Ep.36 - Rumah
Update:
Saturday, 2019/08/31
SEPASANG MATA bulat itu bergerak di balik lensa kacamata, memperhatikan suasana taman yang cukup ramai di sore hari. Kang Daniel bahkan menggunakan teropong untuk melihat dua orang yang sedang diikutinya… sesekali ia menyuruh Sejeong agar sedikit membungkukan badannya dari tempat persembunyian, menggunakan isyarat tangan.
Sementara itu segaris senyuman tampak tergaris di wajah cerah Eunbi, meski sebelumnya mengeluhkan tempat kencan yang dipilih Seongwoo. “Terlalu banyak debu, tapi… lihat kedua orang bodoh itu, bersembunyi di semak belukar.” Komentar Eunbi yang sejak awal telah mengetahui keberadaan Daniel dan Sejeong.
Kencan yang sengaja dibuat untuk mendekatkan Daniel dan Sejeong, lebih tepatnya rencana mempersatukan kembali pasangan yang masih saling cinta itu, datangnya dari ide Chaeyeon. Jadilah Eunbi dan Seongwoo disuruh berpura-pura kencan…
“Aku penasaran apa di semak itu tidak ada ulat bulu?” Eunbi bergidik.
“Mungkin saja ada, mungkin juga tidak.” Kata Seongwoo yang sejurus kemudian menyeka sudut bibir Eunbi, menghilangkan noda ice cream disana. “Seperti anak kecil, ckck.” Lanjutnya berdecak, berjalan lebih dulu sambil menikmati ice cream coklatnya.
Eunbi menghembuskan napas yang sempat ditahannya. Sudut-sudut bibir Eunbi tertarik membentuk sebuah guratan tipis. Detak jantungnya mendadak berpacu lebih cepat mendengar ucapan Seongwoo.
Masih di belakang semak-semak, Sejeong memicingkan mata. “Lihatlah, aku rasa disini Seongwoo yang menggoda Eunbi.” Ujar Sejeong menegakkan tubuhnya, ia sedikit melakukan peregangan sampai matanya membelalak melihat hewan kecil tak berkaki itu berjalan di lengan bajunya.
“WAHH, SINGKIRKAN INI DARIKU!” jerit Sejeong jijik, menjulurkan tangan meminta Daniel menyingkirkan ulat berwarna hijau.
Satu sentilan saja, ulat itu terpelanting jauh. Daniel mengalihkan pandangan pada Sejeong yang tengah memejamkan mata takut-takut. “Sudah, dia sudah pergi jadi buka matamu.” Kata Daniel, memandang Sejeong lebih lama hanya membuatnya jatuh hati lagi pada gadis itu entah untuk keberapa kalinya.
“Ayo cepat, kita ikuti mereka.” Daniel malah menarik Sejeong untuk melangkah perlahan menuju segerombolan anak SMP yang sedang berlomba meniup gelembung.
Sentuhan lembut tangan Daniel dipergelangan tangannya, membuat Sejeong menghela napas panjang, merasakan angin sepoi menerpa wajahnya. Gelembung-gelumbung berterbangan yang tak lama pecah, menghilang di udara.
Tidak apa-apakah mereka bersentuhan seperti ini? Sejeong tersadar bahwa hatinya masih berdesir untuk lelaki bernama Kang Daniel.
Dari dua hari lalu Eunbi sudah berpesan agar Seongwoo mengenakan kemeja saat berkencan nanti. Tujuannya ialah untuk memilihkan dasi, memakaikannya seperti sekarang ini yang sontak membuat Daniel yakin kalau Eunbi benar-benar Casanova –nya F4.
“Oh, Oh siapa yang takkan bilang kalau dia itu memang penggoda.” Kata Daniel menurunkan teropongnya.
Sejeong mengedikan kepala ke arah yang sedang membantu memakaikan dasi pada pelanggannya. “Dia juga disebut penggoda?” tanyanya menepiskan tangan Daniel yang masih menggenggam pergelangan tangannya dengan sebal.
“Maaf,” singkat Daniel.
Eunbi selesai merapihkan kerah Seongwoo, ia menyuruh agar lelaki itu menundukan sedikit kepalanya. Tentu saja Seongwoo menurut dan membiarkan rambutnya dirapihkan oleh jari-jari lentik Eunbi.
Mereka saling bertukar pandang, tersenyum manis sampai-sampai Daniel dibuat kurang nyaman dengan suasananya. Tak lama Eunbi memutar tubuhnya tepat menghadap Daniel. Sontak Daniel berpaling, mendorong Sejeong menuju deretan jas, menyembunyikan diri di antara pakaian.
Kening Sejeong terantuk pada dada bidang Daniel. Gadis itu menelan saliva, gugup, ia kembali merasakan desiran aneh itu. Seharusnya mereka saling menjauh sebelum perasaan bergejolak, terhanyut dalam kenangan bersama saat masih sepasang kekasih dulu.
“Haruskah kita pergi sekarang?” tanya Eunbi melirik Daniel dan Sejeong.
Seongwoo menyahut dengan suara yang sengaja dikeraskan. “Baiklah, ayo kita pergi.” Ia merangkul pundak Eunbi.
Barulah Sejeong mendorong tubuh Daniel. “Aku kira kau juga pantas disebut penggoda!” pekik Sejeong bergegas keluar dari toko.
Sesaat Daniel tertegun. Ia terbatuk kecil, berusaha menenangkan diri. Setelah itu ikut keluar dan mencoba mensejajarkan langkah dengan Sejeong.
※※※
Demi apa pun. Sejeong merasa ia bisa saja terkena serangan jantung, terkurung di dalam sebuah kamar hotel bersama lelaki yang masih dicintainya. Sedikit menyesali usulannya untuk memesan kamar di sebelah kamar yang dimasuki Seongwoo dan Eunbi. Lain halnya dengan Daniel, ia menempelkan telinga ke tembok berharap dapat mendengar sesuatu dari ruangan di sebelah.
“Asal kau tahu ruangan ini kedap suara.” Celetuk Sejeong.
Detik berikutnya, Daniel menarik tubuhnya menjauh dari tembok. “Lalu bagaimana?”
“Kau ingin menerobos masuk dan membawa Seongwoo keluar?” tawar Sejeong, ia sendiri sangat ingin keluar.
Daniel berpikir sebelum menjawab. “Tidak, aku yakin Seongwoo bisa menolaknya.” Ucap Daniel dengan yakin, ia lalu duduk di tepi ranjang berukuran besar. “Walaupun telat selamat ulang tahun dan selamat juga atas pertunanganmu.”
“Kenapa tiba-tiba… sudahlah jangan dibahas, itu tidak ada urusannya denganku.” Tukas Sejeong malas.
“Jihoon orang yang baik, dia juga benar-benar menyukaimu.”
Perkataan Daniel sedikitnya melukai Sejeong, “Lalu apa? Kau ingin aku segera menikahinya, begitu… hmm, kalau tidak membuatku kesal bukan Kang Daniel namanya.” Kata Sejeong selagi Daniel mulai terlihat tak nyaman. “Apa itu membuatmu lebih baik?” Alih-alih menjawab, Daniel justru melontarkan pertanyaan lain.
“Ahh, apa sih yang Ong Seongwoo perbuat!?” kata Daniel bangkit dari duduknya. “Aku akan memeriksanya.” Ia keluar dengan kikuk, matanya juga berkaca-kaca.
Baik Daniel maupun Sejeong tidak ada yang tahu kalau sebenarnya Seongwoo dan Eunbi sudah pergi dari hotel. Mereka merasa usaha untuk mempersatukan pasangan yang keras kepala itu sudah lebih dari cukup. Langit cerah telah tergantikan dengan gelapnya malam, siapa yang akan menyangka kencan berlangsung lebih cepat dari yang direncanakan.
Rasa penyesalan menghantam Sejeong lebih keras lagi. Ia memilih keluar juga dari kamar hotel, melewati Daniel. “Aku akan pulang, terserah kau mau tetap disini satu pulang juga.” Kata Sejeong berjalan menyusuri lorong.
Daniel hanya menghela napas berat. Ia tidak berani menyusul atau bahkan berjalan beriringan dengan Sejeong.
※※※
Pagi ini sangat sepi. Suasana keluarga Kang yang sudah membaik mendadak seperti dihantam angin beliung. Hancur, luluh lantak… perasaan kian meledak. Mikyung terbaring dengan selembar kain putih terikat di kepalanya, biasanya mereka akan mengikat kencang kepala, jika merasa pusing.
Di ruang keluarga, Yena tertunduk lemas menatap laptop yang tertempel stiker merah. Bukan hanya itu, tetapi hampir seluruh alat-alat elektonik dan barang lain ditempeli penanda di sita.
Pintu kamar mandi terbuka, Kang Daniel keluar dengan wajah kuyu dan rambut basah. Meski sudah menyegarkan diri, ia tetap merasa lemas, mengingat apa yang terjadi pada rumah mereka. Mencoba berpikir tenang –pun serasa sulit baginya…
Sang kepala keluarga memeras handuk kecil, ia hendak meletakannya dikening sang istri yang segera menepisnya. “Sekarang apa lagi yang harus aku lakukan?!” kata Mikyung menatap laser Dongil.
“Ayah bilang hanya meminjamkan nama!” sahut Daniel dari ambang pintu.
“Iya itu terjadi jauh sebelum semuanya menjadi buruk, aku berniat membantu teman.” Bela Dongil.
“Hanya nama, hanya nama!” pekik Mikyung histeris, ia tidak menyangka Dongil mampu membantu teman disaat kesusahan menghidupi keluarga sendiri. “Dan menjadi hutang hingga semua barang kita disita,”
Biasanya Yena akan berebut tempat duduk dengan Daniel agar bisa duduk berdekatan dengan Dongil. Menghabiskan sarapan pagi dengan ribut sampai berdebat tentang hal yang tidak penting. Sekarang napsu makan –pun tak ada, niatan pergi sekolah berpendar.
※※※
Rumah minimalis, dengan hanya memiliki satu ruangan utama dan satu ruang kamar mandi. Dimasuki oleh Kang Daniel, disusul Yena yang mengedarkan pandangan ke sekitar. Kecil dan cukup nyaman untuk ditinggali berdua saja bersama sang kakak, simpul Yena setelah mengamati.
Seongwoo menjadi yang terakhir masuk, menunjukan ekspresi merasa bersalahnya. “Hanya tempat ini yang bisa aku temukan, apa tidak apa-apa kalian tinggal disini?” tanya Seongwoo selagi sahabatnya mulai memeriksa air sambil menyingkirkan beberapa perabot yang sebelumnya telah ia bawa menggunakan jasa pindahan rumah.
“Terima kasih Seongwoo –ya,” kata Daniel terharu, jika tidak ada Seongwoo ia tak yakin bisa mencari tempat tinggal.
“Kalau begitu biar aku bantu beres-beres.” Seongwoo menawarkan bantuan yang disambut baik oleh Yena.
“Oppa, kau yang terbaik!” seru Yena mengacungkan dua jempol, Seongwoo tersipu dan berkata bahwa ini bukan apa-apa.
“Kang Yena, mari kita berusaha dan jangan membuat eomma dan appa khawatir!” Daniel mengangkat kepalan tangannya setinggi bahu. “Fighting!”
Yena dan Seongwoo serempak mengikutinya. “Fighting!”
Tanpa berpikir panjang lagi, mereka segera membereskan barang-barang. Setelah insiden rumah yang disita, Mikyung dan Dongil pergi ke desa asal dan mencari peruntungan di sana. Menitip pesan agar anak-anaknya dapat terus belajar dengan tenang tanpa memikirkan biaya, lagipula sebentar lagi Daniel lulus dan Yena mulai mendaftar kuliah.
※※※
Park Jihoon terlihat senang. Ia melangkah ringan dengan ponsel di telinganya. Ketika tersambung, senyumnya semakin merekah menyapa orang di seberang sana yang sedang sibuk menggeret meja.
“Daniel Hyung, kau ada di rumah… aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” Kata Jihoon yang seperkian detik kemudian menghentikan langkahnya. “Apa?! Kau pindah rumah, dimana biar aku membantumu.”
‘Oppa bantu aku memindahkan lemari ini!’
Seruan dari suara wanita yang Jihoon yakini suara Yena terdengar. Daniel mengakhiri panggilan setelah memberitahukan alamat barunya dan tak lama Jihoon teringat sesuatu ide. Dia akan melakukan sesuatu untuk membantu temannya itu,
“Baiklah aku akan memberitahukan semuanya ketika berkumpul nanti.” Putus Jihoon berbalik arah.
※※※
Melihat pintu kamar yang terbuka, Jihoon tak repot-repot mengetuk dan hanya masuk sampai suara bernada keluhan terdengar.
“Kau lagi?!” akhir-akhir ini Jihoon memang gencar keluar masuk kediaman keluarga Kim, ia mengaku sebagai Tuan Muda masa depannya Shinhwa dan dengan leluasa berkeliaran di rumah calon istrinya itu.
“Kim Sejeong, sepertinya kita memiliki telepati. Tiba-tiba aku ingin ke sini dan ternyata kau sedang menungguku!” kata Jihoon.
“Menunggumu? Yang benar saja, apa handphone mu digoreng lalu dimakan? Sebelum datang ke rumah orang telepon dan minta ijin dulu! Apa tidak belajar aturan seperti itu?!” cerocos Sejeong tak terima.
“Sekarang kita sudah resmi berpacaran, kau bilang sendiri akan mencoba menyukaiku, kan. Jadi apa masalahnya!” balas Jihoon merebahkan tubuh di kasur empuk Sejeong. “Akh, capek sekali.” Helanya terlihat berpikir.
“Hei, sepatu kenapa tidur di ranjang orang! Cepat bangun! Cepat bangun!” tuntut Sejeong menarik Jihoon agar bangun dari tidurannya, ia sampai membungkuk geram. “Aku bilang bangun!” desaknya malah sengaja ditarik lebih dekat.
Jihoon mengangkat kedua sudut bibirnya, “Mau bertaruh denganku?”
Sejeong buru-buru menjauh, berdiri salah tingkah. “Taruhan apa lagi?” tanya balik Sejeong, rencananya bolos menghadiri kencan waktu itu gagal dan satu orang yang dikirimnya untuk menemani Jihoon, berkata ia telah menyerah.
Orang itu Eunbi, yang kewalahan mengikuti semua hal yang ingin dilakukan Jihoon dikencan pertamanya. Sempat menolak pergi bersama Eunbi, dan bersikukuh akan menemui Sejeong, hingga akhirnya Jihoon terbujuk oleh rayuan si Casanova.
Namun tak bertahan lama. Eunbi kelelahan mengikuti Jihoon yang ingin memainkan semua jenis permainan di taman hiburan.
※※※
“Aku takkan mengalah padamu.”
Jihoon sudah bersiap dengan stick –nya, ia terlihat menikmati game yang dimainkan oleh dua orang. Mereka memilih karakter yang siap bertarung dilayar… para penonton yang merupakan pelayan rumah bersorak ikut meramaikan.
“Yeay menang!” seru Jihoon.
Di F4 yang paling hebat bermain game adalah Sejeong. Namun kali ini dia dikalahkan oleh anak kecil macam Jihoon, disebut kecil berulang kali Jihoon tak terima.
“Aku menang lagi!” girangnya segera meneruskan. “Siapa yang kau sebut kecil, heuh!” kata Jihoon membanggakan dirinya.
Jangan salah meski usia mereka terpaut tiga tahun, Jihoon lebih tinggi dari Sejeong. Dia juga menolak memanggil Sejeong, Noona.
“Aku tidak mau main lagi! Tombolnya tidak berfungsi, apaan ini!” protes Sejeong menyalahkan stick akan kekalahannya.
Yang akhirnya kekalahan membawa Sejeong ke sebuah super market, dimana Jihoon mendorong troli. Sepertinya dia berniat berbelanja banyak bahan makanan…
“Kenapa kita kemari?” ucap Sejeong malas, namun masih mengekor kemana Jihoon pergi.
“Yang kalah harus diam! Ingat, kamu harus jadi pelayanku sehari.” Tutur Jihoon memasukan lebih dari lima bungkus ramyeon.
Sesekali Sejeong disuruh mendorong troli, dengan terpaksa gadis itu melakukannya, walau terlihat enggan tetapi Jihoon menyukai perubahannnya. Jihoon mencicipi sample makanan, menyuapkannya pada Sejeong yang menolak, tak ingin.
“Cobalah ini enak,” bujuk Jihoon yang akhirnya dituruti Sejeong.
Ketika Sejeong mengunyah, Jihoon mengambil sepotong lagi dan dengan cepat makanan itu dilahap Sejeong. “Tuh, kan… aku bilang enak!”
“Pacarmu tampan sekali.” Puji si karyawan yang masih memotongi sotong. “Kalian berdua tampak serasi.” Tambahnya semakin membuat Jihoon tersenyum lebar.
“Terima kasih.” Riang Jihoon menepuk lengan Sejeong. “Kau dengar, dia bilang aku tampan.” Ia tampak senang sampai-sampai matanya berbinar.
Sambil masih mengunyah Sejeong menanggapi “Kau percaya?” ia menambahkan selagi Jihoon mencebikan bibir. “Kau berusaha menjual ini semua, kan?!” Sejeong berbalik.
Si karyawan membela. “Bukan begitu maksudku!”
Tetap saja Jihoon mengucapkan terima kasih, karena sudah dibilang tampan. Setelahnya ia buru-buru mengejar Sejeong dengan mendorong troli. “Tunggu aku!”
※※※
Sejeong terdiam. Sesuatu mengejutkannya. Tadinya dia akan kembali berujar dan protes mengenai kemana Jihoon akan membawanya dengan menjinjing kresek belanjaan. Akan ada acara atau hal semacamnya di tempat kumuh, melewati jalanan gang sempit?
Dan jawabannya benar-benar tak terduga. “Daniel Hyung dan adiknya baru saja pindah, jadi kita akan merayakan pesta selamatan.” Kata Jihoon bertepatan dengan pintu yang dibuka.
Daniel sama terkejutnya dengan Sejeong, di belakangnya Hyewon, Eunbi dan Chaeyeon berdiri melihat siapa yang datang.
“Oh ternyata itu kau, Sejeong!” seru Chaeyeon.
Eunbi mengambil alih satu kresek dari tangan Jihoon. “Wow, yang memberi ide merayakan pindah rumah sudah mempersiapkan banyak bahan makanan.” Kata Eunbi melihat ke dalam kresek.
“Kalian berdua benar tinggal di tempat seperti ini?” tanya Jihoon.
“Ini lebih baik dari kelihatannya, tenang, aman dan..”
“Biaya sewanya sangat murah,” imbuh Yena saat kakaknya itu kesulitan menjelaskan lebih lanjut keadaan rumah barunya.
※※※
Makanan yang hampir habis berjejer rapih di atas meja yang disatukan, panjangnya sekitar satu meter. Di tiap sisinya pemilik rumah dan para tamu sudah duduk mengelilingi meja. Ada Yena yang tampak akrab dengan Hyewon, di seberang meja Eunbi dan Chaeyeon saling bertukar pendapat akan perasaan mereka hari ini.
“Rasanya seperti kita pergi kemping.” Ujar Chaeyeon mengayunkan garpu.
Seongwoo yang terakhir bergabung menyahuti. “Biar tidak bosan bagaimana kalau kita main truth or dare, setahuku permainan jujur atau berani ini selalu dimainkan ketika kemping.”
“Setuju, aku setuju!” tukas Jihoon semangat.
Lampu dimatikan, lilin di meja sudah dinyalakan. “Aturannya, kamu bertanya kepada seseorang tentang sesuatu yang ingin kamu ketahui.” Jelas Yena mendahului Seongwoo yang terpaksa menutup mulutnya kembali.
“Dari mana kita tahu kalau dia bohong atau tidak?” tanya Chaeyeon.
Seongwoo menggerakan satu jari telunjuknya bersamaan dengan mengatakan. “Tidak, kamu tidak boleh bohong. Sebagai gantinya boleh lewat, pass!”
“Pass?” giliran Eunbi yang bertanya.
“Jika tidak mau jawab sebagai hukuman bagi orang yang bertanya,-”
“Kau harus menciumnya!” potong Jihoon merubah raut wajah Yena yang otomatis berhenti bicara. “Kenapa, bukankah ini seru!” ia menambahkan saat semua pandang mata terarah padanya.
※※※
Oke, sampai disini dulu karena akan ada pengumuman ‘Tiga Pembaca Paling Ramai’
Siapa sajakah mereka?
Pembaca Paling Ramai 3
Selamat buat Gulaliloly yang udah meninggalkan jejak di setiap part, suka banget sama konsistennya kamu dalam mengapresiasikan tiap karya yang kamu baca
Pembaca Paling Ramai 2
NonaHaw rasanya energiku bertambah buat ngetik kelanjutan ditiap minggunya, selamat!
Pembaca Paling Ramai 1
Ini dia yang hampir tak pernah ketinggalan buat kasih apresiasinya 22RecilMozas selamat eonni tercinta wkwk
Terus pertahankan keaktifan kalian dalam mengapresiasikan sebuah karya, masukan dan kritikan serta tanggapan berarti bagi para penulis khususnya di wattpad ini.
Pembaca Paling Ramai, kita lanjut ke dm yuk atau bisa lewat WA.
Buat pembaca lainnya, saya ucapkan banyak-banyak terima kasih sudah mendukung Girls Over Flowers sampai episode 36… berkat kalian juga aku terus menulis, mungkin hanya tinggal beberapa bagian saja menuju tamat,
So, tetap nantikan kelanjutannya ya!
Jangan lupa buat kalian yang suka Produce X 101 atau survival Produce lainnya bisa tengok work baru aku ‘Sensitivity to Others’, sudah ada part 1 –nya…
Kalau mau bacaan seru yang cast-nya Sejeong lagi, bisa buka work baru aku yang judulnya ‘Windy Day’
THANKS FOR READING
SEE YOU NEXT WEEK
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro