Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kata Ke-22 : Pekerja-keras

Pagi yang tidak cerah, tidak ada burung dan juga tidak ada matahari kelihatan. Sang mentari sedang malu tertutup awan sehingga terjadilah mendung. Ya benar, hari ini hujan cukup deras. Genangan air di halaman rumah merefleksikan keadaan langit hari ini.

Mantel hujan sudah, payung sudah, baju ganti sudah, tas sekolah sudah, bekal sudah, apa yang kurang? Uang jajan. Hari ini uang jajan (y/n) dipotong karena kemarin dikasih uang berlebih. Namanya prontagonis harus tabah, meski uang tak ada, namun saldo kereta api masih ada.

"Yakin jalan kaki?"

"Daripada sepeda, megang payungnya gimana? Licin jugaan."

(Y/N) duduk di depan pintu mau keluar rumah. Tangannya sibuk memakaikan sarung sepatu yang terbuat dari plastik. Ia lalu bangkit, menyalami ibunya dan berangkat keluar rumah. Payung transparan itu dibuka setelahnya, perlahan melangkah melawan arus hujan yang deras.

"Ayolah... tembus ujan macem nembus cinta!"

Memang perkataan omong kosong. Tetangga tercinta juga hari ini tak ada mampir. Toh sepedanya juga ga kelihatan.

(Y/N) mulai berjalan ke arah stasiun. Dipertengahan jalan ia melihat sosok yang ia kenal. Ingat Akita Neru? Cewek ikat samping berwarna kuning kunyit. Ia terlihat stres dengan tatapan ke bawah lalu helaan napas.

"Neru?... Neru!"

"Hah?" Neru akhirnya menatap ke arah manusia di sebelahnya. Mukanya canggung melihat gadis itu tersenyum.

"Kau kenapa murung gitu?"

"Nggak... ga papa kok!"

Senyum yang dipaksakan, Bahkan matanya masih terlihat sendu.

"Pergi bareng yok."

"Hmm... oke."

Berjalan berdampingan ke sekolah, hanya dengan percakapan basa-basi. Hingga di stasiun mereka berdua tetap berjalan berdampingan sampai duduk samping-sampingan di dalam kereta.

"(Y/N), kau sering berangkat bareng Len?"

"Ha? Kami ga pergi sesering itu kok. Kalo lagi pas pasan aja."

"Hari ini kenapa nggak bareng dia?"

"Dia gak ada di rumahnya. Nggak tahu sih udah berangkat atau belum."

"Ooh..."

"Ngomong-ngomong... selamat ya kamu jadian sama Rinto." Neru tersenyum sembari memegang tangan (y/n).

"Makasih... uh... Neru mau onigiri?"

"Boleh-boleh."

Selama di kereta, mereka hanya membicarakan tentang pelajaran sekolah dan gossip tentang guru. Bukan tentang Len bukan juga tentang Rinto. Hanya percakapan siswa biasa.

Akhirnya, mereka sampai di stasiun dekat sekolah. Di stasiun hujan masih rintik-rintik. Di tempat yang ramai itu (Y/N) terkejut dengan tepukan pelan di pundaknya.

"Permisi, apa kau bernama (Full Name)?"

Perempuan cantik jelita dengan ikat dua dan seragam sekolah favorit, Vocaloid Art School. Neru dan (y/n) sempat terdiam sebentar. Siapa yang gak kenal dengan Hatsune Miku? Aktris film dan musikal serta aktris iklan.

"Nggak, maaf," jawab (y/n). Neru melihat ke arah (y/n) sebentar. Tentu pesan ibunya (y/n) jangan pernah percaya dengan orang asing meskipun orang itu populer sekalipun.

Miku melihat tajam ke arah Neru dan (y/n) mulai dari ujung kepala sampai kaki. "Kalian satu sekolah sama Kagamine Len, kan?"

Keduanya mengangguk serentak. Miku berkata, "kalian gak punya pin nama di dada?"

"Kami cuma pakai itu pas hari-hari penting saja, sisanya nggak..." jawab Neru. (Y/n) memegang tangan Neru erat dan membungkuk. "Mohon maaf, kami harus buru-buru. Permisi."

(Y/n) buru-buru balik badan dan jalan cepat diikuti dengan Neru yang berupaya menyamakan jalannya dengan gadis itu.

"Hei-"

"Hatsune Miku!!"

"Miku-tan disini?!"

Tak lama mulai banyak suara jepretan kamera dan teriakan penggemar yang mengerumuninya. Kedua gadis itu selamat keluar dari stasiun lalu membuka payung masing-masing tanpa melihat ke belakang.

"Syukur aja..." hela (y/n). Mereka berjalan menuju ke sekolah tanpa rasa canggung seperti sebelumnya.

"Hei... kau kenapa ga ngasih tau namamu? Lumayan kalo dia berteman samamu dia kan artis."

"Neru~ meskipun dia itu artis tetep aja dia itu orang asing. Gak bisa dipercaya gitu aja."

"Kalo aku?" Neru menunjuk ke dirinya sendiri membuat (y/n) tertawa tipis.

"Owh, c'mon... kita udah hampir setahun sekelas. Kau itu temanku juga."

▪ ▪ ▪

Bangku Len dan Rin kosong hari ini, entah kemana mereka berada. Kalau pikir positif, mungkin RinLen lagi kerja hari ini. Rinto hari ini juga tidak bisa tersenyum tulus. Ketika ditanya kemana saudaranya itu, ia hanya menjawab tak tahu karena berangkat sendiri-sendiri.

Hanya bertegur sapa saat pertama masuk hari ini antara (y/n) dan Rinto. Pelajaran sejarah, Kimia setelah itu bel istirahat berbunyi. Tepat disaat itu Rinto berjalan dan duduk di bangku Len. (Y/N) berbalik ke belakang, duduk terbalik.

"Kau mau nanya Len kemana kan?"

Tanpa basa-basi Rinto membuka percakapan dengan topik rivalnya itu. Ia menghela napas dan mengisyaratkan pacarnya itu mendekatkan telinganya.

"Dia dan Rin kecelakaan pagi ini. Rin cuma luka, Len sekarang terbaring lemas-"

"Dia kemaren malam masih bicara sama aku loh!"

"Shh!"

Rinto melirik ke arah teman sekelasnya, untungnya tak ada yang menempatkan perhatiannya kepada mereka berdua.

"Tadi pagi dia pergi sama Rin mau kerja, cuma pas naik mobil dari mansion.. supir kami masih mengantuk."

"Ketabrak?"

"Bus nabrak mobil kami."

"Kenapa ga masuk berita? Dimana orang tu sekarang?"

"Agensinya gak mau penggemar tahu, apalagi Rin lagi ada projek kolaborasi... ada di rs kosoado. Mau jenguk?"

"Mereka gak diajak?"

"Rin ngechat aku kalo dia gak mau ada yg tau."

Singkatnya, pulang sekolah mereka berdua langsung pergi ke Rumah Sakit Kosoado. Rinto kembali melihat isi percakapannya dengan Rin. Rin sudah kirim alamat kamarnya Len. Kamarnya pribadi, jadi beritanya gak tersebar. Rinto sama (Y/N) bawa kue kesukaan Len, kue makaron yang pada akhirnya bakalan dimakan sama Rin juga.

"Permisi," salam Rinto. Lelaki itu perlahan membuka pintu kamar tersebut. Mereka berdua masuk dengan membawa kantungan kue yang dipegang oleh (y/n).

Sosok Rin terlihat duduk dengan beberapa perban menempel di tubuhnya. Ia yang tadinya terlihat murung seketika tersenyum menyambut kedatangan teman dan saudaranya itu.

"Gimana sekolah? Aman?"

"Nanti aja itu, kau gimana?" tanya (y/n). Insan itu meletakkan kue di meja dekat tv tepat di depan tempat tidur Len dengn jarak beberapa meter saja.

"Aman lah, cuma luka. Tapi Len sama supir kami..." Rin menoleh ke arah Len yang sedang tertidur pulas dengan beberapa perban dan infus di tangannya.

"Tulang tangannya retak gara-gara kebentur."

"Yang pasti, dia gak koma kan?" Rinto duduk di sofa untuk dua orang yang tersedia. (Y/N) ikutan duduk di samping Rinto dengan cemas.

"Nggak, cuma dia kena bius habis operasi-"

Pintu terbuka setelah itu. Terlihat si kucir dua hijau toska dengan kacamata hitam dan seragam sekolah elitnya, di tangannya terdapat dua buket bunga dan sekatung besar yang berisikan buah-buahan.

"Len--Len-ku mana?!"

(Y/N) yang kaget langsung bersembunyi di balik punggung Rinto. Dengan bisikan Rinto bertanya, "kenapa?"

"Dia nanya soal namaku. Aku takut dia mau macem macem gitu.."

"Kapan?"

"Tadi pagi di stasiun... sama Neru."

(Y/N) sepenuhnya menempelkan wajahnya ke punggung Rinto yang berbidang itu. Dilanjutkan oleh Miku yang buru-buru masuk ke dalam.

"Oh, Rin! Gimana Len? Dia koma?"

"Iya.." ucap Rin dengan muka datar.

Miku shok berat. Setelah meletakkan bawaannya, dia bergegas ke samping Len. Menggenggam tangannya, dan mengelus-ngelus telapak tangan Len.

"Dia membutuhkanku Rin. Kau boleh pulang."

"Ehem.." batuk Rinto mengalihkan pandangan Miku dan Rin. Miku hanya membalasnya dengan senyuman mainstream yang sering ia berikan ke media.

"Apakah kau kakaknya Rin?"

"Maafkan aku, kepala hijau-"

"Kau bilang apa?!" Miku berdiri tegak. Merasa tersinggung dengan panggilan itu, ia berjalan perlahan ke arah Rinto yang menyengir. Bunyi hak sepatunya yang berwarna merah muda terdengar nyaring.

"Kau melupakan ada kami disini. Kau itu bukan relatif."

Rin cuma duduk kembali di sebelah Len. Ia melihat ke arah Len yang terlihat sedikit mengerutkan dahinya.

"Maaf, Kagamine-san. Tapi yang dia butuhkan itu cintaku."

"Oh benarkah?" Rinto menatap tajam Miku. Keduanya saling beradu cengiran sinis.

"Yang Len cinta dan sayangi itu (Full Name) bukan elo."

"Rinto-" gumam Rin pelan. Kondisinya (y/n) juga ikutan kaget. Dia gak tahu kalau Rinto tahu kalau Len suka sama dirinya. Genggaman (y/n) semakin erat di balik punggung Rinto.

"Lagian lo ngapain sih ganggu ganggu kehidupan sepupu gue? Cuma sempat main drama bareng aja udah kebaperan."

"Dia siapa-" Miku menunjuk ke arah (y/n), gadis yang berada di belakang Rinto.

"Pacarku."

"Siapa?"

Miku menarik kerah baju (y/n), disaat bersamaan Rinto menahan tangannya.

"Buat apa?"

"Kalo aku mau tau emang ga boleh?"

Tarikan Miku cukup kuat hingga wajah (y/n) terpapar. Miku kaget, shok berat.

"Kau yang tadi pagi! Kau teman sekelasnya Len?!"

"I-iya..."

"Dia (Full Name). Puas?" ucap Rinto melepaskan tangan Miku dari (y/n).

Miku terdiam sebentar, menatap (y/n).

"Kau yang ngehalangin jalanku... jadi kau juga yang buat Len sedih? Kau-" Miku menampar wajah (y/n) sebelum Rinto sempat memberhentikan tangannya. "-Pembawa sial!"

"Miku! Aku minta kau keluar sekarang..." ucap Rin. Rin berjalan ke arah Miku. Ia berdiri menggenggam pergelangan tangan Miku.

"Lepasin!"

"Keluar!" Rin menarik Miku sedangkan Miku sendiri ikut menarik tangannya sendiri.

"Kau tak apa-apa?" Rinto menatap ke arah (y/n) yang kini termenung, meraba pipinya yang merah di sebelah kiri. "(Y/N) sini kulihat pipimu."

Jarak Rinto sangat dekat dengan (y/n). (Y/N) sadar benar Rinto tak bermaksud mengatakan namanya. Jika saja (y/n) sudah deluan cerita ke Rinto, tidak akan terjadi hal ini. (Y/N) juga nggak akan menjadi sasaran Miku.

"Rinto?"

"Ya?"

Gadis itu melihat ke arah Rinto dibalik usaha Rin mengeluarkan Miku dari ruangan ini. "Apa... jatuh cinta itu salah?"

Rinto seketika menanap raut wajah (y/n) yang terlalu kelu disaat itu. Rinto tersenyum, ia membelai pipi (y/n) yang terluka.

"Nggak... jatuh cinta itu normal. Hal indah dan tak ada yang bisa disalahkan. Maafkan aku..."

"Soal nama?" Rinto hanya mengedipkan kedua matanya dua kali.

"Ga apa-apa... aku juga ga bisa nyalahin kamu gitu aja."

"Maaf..."

(Y/n) bangkit dari sofa itu, mengambil pena dan secarik kertas. Menuliskan:

'Kau bekerja terlalu keras, aku tahu kau itu hardworking dan ingin segala hal sempurna di mata orang lain-- tapi tolong perhatikan keadaan sekitarmu. Cepat sembuh.

(Y/N)'

Gadis itu melipat kertas tadi dan berjalan mengangkat tasnya. "Kita balik aja lah.."

"Yakin? Gamau nunggu Len bangun?"

(Y/N) menggeleng. Mereka berdua berjalan ke arah Rin yang hampir berhasil mengeluarkan Miku.

"Gausah, kami pulang dulu."

"Beneran?" Rin menghela napas. "Hati-hati ya."

"Geser! Gue mau liat Len!" Seru Miku. Ia menolak bahu Rinto.

"Agresif banget tu cewek."

(Y/N) memasukkan lipatan kertas itu ke dalam kantung baju Rin.

"Apa ini?"

"Untuk Len kalo dia udah bangun."

"Maaf..." Kali ini Rin yang meminta maaf. Padahal sekali lagi bukan salah keluarga Kagamine.

"Kau juga lekas sembuh," ucap Rinto.

Mereka berdua keluar dari rs itu. Tanpa berbicara sedikitpun mereka sampai ke daerah keluar.

"(Y/N)... jangan sedih gitu."

"Gak sedih kok..."

"Masa?"

"Beneran..."

Rinto melihat ke arah jam tangannya, tertuliskan jam 04.36 P.M. Jam 06.00 P.M (y/n) sudah harus ada di rumah. Ia juga ingin melakukan sesuatu disisa waktunya dengan (Y/N), setidaknya menghibur orang yang ia sukai itu meskipun sedikit.

"(Y/N), mau temani aku ke rumah piko?"

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro