Ep.33 - Sebuah Kencan Terakhir
Apa kabar readers sekalian?
Aku sempat galau untuk melanjutkan cerita ini, tetapi setelah kepo’in para penulis God Couple, aku memutuskan untuk menyelesaikan apa yang sudah aku mulai, #ehem
Terlepas dari pemberitaan dating cast utama pria di GOF ini, dan berhasil buat aku kurang feel, cerita akan tetap lanjut bersama pembaca yang masih ingin baca work ini, karena ada pasangan lain yang perlu aku selesaikan kisah cintanya.
Seperti Ong Seongwoo & Kwon Eunbi, Hwang Minhyun & Jung Chaeyeon.
Otomatis project ramaikan ultah Kim Sejeong juga masih berlanjut ya! Masih ada yang minatkah dengan project ini?
Selamat membaca ^^
Update:
Saturday, 2019/08/10
SEONGWOO SEKALI LAGI TERMENUNG. Mengingat mantan pacarnya selalu membuat dadanya sesak, seperti ada beribu-ribu ton beban yang diletakan di atas dadanya. Tetapi itu dulu, sebelum dekat dengan Eunbi, wanita yang dikenalnya secara tak terduga.
Kadang ia selalu berpikir kenapa bisa terlibat dengan wanita seperti Eunbi. Terkenal playgirl dan penuh karisma, keturunan dari salah satu konglomerat ternama di Korea. Sampai tanpa sadar bibirnya melengkung tatkala memperhatikan betapa lahapnya Eunbi memakan macaroon.
“Kau sangat menyukainya?” Seongwoo bertanya sambil terus memaku pandanganya pada Eunbi.
Duduk berhadapan di salah satu meja kedai yang kosong serasa tengah berkencan, menyewa tempat tersebut hanya untuk berdua saja. Seongwoo pikir situasi ini konyol, “Macaroon, kau sangat menyukainya, ya…” ulang Seongwoo saat Eunbi tak kunjung menanggapi.
“Iya, dia sangat menyukainya dan selalu makan macaroon dihari ulang tahunnya.” Kata Eunbi ingatannya kembali ke masa dimana ia paling bahagia bersama lelaki yang dicintainya.
Tiba-tiba hati Seongwoo mencelos. Kata ‘dia’ menyita atensinya, mungkinkah orang yang dibicarakan Eunbi adalah orang yang disukainya. Benar, meski playgirl, pasti wanita itu juga memiliki satu lelaki yang benar-benar ia sukai.
Tak lama Seongwoo teringat pelanggan yang memesan banyak macaroon yang katanya akan dibagikan pada murid-murid dikelas akademi seninya. “Ohh, tadi siang ada seorang pelanggan yang berulang tahun dan membeli macaroon untuk merayakannya.” Eunbi meletakan macaroon ke piring, menunggu lanjutan kalimat yang menarik perhatiannya.
“Dia seorang pria tinggi, terlihat mapan dan manly… dia juga suka melukis!” seru Seongwoo takjub sendiri dengan perkataannya. “Tidak mungkinkan kau merayakan ulangtahun orang itu?!”
Eunbi mengerutkan dahinya. Perasaan tak enak macam apa ini, dia seperti mengenal orang yang dibiracakan Seongwoo. “D, d, dia sedang diluar negeri!” sanggah Eunbi, tetapi Seongwoo tahu wanita itu mengharap kehadirannya.
“Begitu ya, aku mendaftar diakademinya. Kalau kau ingin melihat datanglah ke Akademi Seni Youngwoon.”
“Kenapa juga kau belajar melukis?” heran Eunbi mengambil macaroon tersisa yang lalu digigitnya.
Entah mengapa Seongwoo merasa diremehkan. “Memangnya aku tidak boleh mempelajarinya!” sewotnya dengan nada yang cukup keras, menghenyakan tubuh bersandar Eunbi, refleks wanita itu menyumpal mulut Seongwoo dengan macaroon.
“Berlebihan sekali,” komentar Eunbi dibalas rutukan tak jelas dari Seongwoo.
Sampai Eunbi mendengar pertanyaan Seongwoo mengenai Daniel. “Apa dia sudah bertemu Sejeong? Dia baik-baik saja, kan?”
Bagaimana Eunbi menjelaskannya, ini akan rumit, sebaiknya ia menghindar dari sikap berlebihan Seongwoo. “Hyewon bersamanya, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” ia menunjukan satu macaroon lagi, Seongwoo buru-buru menutup mulutnya bersamaan dengan menggeleng tanda tak mau.
Dalam pikirannya ratusan kali Sejeong telah memutuskan Daniel. Dia yakin laki-laki itu mampu mendapatkan wanita yang lebih baik darinya. Namun hatinya sakit setiap kali mengingat kebersamaan yang membuatnya selalu berdebar.
Sejeong ingin membuat kenangan indah lain bersama laki-laki yang dicintainya. Haruskah dia meninggalkan semuanya dan berlari menghampiri Daniel, sekarang juga? Gundah, lagi-lagi perasaannya tak bisa diajak kompromi dengan mudah.
Pintu kamar dibuka. Jisung menghela napas, melihat adiknya berdiri mematung menatap keluar jendela. Ia memasuki kamar sekedar untuk
mengetahui kondisi Sejeong, “Kau belum makan apa pun, dari tadi hanya diam seperti itu… apa yang kau inginkan? Katakan padaku,”
Nyatanya kata ‘sekedar’ tidaklah sesederhana itu. Jisung ingin membantu Sejeong dalam mengambil keputusan, “Sejeong –ah, sekarang keinginanmu lebih penting, mengenai perusahaan Oppa bisa membantu.” Ia memberi tatapan hangat pada Sejeong, menambahkan dengan senyum simpul. “Katakan apa keinginanmu?”
Sejeong meneteskan air mata. “Aku ingin menemuinya.” Kata Sejeong.
“Maka, pergilah, temui dia seperti maumu.” Jisung membelai lembut surai panjang Sejeong.
※※※
Hampir satu jam Chaeyeon mencari Minhyun. Semenjak kepulangannya dari Shanghai, Minhyun sama sekali tidak dapat dihubungi. Waktu itu sebuah pesan suara datang ditengah malam, yang akhirnya membuat Chaeyeon ingin bergegas pulang dan mengajak Eunbi untuk pulang bersamanya.
Begitulah Eunbi mengingat hari ulang tahun laki-laki yang dikasihinya beberapa tahun silam. “Eunbi… aku tidak bisa menemukannya,” kata Chaeyeon dengan suara parau, matanya tampak berkaca-kaca, nyaris tak mampu menahan tangisnya.
Diseberang sana Eunbi mendengarkan melalui ponsel yang ditempelkan pada telinganya.
“Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya?” cemas Chaeyeon.
“Aku akan bantu mencarinya, jadi kau tenanglah. Aku yakin Minhyun bisa menanganinya dengan baik.” Sahut Eunbi berjalan menuju mobil yang terparkir di depan rumahnya.
Meski telah mendengar ucapan menenangkan dari Eunbi, tetap saja Chaeyeon khawatir. Dulu sekali dia pernah memiliki impian, melepaskannya tanpa berniat meraihnya merupakan hal tersulit. Saat itu ada Minhyun disisinya, mengatakan bahwa ia bisa hidup bahagia tanpa impian tersebut.
Tapi sekarang apa? Laki-laki itu lari dari kenyataan akan dirinya yang memang suatu saat nanti menjadi pemimpin perusahaan, pewaris tunggal dari Hwangja Corp. Disaat bersamaan Chaeyeon merasa senang dan sedih, mengenai pernikahan dan impian yang harus direlakan.
“Aku menemukanmu.” Kata Chaeyeon menghentikan langkah terburunya, tepat 5m dibelakang Minhyun yang berdiri memandangi aliran Sungai Han.
Chaeyeon mengatur napas tersengalnya, sebelum berlari memeluk kekasihnya itu. Minhyun tahu cepat atau lambat segala usahanya didunia modeling akan berakhir, tapi rasanya masih sakit untuk melepasnya begitu saja.
“Maaf karena telah menyuruhmu untuk bahagia tanpa impian.” Ujar Minhyun dirasakannya hembusan napas Chaeyeon yang mengenai tengkuknya. “Maaf membuatmu cemas.” Ia berbalik, tangannya tergerak untuk menghapus air mata Chaeyeon.
“Nappeun nom!” Chaeyeon memukul dada Minhyun dengan kepalan tangannya. “Aku akan bahagia dengan impian baruku, untuk meraihnya aku membutuhkanmu, jadi kau jangan pergi tanpa sepengetahuanku.” Lanjutnya berhenti terisak.
“Impian baru? Apa itu?” tanya Minhyun merapihkan anak rambut Chaeyeon yang berantakan, tidak biasanya kekasihnya itu terlihat kacau seperti ini.
“Menjadi istrimu, hidup bersamamu, selamanya.”
Perkataan Chaeyeon sontak membuat Minhyun terkekeh pelan, kemudian tertawa lepas. Ia menjadi terharu, tanpa menunggu lama air bening keluar dari sudut matanya.
“Yaaaa, kenapa kau menangis, jangan menangis.” Anehnya Chaeyeon malah ikut menangis.
Minhyun merengkuh wanita yang sangat dicintainya kedalam pelukan hangat. Angin sepoi-sepoi menerbangkan helaian rambut Chaeyeon, tentu saja Minhyun tidak bisa membiarkannya berantakan lagi dengan mencoba merapihkannya.
“Kau tidak membawa ikat rambut?” tanya Minhyun melongokan kepala, melewati pundak Chaeyeon demi mengikatkan rambut gadisnya.
Chaeyeon menggeleng kecil selagi pandangan Minhyun tertuju pada sisi wajahnya. “Yeoppo (Cantik),” gumam Minhyun mengecup pipi Chaeyeon.
“Mwoya…” tentu Chaeyeon tersipu.
※※※
Seakan waktu berlalu dengan cepat. Kim Sejeong –pun tak mampu mengejarnya, mobil yang baru dinaiki Daniel dan Hyewon semakin menjauh. Napasnya memburu tatkala langkah kaki memelan… suaranya tak mau keluar, dia tidak bisa memanggil Daniel dan meminta untuk jangan pergi.
“Bogoshipo,” ucap Sejeong menopang tubuhnya dengan kedua tangan bertumpu pada lutut.
Sementara itu didalam mobil, Hyewon yang melihat Sejeong melalui kaca spion menoleh pada Daniel. “Kau yakin tidak mau turun?” menggoyahkan semua pertahanan Daniel yang sesaat lalu mengaku cukup dengan hanya melihat Sejeong sekali saja.
Ban mobil berhenti berputar, berdecit pelan menyisakan bekas di atas aspal. Pintu terbuka, Daniel keluar dengan tergesa menghampiri Sejeong. Langkah kaki yang terdengar semakin dekat mengalihkan perhatian Sejeong, gadis itu mengangkat tubuhnya dan segera saja memaku pandangannya pada sosok Daniel yang berdiri didepannya.
Daniel mengulurkan tangannya. Seperkian detik kemudian Sejeong meraih tangan tersebut, yang lalu digenggam erat oleh Daniel. Mereka menautkan jari jemari, berjalan beriringan. Saat ini tidak ada kata yang mampu mengungkapkan betapa bahagianya mereka dapat mendorong benteng kokoh diantara mereka, yang selama ini sengaja dibuat sebagai pertahanan diri.
“Ini menjadi kencan terakhir kita.” Kata Sejeong menatap tepat ke manik mata Daniel, perasaannya menghangat.
Selalu merasa nyaman ketika bersama Daniel. Ingin sekali menjadikan lelaki itu sebagai tempat yang ditujunya ketika pulang, namun… “Mari kita menghabiskan hari menyenangkan di Shanghai.” Tambah Daniel.
※※※
Ini kedua kalinya Daniel berjalan-jalan di Xintiandi Shanghai. Sejeong mengaku iri ketika laki-laki itu menghabiskan waktu bersama F4, ia juga ingin berpoto menggunakan topi cowboy, mengepaskan pakaian pada Daniel hingga makan bersama. Selama itu mereka terus mengumbar senyum…
Keluar dari sebuah toko dengan mengenakan pakaian couple. “Bagaimana baguskan?!” bangga Sejeong.
“Nde,” sahut Daniel mengacungkan ibu jarinya, menilai pakaian yang mereka kenakan.
Mengambil poto bersama di pedestarian, Sejeong kesulitan mencari posisi yang pas, sampai tangan Daniel mengambil alih ponselnya dan menyuruh agar Sejeong berpose. Mereka mengambil selca (self camera), membentuk tanda hati dengan jari, membuat V sign dan yang membuat Sejeong terkejut adalah saat Daniel mengambil potret dirinya yang mencium pipi Sejeong.
Keduanya melangkah mundur setelah melewati truk penjual es krim…
“Aku ingin rasa vanilla!” kata Daniel ketika Sejeong bilang akan membelikan es krim untuknya.
Kini mereka melanjutkan perjalanan dengan menikmati makanan dessert menyegarkan. Sejeong sesekali melirik Daniel yang asyik menjilat es krim, tampak ingin mencoba rasa vanilla. Tentu saja Daniel menyadarinya, ia menyodorkan es krim, menyuruh Sejeong mencicipinya maka ia juga akan mencicipi es krim rasa strawberi milik Sejeong.
Berakhir saling suap. Baik Daniel maupun Sejeong berpikir jail, keduanya mengarahkan es krim mengenai wajah masing-masing.
Daniel tertawa melihat wajah belepotan Sejeong, sebaliknya Sejeong mengerucutkan bibir. “Bersihkan!” katanya mendadak Daniel dibuat gugup, ia celingukan memastikan keadaan sekitar yang ternyata tak banyak orang berlalu lalang.
~Cupp
Secepat mungkin Daniel meraup es krim dibibir Sejeong dengan ciuman singkatnya. Sejeong jadi salah tingkah dan terbersit untuk membalas perbuatan Daniel dengan mengecup hidung Daniel, menghapus noda es krim disana, ia lalu segera berlari.
“Kim Sejeong jangan lari kau!” seru Daniel tersenyum lebar selagi langkahnya mampu menyamai langkah Sejeong yang melambat, mereka berpegangan tangan sepanjang melewati jembatan penyeberangan.
※※※
Setelah kenyang dengan makan malam mereka. Sejeong menerima telepon dari Sihoon yang menanyakan keberadaannya, sambil membawa kresek hitam, laki-laki itu mengedarkan penglihatan mencari sosok adik dari kakak iparnya.
“Aku melihatmu… bersama Daniel Hyung?!” Sihoon membulatkan matanya seraya menurunkan ponsel, ia bergegas menghampiri dua orang yang melambaikan tangan padanya.
“Ini yang kau minta.” Katanya memberikan kresek berisi sepatu, Sejeong berterima kasih. “Kalau begitu selamat menikmati jalan-jalan malam kalian.” Tanpa basa-basi lagi Sihoon pamit pergi, ia cukup mengerti dengan situasinya.
“Kau menyuruh dia untuk membawakan apa?” tanya Daniel mengintip ke sela kresek, Sejeong tidak menjawab dan malah mendorong Daniel agar duduk di bangku panjang, disisi trotoar.
“Aku akan melepaskan sepatumu dan menggantinya dengan yang baru.” Ucap Sejeong menarik ikatan tali sepatu, dia pikir tidak ada kesempatan untuknya memberikan sepatu yang susah payah diperebutkannya.
Daniel menunduk, melihat Sejeong yang jongkok didepannya. “Kau ingin aku lari darimu.” Air wajahnya berubah sedih.
Sebuah kencan perpisahan. Bisakah mereka menyebut jalan-jalan ini sebagai awalan untuk mengucapkan selamat tinggal? Sejeong menggeleng pelan, sungguh ia tidak bermaksud seperti itu, siapa yang mau pacarnya lari darinya. Apa tanpa disadari dia memang menyuruh agar Daniel pergi, merelakannya…
“Hanya saja sepatumu sudah usang.” Jawab Sejeong mengikatkan tali sepatu dengan erat. “Aku membuatnya agar tidak mudah lepas, jadi kau jangan melepaskannya.” Ia juga membuat simpul tertentu pada tali sepatu satunya.
“Selesai.” Daniel menatap tepat ke dalam manik mata Sejeong yang mendongak melihatnya.
“Secepat kedipan mata, selambat seumur hidup. Hari ini begitu cepat berlalu,” tutur Daniel selagi Sejeong duduk di sebelahnya.
Hening. Perpisahan semakin dekat dan kedua sejoli itu masih belum beranjak. Sejeong memutar kepalanya perlahan, sebisa mungkin menahan air mata agar jangan terjatuh dari satu kedipan mata saja. Sama halnya dengan Daniel yang menengadah, melihat langit gelap, sebegini sulitnya mengucapkan kata perpisahan, ia baru mengetahuinya.
“Anginnya menerbangkan banyak debu, mataku jadi perih.” Ucap Sejeong beralasan.
Sejurus kemudian Daniel menangkupkan tangan dikedua belah pipi Sejeong, dilihatnya mata berair Sejeong. Siapa pun akan tahu bahwa gadis itu sedang menangis…
“Kalau begini, aku jadi tidak bisa meninggalkanmu,” Daniel menghapus air mata Sejeong, “Saranghae (Aku mencintaimu).” Tidak ada perpisahan yang menyenangkan, meski seharian ini mencoba untuk mengukir kebahagiaan.
Laki-laki bermarga Kang itu sedikit memiringkan kepalanya, mencium lembut permukaan bibir Sejeong. Walau harus berpisah, cinta tetap ada dalam hati mereka. Entah untuk berapa lama mengendap hingga menghilang sendirinya. Bisakah perasaan itu hilang dengan seiring berjalannya waktu?
Sejeong –pun tak yakin. Dia hanya ingin merasakan sentuhan hangat dari seseorang yang sangat dicintainya, mengulum bibir bawah Daniel sembari berharap dapat diberi hari-hari menyenangkan lagi seperti ini. Bersama, menghabiskan waktu di bawah sinar rembulan… akankah hari itu datang?
※※※
Hari-hari seperti sebelum bertemu dengan ketua F4. Kang Daniel benar telah kembali ke masa itu, ia hanya bekerja dan bekerja, tak lupa belajar giat untuk menghadapi kelulusannya.
Yena juga sudah tidak mengganggunya, tidak lagi meminta dikerjakan tugas sekolahnya dan sibuk mempersiapkan ujian masuk universitas. Dia bersikukuh akan mendaftar ke Universitas Shinhwa. Dibantu Wonyoung dan Yujin yang dengan senang hati berbagi pelajaran yang mereka dapat dari les privat.
Sesekali Seongwoo merecoki Daniel dengan pertanyaan-pertanyaan soal yang tak dipelajarinya. “Ahh, aku lupa, jurusan kita berbeda… filsafat dan management.” Kata Seongwoo menjawab pertanyaannya sendiri.
Yang ditanya malah acuh tak acuh. Membereskan meja dengan tatapan kosong, menjatuhkan gelas sampai pecahannya tercecer. Daniel mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, meminta maaf pada para pelanggan atas kekacauan yang ia buat. Seongwoo juga ikut meminta maaf atas kesalahan sahabatnya yang akhir-akhir ini kurang fokus.
“Aku menyedihkan ya?” hela Daniel bersender di meja kasir.
“Syukurlah kalau kau tahu itu,” sahut Seongwoo yang lalu menyapa kedatangan pelanggan yang dikenalnya. “Han Seungwoo –sshi!”
“Senangnya punya teman baru.” Daniel mendecih pelan.
※※※
Lampu kedai Ice Top dimatikan, menyisakan satu lampu yang berada diluar. Daniel keluar diikuti Seongwoo yang mengayunkan kunci.
“Sudah kau duluan saja.” Kata Seongwoo mengibaskan tangan. “Banyak-banyak minum ari putih, aku tidak mau dibuat repot lagi olehmu.” Ia bercanda saat mengatakannya, sejujurnya paham akan apa yang dialami Daniel.
“Aku pulang duluan.” Melihat Daniel yang seperti itu sungguh mengesalkan, Seongwoo melambaikan tangan berseru agar sahabatnya berhati-hati dijalan pulang.
“Jangan sampai tersesat!” tambah Seongwoo kemudian beralih mengunci pintu kedai.
Belum juga melangkah, suara mesin dari sebuah mobil menyapa rungunya. Si pengemudi membuka jendela, tersenyum simpul memanggil namanya.
Seongwoo sudah berada didalam mobil. “Ada apa?” ia bertanya selagi Eunbi mengambil selembar kertas berwarna cream.
“Pesta ulang tahun Sejeong?” kata Seongwoo setelah membaca isi surat undangan tersebut.
“Geure (Benar).” Angguk Eunbi.
“Kau mau aku mengajak Daniel ke sana?” Eunbi mengangguk lagi. “Kenapa? Kenapa aku harus melakukan itu? Sejeong sudah memutuskan untuk menjauhi Daniel.” Lanjut Seongwoo.
“Aku ingin memastikan sesuatu, kalau Sejeong memutuskan Daniel hanya karena pura-pura, itu tidak masalah. Kalau dia ingin melupakannya, dia harus benar-benar menghapus orang itu dari hatinya.” Penjelasan Eunbi terdengar masuk akal, sebenarnya Seongwoo ingin memastikannya juga.
※※※
Keesokan harinya menjadi tanggungjawab Seongwoo untuk membujuk Daniel agar mau datang bersamanya ke pesta ulangtahun Sejeong. Sudah ditebak tugasnya itu tidak akan mudah, membuntutinya sepanjang jam kerja, membantu ini dan itu, tetap saja ia mendapat penolakan.
“Tidak mau, kenapa aku harus pergi?”
“Benar kamu tidak akan melihatnya lagi? Menyerah, ingin berakhir seperti ini?” Daniel menghempaskan lap ke atas meja yang sedang dibersihkannya. “Dia ada di Seoul, pergilah kesana dan ucapkan selamat ulang tahun.”
Tak sampai disitu, Seongwoo kembali melontarkan perkataan yang menggoyahkan pendirian Daniel. “Tidak adakah sesuatu yang ingin kau katakan padanya?”
Ada, ada banyak kata yang ingin dikatakan Daniel pada Sejeong. Ia belum sempat berterima kasih, mengatakan betapa sangat mencintainya sampai berpikir tidak akan bisa menghapus perasaannya pada Sejeong. Ia sangat merindukannya… Kim Sejeong.
Lonceng kecil dipintu kedai berbunyi, Daniel buru-buru menyapa namun setelah melihat siapa yang datang, sejenak ia terdiam lalu berkata. “Ada perlu apa anda kemari?”
Choi Taewoong, yang Daniel kenal bekerja sebagai sekretaris keluarga Sejeong memberi sapaan hormat. “ka nada ka nada pesta ulang tahun nona muda.” Kata Taewoong.
“Apakah Kim Sejeong yang mengirimmu?”
“Animnida (Bukan).” Tukas Taewoong merogoh sesuatu dibalik jas hitamnya, Seongwoo tahu itu sebuah surat undangan yang semalam didapatnya dari Eunbi. “Presdir yang mengharapkan kedatanganmu.” Ia menambahkan setelah Daniel menerima suratnya.
“P, presdir?!” tukas Daniel tergagap, ada yang tidak beres.
Kenapa orang yang menentang hubungannya dengan Sejeong, malah mengharapkan kehadirannya dipesta puterinya.
※※※
Bagaimana pesta ulang tahun Sejeong nanti?
Selanjutnya di Girls Over Flowers Episode 34…
Terima kasih yang masih stay sama work ini ^^
Alesta Cho.
THANKS FOR READING
SEE YOU NEXT WEEK
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro