Ep.39 - Luluh
Update:
Saturday, 2019/09/21
Cameo in this episode
Produce 101 S1 – Im Nayoung
Produce 101 S2 – Lee Yoojin
PARK JIHOON menuruni undakan selagi Daniel dan Sejeong berdiri dari jatuhnya. Tanpa berbicara Daniel menunjukan perhatiannya dengan bantu mengambilkan sehelai daun kering di sela rambut Sejeong, ia juga merapihkan rambut berantakannya.
Saat itu Jihoon mengenali siapa si tukang kebun. “Daniel Hyung, ada apa ini?” kaget Jihoon meneruskan sambil mengeryit heran. “Kau bekerja di sini?”
“Nde (iya)…” jawab Daniel dengan nada bersalah.
Setelah ketahuan Daniel merasa berat hati. Dia juga mengaku bahwa selama ini tinggal di rumah Sejeong.
“Tidakkah menurutmu kita perlu bicara?” Jihoon membuka pembicaraan, saat ini ia dan Daniel berada di ruang tamu. “Aku tahu pasti sulit untuk memberitahuku, hal ini bukanlah sesuatu yang tidak bisa kumengerti.” Jelasnya paham posisi Daniel yang sedang kesulitan.
“Maafkan aku,” kata Daniel.
“Alangkah baiknya jika Hyung membicarakan ini sebelumnya denganku.” terselip kekecewaan dinada bicara Jihoon.
“Aku minta maaf, tapi aku mohon jangan salah paham.”
“Aku tidak salah paham, tapi aku hanya akan mengatakan ini… aku tidak akan menyerah mengenai Sejeong. Lagipula dia sudah setuju untuk berkencan denganku, aku akan berusaha sebaik mungkin agar tidak menyesal.” ujar Jihoon memberi anggukan kecil diakhir kalimat.
“Aku hanya ingin mengatakan ini padamu, Hyung.” Ia menepuk pundak Daniel dan melanjutkan, “Aku pergi.”
※※※
Kang Daniel sudah berganti pakaian, memandangi seragam pelayan yang dikenakannya melalui pantulan cermin. Dia baru saja berpikir untuk segera pergi dari kediaman Kim. Hanya tinggal menunggu sebelum acara kelulusannya dan setelah itu dia bisa mencari peruntungan di tempat lain.
Mulai menyibukan diri dengan menyemprot tanaman hias yang berada di tiap sudut ruangan. Daniel memikirkan satu rencana mengenai apa yang akan dilakukan setelah lulus nanti. Mencari pekerjaan… ia fokus menata pikirannya dengan sederhana.
Jang Geunseok menghampirinya. Kini Daniel tengah memilah daun menguning kemudian memetiknya dari tangkai.
“Kang Daniel beristirahatlah dulu,” tawar Geunseok, namun lelaki itu memilih untuk meneruskan pekerjaannya. “Sejeong telah berubah, aku percaya dia berubah karenamu.” Ia berbicara kembali sambil memperhatikan Daniel.
“Aku merasa berhutang budi terhadap pemilik rumah ini. Dan aku percaya kalau melayani Nona Muda sebaik mungkin merupakan tujuan hidupku.” kata Geunseok lagi diberi anggukan mengerti oleh Daniel yang pikirannya berselancar mengingat kenangan bersama Sejeong.
Mungkin tak lama lagi dia tidak bisa menemui Sejeong. Sampai sebuah suara dingin menyapa gendang telinganya.
“Kau, kenapa ada di sini? Ada apa dengan seragam itu?” ucap Heeseok dingin.
Sejeong mempercepat langkah, menuruni tangga dan tak lama sudah berdiri di sebelah Daniel.
“Dia bekerja di sini.” balas Geunseok.
Pandangan Heeseok beralih pada putrinya. “Kim Sejeong berani sekali kau membawanya kemari?”
“Aku yang membawanya!” sahut Jisung yang baru datang bersama Sihyun. “Jadi Eomma, hari ini saja luangkan waktumu untuk makan malam bersamaku dan menantumu. Serta… calon cucumu.” Pintanya tak berharap banyak asalkan Heeseok bisa menyambut dengan baik kedatangannya yang berkunjung, ia sudah sangat senang.
“Sihyun Eonni, kau hamil?!” ujar Sejeong dengan riang. “Selamat!” ia berhambur memeluk kakak iparnya.
Heeseok hampir saja menarik kedua sudut bibirnya ketika dengan senangnya Sejeong mengucapkan selamat bahwa sang ibu akan segera menjadi nenek. Jisung juga diberi selamat oleh Geunseok dan Daniel. Setidaknya Daniel tahu, dikeluarga ini masih ada kehangatan walau terasa samar.
Ibu mana yang tidak senang saat mendapat kabar gembira. Meski hubungan itu terjalin sulit, namun seiring berjalannya waktu hati akan luluh tanpa disadari. Setidaknya Daniel ingin mempercayai itu…
※※※
Kedua kalinya Kwon Eunbi datang ke Akademi Seni Youngwoon. Bukan untuk menemui Seongwoo, tapi Seungwoo yang waktu itu mengatakan sangat merindukannya. Mereka tak sempat berbicara lama sehingga hari ini Eunbi berniat mengajaknya pergi ke café terdekat,
Duduk berhadapan seperti sekarang, rasanya seperti mimpi. Eunbi tahu segalanya telah berubah, dia tidak lagi menjadi prioritas utama Seungwoo dan itu karena kesalahannya. Semua orang bilang Eunbi mirip dengan ibunya, pergi bersama lelaki berbeda tiap malam, mempermainkan mereka hanya untuk kesenangan.
“Itu pelampiasan.” ujar Eunbi agak canggung.
“Aku tahu, kau terluka sementara aku bersikap egois dengan terus memintamu menerimaku.” Seungwoo mengangguk kecil kemudian menetap manik mata Eunbi sambil berucap, “Seharusnya aku lebih memahamimu.”
Keluarga yang didambakan seorang Kwon Eunbi hancur seketika. Ibunya berselingkuh dan parahnya lagi telah memiliki anak satu setengah tahun lebih muda darinya. Perjalanan bisnis yang diketahuinya ternyata bohong, bodohnya ia terus menunggu wanita yang dipanggilnya ‘ibu’.
“Kau masih menemuinya?” tanya Eunbi, langsung dimengerti Seungwoo, orang yang dimaksudnya adalah anak ibunya yang lain.
“Im Nayoung, hmm… dia bekerja keras menciptakan resep baru di restorannya.” Jawab Seungwoo segera melanjutkan, “Dia juga sangat merindukanmu.”
Pertemuan mereka berlangsung singkat. Seungwoo melenggang pergi. Tak lama Eunbi menyusulnya, ia mengikuti Seungwoo. Lelaki berhidung mancung itu memasuki restoran yang Eunbi yakini milik Nayoung. Benar saja adik tirinya menyambut Seungwoo hangat, bahkan memberi pelukan ringan yang lalu menyuruh agar Seungwoo duduk.
Nayoung kembali lagi dengan membawa sepiring makanan. Terlihat akrab, selintas Eunbi berpikir mereka sangat serasi. Dulu ia merasa rendah diri sampai tidak berani menerima Seungwoo, membiarkan lelaki itu pergi dan sekarang ia merasa sakit hati melihat kedekatan Seungwoo dan Nayoung.
Mereka tertawa dan Eunbi meringis. “Kenapa harus Nayoung.” Katanya merogoh ponsel dari tas tangan yang terletak di sebelah bangku kemudi.
Sambil pandangannya tertuju pada dua insan di dalam sana, Eunbi men-dial deretan nomor yang hampir tak pernah tersentuh. Di sana Nayoung menyuapi Seungwoo yang tampak mengerutkan dahi karena rasa makanan agak asing di lidahnya.
Setelah menyadari ada panggilan masuk Nayoung bergegas menerimanya, berlari kecil keluar dari restoran, berhenti tepat di teras depan. Mata Eunbi bergulir mengikuti pergerakan Nayoung.
“Eonni, senang sekali kau meneleponku!” sapaan riang dari Nayoung menyadarkan Eunbi akan hubungan baik mereka yang sepihak, “Bagaimana kabarmu?” tanyanya dibalas biasa oleh si penelpon.
“Aku baik, sepertinya kau sedang dalam mood baik juga, terdengar dari suaramu.” kata Eunbi mengalihkan penglihatan pada Seungwoo.
“Sering-seringlah datang kemari, aku punya kabar gembira dan kau pasti akan menyukainya.” terang Nayoung.
Kabar gembira itu pasti mengenai Seungwoo. “Tentu saja, nanti… nanti aku akan datang.” Ujar Eunbi segera menambahkan, “Sudah dulu ya, Hyewon memanggilku.” Ia tidak berbohong, karena memang ada panggilan masuk dari sahabatnya itu.
※※※
“Kau akan menikah?!” seru Eunbi beringsut mendekati Chaeyeon.
“Eonje (Kapan)?” imbuh Sejeong.
Hyewon yang sudah mengetahuinya menjawab, “Dua hari setelah kelulusan.”
Pertemuan F4 berlangsung lama. Banyak yang ingin mereka ceritakan termasuk Eunbi, menunjukan raut wajah kecewanya, ia lalu memberitahu bahwa ia bertemu dengan cinta pertamanya.
“Han Seungwoo?!” kompak Sejeong dan Chaeyeon.
“Cinta pertama memang harus dilupakan,” komentar Hyewon, semua tahu hubungannya dan Guanlin berjalan tak lancar.
Suasana makin heboh ketika Sejeong berbicara mengenai Kang Daniel. Bagaimana bisa melupakannya, saat orang tersebut berada dekat dengannya. Sejeong mengutarakan segala keluh kesah, betapa tak beruntungnya kisah cinta yang dialaminya, sampai ucapan syukur terucap dari ke empat gadis itu akan kehamilan Sihyun.
Malam berlalu dengan cepat. Chaeyeon tetap tinggal di rumah Hyewon, ia ketagihan untuk menginap dan si empunya kamar menerimanya dengan senang hati.
Eunbi sudah pulang dengan mengendarai mobilnya. Sementara Sejeong menunggu seseorang menjemputnya, siapa lagi kalau bukan Kang Daniel yang berstatus sebagai pelayan pribadinya.
“Dia datang…” ucap pelan Chaeyeon saat dilihatnya sepeda motor memasuki halaman rumah.
Tanpa turun dari motor, Daniel menyapa si pemilik rumah dan Chaeyeon yang melambaikan tangan.
“Aku harap mereka bisa bersama.” kata Chaeyeon menghela napas selagi kendaraan beroda dua itu meninggalkan pekarangan.
※※※
Hari kelulusan tiba. Somi senang sekali dan berharap bisa bekerja di perusahaan yang sama dengan Daniel. Mereka banyak mengambil poto, menerima beberapa buket bunga dan ucapan selamat. Meski orangtua dan adiknya tak bisa hadir, Daniel tetap menikmati masa bersejarah bersama teman-teman.
Kehadiran anggota F4 semakin membuat ramai. Para adik kelas berebut meminta poto bersama, jarang-jarang Sejeong seramah sekarang, pikir beberapa mahasiswa. Baru saja Somi mengajak Daniel untuk mendekati empat gadis yang sedang dikerubungi itu, sebelum hadirnya Jihoon menghentikan niatannya, lebih tepatnya Daniel yang menolak ajakan Somi.
Orang-orang memberikan jalan bagi Jihoon. Mereka tahu lelaki tampan sekaligus manis itu adalah tunangannya Sejeong,
“Kim Sejeong selamat atas kelulusanmu!” ujar Jihoon memberikan bunga mawar, ia kemudian memeluk bangga Sejeong yang tertohok di tempatnya.
Sejeong merasa tidak nyaman, pandangannya pun bertemu dengan mata sendu Daniel. Lelaki yang dicintainya pergi tanpa berbalik, apakah akhirnya aku ditinggalkan? Ia membatin.
※※※
Siang ini juga Kang Daniel siap meninggalkan rumah dan pekerjaannya di Seoul. Berselang empat puluh lima menit setelah berpamitan dengan Seongwoo, ia bergegas mengemas pakaian dan barang-barangnya yang tidak banyak ke dalam sebuah koper. Jika takdir mengizinkannya bertemu kembali dengan Sejeong di hari dan di tempat baik, maka dengan senang hati ia menyambut saat itu.
Daniel membayangkan bahwa nanti Sejeong tersenyum lebar, menghampirinya. “Semoga kau selalu bahagia.” Ujar Daniel berbalik menggeret koper.
“Kau ingin aku bahagia?” tepat saat itu Sejeong berdiri menghadangnya, mau tak mau mata mereka bertemu. “Tetaplah di sini.”
Permintaan tersebut terdengar tulus. “Aku harus pergi.” Balas Daniel mengabaikan ketulusan itu.
Sejeong menggigit bibir bawah, menahan tangis yang bisa pecah setiap saat. Tepat ketika Daniel melewatinya, “Jangan pergi.” Kata Sejeong meraih lengan Daniel.
Memang benar Daniel memegang tangannya, tetapi hanya untuk melepaskan cengkraman tersebut. Tanpa peringatan air mata Sejeong keluar, tertohok, dadanya terasa sesak.
Satu menit berlalu, Sejeong mengejar Daniel yang berjalan cepat. “Kalung ini!” ujar Sejeong menarik kalung berbandul bulan dengan bintang di dalamnya, yang melingkar di lehernya.
Langkah Daniel terhenti di dekat kolam dengan air mancur tepat di tengah-tengah. Perpisahan memang selalu menyakitkan, Daniel pikir bisa menanganinya, tapi kenapa ini terasa menyedihkan. Bolehkah ia menangis? Dan ketika Sejeong berdiri di hadapannya, ia berpikir harus menahan agar tidak terlihat sedih.
“Aku kembalikan padamu.” Sejeong mengulurkan kalung.
Namun Daniel tak kunjung menerimanya. “Aku tidak mengambil kembali barang yang telah diberikan pada seseorang.”
Sejeong mendesis. “Kalau begitu aku buang saja!” ia melemparkan kalung ke kolam.
Pandangan Daniel mengikuti kemana jatuhnya kalung, benar, seharusnya memang dibuang. “Aku pergi, jaga dirimu.” kata Daniel.
“Nappeun saekki!” cerca Sejeong, air matanya sama sekali tidak bisa diajak kompromi.
Di lantai dua, Heeseok melihat kepergian Daniel, ada perasaan sakit di bagian kecil hatinya. Sihyun yang baru datang dengan dua cangkir teh hangat segera memusatkan perhatian pada dua orang di bawah sana.
“Sieomeoni bukankah di luar dingin.” Ujar Sihyun segera meneruskan. “Minum ini.” Heeseok hanya menerimanya.
“Kang Daniel akan pergi ke kampung halamannya, entah untuk berapa lama Sejeong mampu melupakannya.” Sihyun meminum teh melihat hati-hati pada Heeseok, merasa bisa saja ibu mertuanya itu tersinggung atau malah tidak suka pada ucapannya.
Di halaman rumah, Sejeong terlihat kalut, ia tidak bisa menahan diri, menggumamkan bahwa kalung pemberian dari Daniel sangatlah berharga. “Kenapa aku membuangnya,” sesal Sejeong sesegukan sambil berjalan memasuki kolam yang dalamnya hanya sebatas lutut.
“Apa yang dia lakukan?” tanya Jihoon yang ternyata menyaksikan di sisi lain air mancur, ia tahu Daniel memilih untuk pergi ketimbang mempertahankan cintanya pada Sejeong.
“Mungkinkah mencari kalung?” tebak Jihoon menyangsikan, ia pun memperlihatkan diri seolah baru datang, pura-pura tidak mengetahui apa pun setelah tidak sengaja mencuri dengar pembicaraan Daniel dan Sejeong.
Dari tempatnya mengamati, Sihyun mengomentari. “Kenapa Sejeong masuk ke kolam dicuaca dingin seperti ini,”
Heeseok menghembuskan napas berat. Apa sebegitu suka puterinya kepada lelaki bernama Kang Daniel? Dia bukan tipe wanita yang mencari barang hilang apa lagi yang telah dibuang. Bisa saja Heeseok tidak terlalu mengenal Sejeong, dia memang tak tahu apa-apa tentang anak-anaknya.
Sorot mata Heeseok meredup, ia berbalik, melangkah memasuki rumah. Menantunya mengikuti dengan menjaga jarak, takut Heeseok merasa tidak nyaman.
※※※
“Sedang apa kau di sana?!” seru Jihoon tanpa menunggu jawaban dari Sejeong yang sedang menerawang ke bawah air, ia bertanya, “Kau mencari sesuatu?”
“Kalung dengan bandul bulan bintang, pemberian Daniel.” jawab Sejeong membenarkan dugaan Jihoon.
“Ceroboh sekali, kenapa bisa menjatuhkannya di sini.” Sahut Jihoon seraya membungkuk mencari-cari benda yang dimaksud.
Detik berlalu, menit pun berlalu. Sejeong dan Jihoon masih betah di dalam air kolam, selama itu pula Sejeong sudah berhenti terisak. Kini ia menggerutu, mengatai dirinya sangat bodoh yang ditanggapi seruan ‘iya’ dari Jihoon yang tangannya berhenti meraba-raba dasar kolam.
“Ketemu!” Jihoon melihat kalung di tangannya.
Sejeong terburu menghampiri, mengambil kalung sambil menghembuskan napas lega. “Aku kira akan kehilangannya juga.” kata Sejeong bibirnya terkatup, ia hendak menahan agar jangan menangis lagi.
“Bodoh, bodoh sekali.” gumam Sejeong yang akhirnya menitikan air mata.
Jihoon tidak tega melihat Sejeong menangis seperti itu, seperti bukan wanita yang ia kenal saja. Tubuhnya tergerak, memeluk Sejeong dan mencoba menenangkan gadis itu.
“Kalungnya, kan, sudah ketemu. Jadi jangan menangis,” kata Jihoon menambahkan tepukan kecil pada bahu Sejeong.
※※※
Semangat tiba-tiba muncul begitu saja dalam diri Seongwoo setelah melihat kedatangan Eunbi. Namun senyuman yang belum sepenuhnya melebar itu tertahan, tatkala dilihatnya seorang lelaki merangkul Eunbi dengan santai.
“Seongwoo-ya aku ingin macaroon dan satu patbingsoo rasa matcha ukuran jumbo.” pesan Eunbi.
Seongwoo membalas dengan malas. Tampaknya Eunbi bisa mengetahui perasaan terganggu Seongwoo, ia masih belum duduk ketika lelaki yang datang bersamanya sudah memilih tempat duduk di dekat jendela.
“Dia model,” ungkap Eunbi masih dibalas dengan malas, malah terkesan ketus. “Dia tampan dan juga tinggi, namanya Lee Yoojin. Kakak sepupuku.” Tambahnya yang lalu berjalan, duduk berhadapan dengan saudaranya itu dengan pandangan tertuju pada Seongwoo yang bereaksi berlebihan, tersenyum bodoh seraya menyiapkan patbingsoo.
“Dasar kekanakan,” cibir Eunbi.
“Sepertinya kau tertarik padanya,” tebak Yoojin. “Apa aku ini sepupumu, yang benar saja, kau membawaku ke sini hanya untuk melihat reaksi pria itu.” Lanjut Yoojin mengangguk paham, ia hanya teman kencan Eunbi dalam sehari, jadi tidak masalah.
“Apa aku terlihat menyukainya?”
“Mulai sekarang berkencanlah serius dengan satu orang, dan menurutku orang itu dia.” saran Yoojin mengedikan kepala ke arah Seongwoo yang tampak kegirangan. “Kwon Eunbi jangan panggil aku lagi untuk menemanimu, OK!” ia melanjutkan selagi pesanan datang.
“Ong Seongwoo kau ingin berkencan denganku?”
Yoojin mendesah, sarannya benar-benar dilakukan. Sementara Seongwoo tertegun, mengedipkan mata dua kali sebelum mampu mencerna ucapan Eunbi.
“Kau bilang apa?” Seongwoo balik tanya.
Dan Eunbi mengulang ajakannya, “Berkencanlah denganku.”
※※※
Menyisakan satu episode lagi, huhu
Sejauh ini cerita pertama aku yang terpanjang, berkat dukungan kalian,
meski makin ke sini para pembaca entah pergi kemana setelah skandal yang terungkap bulan lalu.
Apa mereka memilih menjadi siders :'
Pokoknya terima kasih karena kalian masih betah baca work ini.
Alesta Cho.
THANKS FOR READING
SEE YOU NEXT WEEK
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro