang memamerkan senyum angkuh, Adina cepat-cepat menutup tampilan browser. Daripada pusing melihat foto Ed, dia memilih pusing merangkai kata untuk dikirim ke alamat email yang sudah disalin di catatan ponselnya. Adina pun mengetuk logo amplop surat di layar ponsel.

Hai, Shad. Ini Adina. Kenapa kau berteman dengan Ed? Kenapa kau kurang antusias ketika bertemu dengan sahabat kecilmu ini? Kenapa rambutmu semakin berantakan? Kenapa kau masih terlihat tampan dengan rambut berantakan? Kenapa kau berteman dengan Ed?

Dengan gusar, jempol Adina mengetuk-ngetuk tombol delete di papan ketik. Seharusnya dimulai dari basa-basi, pikirnya.

Hai, Shad. Maaf karena aku mengirim email tanpa izin. Dari alamat email-ku, kau pasti tahu siapa aku. Begini, aku baru saja pindah, maksudku, aku baru saja kembali ke kota ini dan sekolah itu. Aku harap kita masih bisa berteman meskipun kondisinya tidak sama seperti dulu (meski aku tidak tahu apakah semua masih sama atau tidak). Dan, bolehkah aku bertanya satu hal? Kenapa kau berteman dengan Ed?

Sekali lagi, Adina menghapus semua kata-kata yang terasa menjijikkan saat dibaca ulang. Setelah melakukan latihan pernapasan beberapa menit, dia kembali mengetik.

Hai, Shad. Ini aku Adina. Senang bisa bertemu denganmu lagi. Bagaimana kabarmu?

Saat menyalin alamat email Shad di kolom daftar penerima, Adina menyadari sesuatu. Email itu menggunakan domain milik sekolah. Murid-murid menggunakannya khusus untuk keperluan sekolah. Jadi, merupakan keajaiban jika pemiliknya login di luar jadwal ujian. Meskipun begitu, Adina terlalu ingin mengetuk tombol kirim.

***

Adina harus membiasakan diri mengikuti aturan-aturan di rumah pamannya. Bangun jam lima pagi, tidak boleh melewatkan sarapan, makan malam yang selalu tepat waktu, lalu cuci piring setelah makan. Semua kebiasaan yang dirancang bibinya itu terasa menjemukan baginya, meski dia baru melaksanakannya sehari. Namun, ada satu kebiasaan yang terasa melegakan, yaitu tidak ada bekal makan siang. Makanan yang tersimpan terlalu lama di kotak selalu terasa menyedihkan di lidah Adina.

"Bagaimana hari pertamamu?"

Inilah salah satu hal yang terasa menjemukan. Percakapan di meja makan. Adina sebenarnya sering makan malam bersama dengan ibunya ataupun dengan kedua orang tuanya ketika mereka masih hidup bersama. Hanya saja percakapan yang tercipta tidak seklise yang keluar dari mulut pamannya sekarang.

"Cukup baik. Aku harus mengejar beberapa materi yang tertinggal," jawab Adina sambil berusaha terdengar antusias.

"Kau juga harus mengejar beberapa beasiswa, atau beberapa pekerjaan paruh waktu." Suara Mila terdengar lebih antusias.

Lalu Gary berusaha mengalihkan topik dengan mengatakan akan membeli komputer dan rak buku untuk melengkapi kamar Adina. Masalahnya, pengalihan topik itu terlihat gagal total karena Mila semakin gencar menyuruh Adina untuk meringankan biaya sekolahnya, seakan semua pemberian pamannya adalah utang. Adina hanya berharap piring Evan kembali berbunyi nyaring.

***

Setelah makan malam, Adina memberanikan diri untuk bertanya tentang hubungan antara Shad dan Ed kepada Evan. Dia memanfaatkan peluang saat bibinya menonton tayangan drama di televisi dengan volume lumayan keras.

"Kau bertemu dengan mereka tadi?"

Adina mengangguk di depan wastafel sambil tangannya sibuk membilas piring. "Hanya sekadar bertemu. Maksudku, mereka sedang terlibat perkelahian tadi—tidak, bukan mereka, tapi hanya Ed. Lalu aku tidak sengaja melihat Shad di sana."

"Banyak yang berubah," kata Evan sambil menyimpan makanan sisa ke dalam lemari pendingin. Sementara itu, Adina hanya meringis menyadari kemiripan kalimat antara ayah dan anak.

"Shad dan Ed berteman akrab sejak masuk SMA. Sejak itu, mereka sering terlibat masalah di sekolah dan keluar-masuk ruang Madam Derida."

"Masalah yang bagaimana?"

"Aku sebenarnya tidak terlalu peduli. Tapi banyak yang bilang, mereka sering berkelahi dengan beberapa siswa. Ah, ada juga kasus yang pernah gempar ...."

Adina hampir saja menjatuhkan piring dari tangannya. "Apa itu? Cepat katakan." Dia terpaksa menghentikan aktivitas menyusun piring agar bisa menyimak dengan cermat.

"Info ini tidak gratis."

"Maksudnya?"

"Kau harus mendapatkan nomor ponsel Kiera, teman seangkatanmu. Nomor ponsel yang aktif."

"Baiklah. Itu hal mudah," kata Adina dengan keyakinan penuh meski dia sama sekali tidak mengenal siapa dan bagaimana wujud asli Kiera.

"Shad pernah ketahuan membawa narkoba di kantung celananya."

"Itu pasti gosip murahan."

"Setidaknya itu yang diucapkan anak-anak di sekolah. Terserah mau percaya atau tidak. Ah, jangan lupa janjimu."

Evan pergi meninggalkan Adina yang masih diam tertegun, yang masih berdiri kaku, dan masih memegang sendok garpu.

***

Keajaiban itu belum juga datang. Sudah hampir delapan jam, dan surel Adina belum dibalas Shad. Adina yakin, pesan itu akan masuk ke dalam Daftar Pesan-pesan yang Tidak Pernah Dibaca Penerimanya. Entah di nomor keberapa, dia tidak terlalu peduli. Sebenarnya Adina juga tidak terlalu peduli jika memang Shad tidak pernah membaca pesan kurang bermakna itu. Namun semua akan berbeda jika Shad membacanya saat semua sudah terasa basi. Saat mereka sudah dewasa dengan kehidupan masing-masing dan sudah tidak saling peduli satu sama lain, pesan itu akan terlihat sangat menyedihkan.

Ayolah Adina, ini bukan era 90-an. Manfaatkan media sosial!

Maka, dua jam berikutnya, Adina tenggelam bersama ribuan akun Twitter. Sepuluh menit pertama, dia mencari akun Evan, lalu menemukan akun Kiera di daftar akun yang diikuti Evan. Setelah lebih dari setengah jam menelusuri profil Kiera—yang selalu update tiap jam—akhirnya Adina tahu bagaimana wajah Kiera dan sedikit bisa menebak sifat gadis itu dari twit-twitnya. Di antara ribuan akun yang diikuti Kiera, butuh waktu selama dua puluh menit untuk menemukan akun Niki dan Ed. Adina yakin, Ed pasti mengikuti akun milik Shad, tetapi matanya sudah terlalu letih untuk mencari di antara 538 akun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro