Day 6
Hari ini libur sekolah, tapi sedari pukul tujuh aku telah bersiap, mengingat aku ada janji dengan [name]-san.
Aku melirik arloji yang melingkar di tangan, baru pukul 7.30, sedangkan kami janjian di dekat sekolah pukul 8.30. Tentu saja aku bersemangat, seperti saat sebelum menjalani pertandingan basket, jalan-jalan bersama [name]-san adalah suatu hal yang kuimpikan sejak lama, bukan? Lagipula, aku juga tidak mau terlambat.
Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, kurasa sebaiknya aku menjemput [name]-san di rumahnya.
•••
Wajah [name]-san terlihat segar, mungkin ia baru saja selesai membasuh wajah, walau masih mengenakan piyama tidurnya yang bermotif koala.
"Kau ini ... gawat, terlalu rajin, Tetsuya!" ujarnya sembari tergelak tawa. "Masuk dulu, aku mau ganti baju."
Ia mempersilakanku masuk ruang tamu. Seperti rumah orang Jepang pada umumnya, ruangannya kecil, tapi karena tidak ada banyak barang jadi terlihat longgar. Minimalis sekali, tipikal [name]-san.
Sembari menunggu, aku melihat-lihat foto keluarga yang ada di dekat pintu masuk ruang makan, beserta foto masa kecil gadis pujaanku itu.
Ah, sedari kecil, gadis itu sangat prestisius dalam prestasinya. Aku tanpa sadar mengulas senyum tipis, hingga dipergoki oleh orang dalam foto versi remajanya.
"Ehem, kenapa melihat fotoku begitu?" [name]-san berujar lantas mengerucutkan bibirnya.
Aku sedikit terkesima, tidak langsung menjawab pertanyaannya, sebab penampilannya yang casual bagiku terlihat manis.
"Tidak, tidak apa-apa. Sudah siap, [name]-san?" tanyaku.
Ia menganggukkan kepala. Setelah itu, kami berlalu dari rumah minimalisnya, menuju toko buku yang tak jauh dari sekolah.
•••
[Name]-san menarikku ke buku pelajaran, segmen buku yang kurang kusukai. Ia membicarakan beberapa buku matematika yang disukai, matanya berbinar saat membicarakannya—ya, aku lebih senang melihat wajahnya dibanding deretan buku penuh angka itu.
"Hei! Kusarankan kau membeli buku ini kalau mau belajar," ujarnya tiba-tiba, membuyarkan fantasiku.
Aku hanya menggaruk pipiku pelan dengan telunjuk.
"Aku lebih suka buku tentang manusia, [name]-san. Soal matematika, aku bisa belajar banyak darimu," kataku, tulus mengagumi kecerdasannya.
[Name]-san mengerjapkan mata.
"Baiklah, karena kau temanku. Jadi, ayo ke rak manga!"
Aku tersenyum kecut. Masih dianggap teman, ya?
•••
Vanilla milkshake kesukaan terasa hambar sore itu. Aku senang, bersama [name]-san jalan-jalan seharian ini, tapi superegoku memberontak. Ah, seperti bukan diriku saja.
Lain dariku, [name]-san terlihat senang. Ia berkali-kali tergelak tawa melihat shoujo manga yang menurutnya cheesy.
"Hei, kau banyak diam hari ini, kenapa?" Gadis itu memangku wajah dengan tangannya, menatapku dalam.
Ah, jantungku .... Tidak baik ditatap oleh mata tajam milik [name]-san.
Aku hanya menggelengkan kepala. Entah, mungkin perasaan ini hanya pergulatan batin saja, bukan? Semestinya aku terlihat lebih senang.
Ah, setelah ini kami akan berpisah dan ke rumah masing-masing, dengan batin yang masih berkecamuk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro