Ep.17 - Menyukai Yang Lain
GIRLS OVER FLOWERS
2019/03/30
※※※
SETIBANYA di Pulau Maitre Seongwoo sudah tertarik dengan peramal lokal, ia mengajak Daniel untuk ikut membaca garis tangannya. Sungguh tak tahu menahu cibiran yang lolos dari mulut Sejeong ketika usahanya dalam menggandeng tangan Daniel harus gagal karena ulah Seongwoo.
Satu langkah kaki lebih dulu memasuki tenda, diikuti Daniel yang terima saja perlakuan Seongwoo akan rasa penasarannya. Sementara di luar sana Sejeong menunggu, memberitahu dengan isyarat tangan pada sahabat-sahabatnya untuk pergi lebih dulu saja. Kwon Eunbi menebak lelaki norak itu pasti sedang mencoba peruntungan di dalam tenda berbau mistis itu.
“Kau duluan!” kata Seongwoo memberikan tangan Daniel pada peramal wanita di depan mereka.
Wanita dengan rambut penuh hiasan ornamen sepit lidi itu membalikan telapak tangan Daniel, mulai melihat garis-garis tangannya. “Aku melihat seorang wanita yang akan menjadi cinta sejatimu, istrimu.” Kata peramal dalam bahasa inggris.
“Istri.” Ulang Daniel.
“Istri? Istrinya dimana? Siapa dia?” Tanya Seongwoo beruntun.
Dengan suara agak mendesis, si peramal menjawab. “In here, with you. And soulmate,”
“Bagus sekali! Artinya belahan jiwamu akan menjadi istrimu!” simpul Seongwoo. “Mengagumkan!” ia tersenyum sumringah.
“Dua orang berbeda!” sanggah peramal.
Seongwoo menggaruk daun telinganya demi mengerti ucapan sang peramal. “Jadi belahan jiwa dan cinta sejatinya adalah… dua orang yang berbeda?”
Kali ini si peramal meminta telapak tangan Seongwoo. Sementara itu di luar tenda Sejeong menunggu dengan tak sabar.
“Mereka lama sekali!” kesal Sejeong sama sekali tak mengalihkan pandangan dari pintu masuk tenda.
Saat itu pula, Daniel keluar lebih dulu disusul Seongwoo yang tengah memikirkan hasil dari membaca garis tangannya.
“Tangan ini dapat memulihkan cinta, siapa yang perlu dipulihkan cintanya olehku? Tidak mungkin Gaeun, kan.”
“Peramal itu tidak hebat sama sekali,” lanjut Seongwoo selagi seorang wanita tengah menatap tajam padanya dan Daniel sembari bersedekap.
“Dasar konyol! Kalian mempercayai ramalan bodoh.” Sejeong berdecak lalu mengeluh dengan suara keras. “Kakiku pegal tau!”
Ini bukan pertama kalinya Sejeong harus menunggu. Bahkan ia pernah membuat tubuhnya menggigil karena kedinginan. Seketika pandangan Sejeong tertuju pada Kang Daniel, lelaki bertubuh bongsor itu tersenyum dengan mudahnya. SIAL! Sejeong tidak bisa menghindari pesonanya,
Tiba-tiba Sejeong merasa kepanasan. Cuaca cerah dan matahari semakin tinggi hanyalah salah satu penyebabnya berkeringat. Dia buru-buru memalingkan wajah, menghentak-hentakan langkahnya lalu…
“Tunggu apalagi!” sentak Sejeong menyadari tidak ada pergerakan dari kedua lelaki di belakangnya.
Tangannya dengan cepat meraih Daniel, menariknya untuk segera berjalan.
Seongwoo ternganga, ternyata sahabatnya diperlakukan dengan semena-mena atau malah ini merupakan tindakan dalam menunjukan kasih sayang dari seorang Kim Sejeong?
Terlepas dari itu semua, ia berujar selagi mengekori dua sejoli didepannya. “Mereka terlihat seperti pasangan normal biasanya.”
※※※
Olahraga yang wajib dilakukan ketika berada di pantai adalah bermain bola voley. Anggota F4 memainkannya dengan sangat baik. Satu pria payah yang selalu mengacau terjatuh ketika akan menghalau bola. Semua bersorak senang kecuali tim yang poin -nya semakin tertinggal jauh berteriak memarahi orang yang sama.
“ONG SEONGWOO!”
“Kau tidak bisa bermain ya!”
Sejeong tertawa terbahak-bahak. “Temanmu itu payah ya.” Ujarnya pada Daniel yang mengangguk mengiyakan dengan agak malu.
Di balik jaring net, Eunbi hampir saja menendang Seongwoo jika saja Hyewon tidak menghentikannya. Chaeyeon malah berseru agar Eunbi menghabisi lelaki itu. Permainan -pun dimenangkan oleh timnya Sejeong, Daniel dan Chaeyeon. Rentang nilai mereka cukup jauh.
“Kita harus mempelajarinya dulu sebelum menjadi ahli.” Kata Seongwoo menggesekan telapak tangan agar pasir yang menempel terlepas.
“Kalau aku tidak.” Tentang Eunbi. “Karena aku pintar sejak lahir.” Ia mengusapkan tangan pada bahu Seongwoo dengan maksud membersihkan tangannya.
“Iiisssh~” desis Seongwoo tak terima tapi tak bisa berbuat apa-apa juga.
Begitu sampai di penginapan, Sejeong langsung memberikan sebotol minuman pada Daniel yang tengah duduk bersandar dengan kaki selonjor dikursinya.
“Terima kasih.”
Di kursi sebelahnya, Seongwoo berbaring nampaknya ia tertidur. Sejeong tidak perlu repot-repot memperdulikannya, berpikir lelaki itu terlihat sok dengan menggunakan kacamata hitam.
Daniel sudah menegak minumnya sebanyak dua kali. Merasa terus diperhatikan ia pun menoleh, mendapati Sejeong yang tersenyum menimbulkan sebuah firasat yang tak biasa. Pasti ada imbalan dari sebotol minuman yang baru diterimanya.
“Sekarang apalagi? Aku sudah ikut berlibur dan setuju satu tim denganmu ketika bermain tadi.”
Senyum Kim Sejeong bertambah lebar. “Kau harus ikut denganku.” Katanya memberi isyarat agar Daniel berdiri.
“Ini, ambil lagi saja.” Daniel mengembalikan botol minuman yang tentu saja tidak akan Sejeong terima.
“Kau sudah meminumnya.”
“Aku lelah.”
“Berdiri atau aku yang menyeretmu?”
Sontak Daniel turun dari kursi sepanjang satu meter yang masih tetap membuat kakinya menggantung. Bibirnya bergerak acak merutuki keputusan tersebut, mau bagaimana lagi dia tidak ingin terus diseret dan ditarik seperti anak kecil.
Tak lama seperginya Daniel dan Sejeong. Lelaki yang tengah tidur itu terbangun, mendadak duduk tegak, mengakibatkan kacamatanya bergerak menuju ujung hidung bersamaan dengan teriakan memekik.
“Mimpi menakutkan macam apa yang membuatmu berteriak seperti itu?”
Bukannya melihat sahabatnya, Daniel, yang terduduk di kursi sebelahnya. Seongwoo malah dikejutkan dengan wanita yang mengatainya tak becus dalam olahraga. Dia Kwon Eunbi yang mengaku sudah pintar sejak lahir…
“Kemana Daniel?” Tanya Seongwoo.
“Dia pergi bersama Sejeong dan menitipkanmu padaku,” Eunbi mendenguskan tawanya.
“Memangnya aku anak kecil!” sahut Seongwoo.
“Ye, ye… itu juga yang aku katakan tadi.” Kata Eunbi sepertinya baru saja menemukan sebuah ide, ia segera melanjutkan. “Mau lihat sesuatu yang indah.”
※※※
Setibanya di bukit. Ong Seongwoo membulatkan mata, mulutnya juga sedikit ternganga. Tak diragukan lagi pemandangan di bawah sana mampu menyegarkan pandangannya.
Moment seperti ini harus diabadikan. Pikirnya merogoh ponsel dari saku jaketnya, mengarahkannya pada pemukiman terasering dengan atap berwarna-warni. Ia juga berusaha mengambil gambarnya dengan latar belakang pemandangan di bawah bukit.
“Hey, ambil fotoku di sini.”
Eunbi dimintai bantuan. Gadis itu sudah tahu risiko membawa orang kampungan. “Tuan norak apa mau melakukan semua hal kampungan di sini.” Ia mengambil ponsel mengarahkannya pada Seongwoo yang sudah berpose manis.
CEKAK~
“Sudah selesai, ayo kita turun.” Kata Eunbi memberikan ponsel pada pemiliknya yang kontan kembali berpose.
“Satu kali lagi.” Pintanya mengembangkan senyum, memperlihatkan deretan gigi.
CEKAK~
Eunbi melempar ponsel, dengan cekatan Seongwoo menangkapnya, bisa gawat kalau benda canggih itu jatuh. “Hei, aku masih punya beberapa bulan untuk cicilannya.” Erang Seongwoo mencebikan mulut.
“Ayo kita turun.”
“Tunggu sebentar!” cegah Seongwoo.
“Kamu sudah lihat pemandangan dan berfoto. Jadi apa lagi?” sahut Eunbi malas.
“Kita harus naik ke atas!” semangat Seongwoo berlari kecil ke bagian tertinggi bukit.
“Hei tuan, ini yang ke tujuh kalinya aku datang kemari dan kau orang pertama yang ingin naik ke atas sana!” kata Eunbi menggerutu jika saja Chaeyeon tidak sedang melakukan video call dengan Minhyun, pasti dia akan pergi bersama Seongwoo. “Seharusnya aku pergi sendiri saja.”
※※※
Sinar matahari mulai meredup ketika Kang Daniel dibawa masuk ke sebuah café outdoor dengan warna putih mendominasi. Letaknya tak jauh dari pesisir pantai, menghadap langsung ke laut. Tidak terdengar suara orang berbicara selain deru ombak dan decak kagum seorang Kang Daniel. Sudah pasti Sejeong sengaja menyewa seluruh tempat.
Angin terasa lembut menerpa kulit. Kang Daniel masih mengagumi keindahan alam, menaruh tangan di atas pagar setinggi pinggangnya. Andai saja dia mengunjungi tempat seindah ini bersama keluarganya, pasti mereka akan merasa senang, terutama Kang Yena.
“Makanannya sudah siap dan kau akan terus berdiri disana!”
Dari tempat duduknya Sejeong berseru bertepatan dengan angin yang berhembus kencang.
Daniel terkekeh melihat perlawanan Sejeong terhadap angin, berusaha mempertahankan rambutnya agar tetap rapih, namun semuanya sia-sia.
“Kau perlu mengikat rambutmu,” kata Daniel sudah duduk dibangku di depan Sejeong. “Bisa-bisa kau memakan rambutmu sendiri.” Lanjutnya mengerjap-ngerjapkan mata memandang masakan yang telah tersaji di meja.
Perhatiannya kembali terarah pada Sejeong. “Kita akan memakan semua ini?”
Sejeong masih bergelut dengan rambutnya yang berkibar-kibar, tak kunjung mendapatkan sulosi karena ia tak memiliki ikat rambut.
“Hmm.” Singkatnya.
“Aigoo~” Daniel menghembuskan napasnya, mengambil satu sumpit. “Gunakan ini.” Ujarnya kemudian.
“Eoh?!” bingung Sejeong tak mengerti, dia memang hendak menggunakan sumpit untuk menyantap makanan.
Hembusan napas lolos begitu Daniel yakin bahwa gadis di hadapannya itu benar-benar tak mengerti maksudnya. Setelahnya ia berjalan, berhenti di belakang Sejeong yang semakin keheranan.
“Apa yang akan,-“ kalimat Sejeong terpotong ketika dirasakannya jari-jemari menelusup kesela-sela rambut, mengangkatnya tinggi-tinggi.
Kini Daniel sedang merapihkan rambutnya. Menaruh sumpit di antara bibir, membiarkan kedua tangannya sibuk menggelung juntaian rambut bergelombang legam itu. Setelah dirasa rapih, ia mengambil sumpit, menusukannya digelungan dan…
“Selesai!” bangga Daniel memuji bakatnya.
Sejeong meraup rakus udara, tak tahan menahan napas lebih lama. Selalu saja tak bisa mengontrol perasaannya yang berulah setiap kali Daniel menyentuhnya, meski itu hanya sehelai rambut.
Begitu duduk kembali di bangkunya, Daniel segera memegang sendok dan garpu. “Bagaimana, sekarang kau bisa makan dengan tenang, kan.”
“Nde (Iya),” bisa-bisa Sejeong semakin jatuh dalam pesona seorang Kang Daniel.
“Jalmeokgoseumnida!” kata Daniel mulai melahap makanan.
※※※
Taman kecil di pinggiran kota terlihat sepi. Namun ada suara berderit dari rantai ayunan yang tengah dinaiki Kang Yena, bergerak pelan. Gadis berkuncir kuda itu masih mengenakan seragam sekolahnya.
Bola mata cantiknya bergulir dari arah kanan lalu ke kiri, sambil terus men –scrooll layar sentuh ponsel. Benda canggih yang sedang dikaguminya, ia dapat dari laci meja rias ibunya.
“Bisa-bisanya ibu menyembunyikan ponsel baru dariku.”
Mobil sedan menepi di dekat taman, tepat 3M dari tempat Yena terduduk.
“Kang Yena!” panggil si nona muda dari kursi penumpang, setelah menurunkan kaca jendela.
“Apa les-nya sudah selesai?!” Yena beranjak turun dari ayunan.
“Eoh, kau bisa pulang sekarang.”
“Terima kasih Wonyoung-ah, kau memang teman terbaikku.” Sahut Yena selagi melompati pagar pembatas setinggi lututnya. “Yoojin tidak pulang bersamamu?” tanyanya ketika tak menemukan sosok wanita berambut pendek sebahu.
Jang Wonyoung merubah ekspresinya, menghela sedih mengingat apa yang terjadi pada temannya tadi di tempat les. “Dia jatuh pingsan dan segera dilarikan ke rumah sakit.”
“Kenapa?”
“Mungkin dia kelelahan.” Balas Wonyoung ragu. “Yena aku mohon kembalilah ke tempat les, aku bisa minta ayahku untuk membiayainya jika memang uang yang jadi masalahnya.”
Keluarga Yena memiliki banyak kekurangan dari segi ekonomi. Itulah yang sering ia dengar dari teman-teman tentangnya. Anehnya ucapan Wonyoung tak pernah menyinggung perasaannya, begitu pulang dengan Yoojin yang kerap kali berbagi makanan dan barang mahal.
Bukan pertama kali juga Yena menolak semua penawaran tersebut. “Ibuku memberiku ponsel baru.” Kata Yena memperlihatkan ponsel keluaran terbaru di tangannya. “Keren bukan!”
“Yaaaa, rasanya sepi bila tidak ada kau di tempat les.” Kata Wonyoung merengut manja.
Yena berbohong akan les-nya. Dia tidak pernah datang lagi ke tempat les semenjak ayahnya terjerat hutang lima bulan lalu dengan dalih, lebih baik menabungkan uang untuk membantu meringankan biaya kuliahnya nanti. Toh dia sudah cukup hanya dengan belajar di sekolah dan mempelajari setiap ajaran dari kakaknya.
“Cepat pulang, aku juga mau pulang.” kata Yena tak ingin memperpanjang percakapan, bahkan tak membiarkan Wonyoung berbicara. “Sampai ketemu besok di sekolah!”
※※※
Pagi-pagi sekali Ong Seongwoo sudah rapih dengan pakaiannya. Menyisir rambut dengan jari-jari panjangnya sambil berseru.
“Kang Daniel apa kau buang air besar?! Lama sekali!”
Pintu kamar mandi dibuka. Daniel keluar sambil mendecih pelan, mengomentari penampilan rambut klimis Seongwoo. “Kau akan mempermalukanku ya dengan model rambut norak seperti itu.”
“Norak!” sewot Seongwoo meyipitkan mata, Eunbi juga mengatainya begitu. “Bantu aku menata rambut agar tidak terlihat norak.” Ia mendekati Daniel yang segera saja menyingkirkan tangan Seongwoo yang menggelayuti lengannya, persis seperti anak kecil yang meminta permen pada ibunya.
“Lepas, lepas.” kata Daniel ogah-ogahan.
BRAKKK~
Seseorang baru saja menerobos masuk ke dalam kamar mereka. Dia Kim Sejeong yang menjauhkan Seongwoo dari Daniel.
“Kenapa kau bisa masuk?” Tanpa sadar Seongwoo menyilangkan kedua tangan didadanya.
“Aku pemiliknya, tentu saja bisa masuk sesukaku.” Sambar Sejeong melayangkan tatapan tak suka pada Seongwoo, rupanya ia mendengar elakan Daniel yang beberapa saat lalu minta agar Seongwoo melepaskan pegangannya.
Daniel bergumam pelan. “Dia memang selalu berbuat sesukanya.” Ia manggut-manggut selagi ditarik untuk pergi.
※※※
Sekarang juga Daniel memakan makanan enak. Ia merasa bersalah, seolah telah mengkhianati keluarganya. Meneguk segelas air putih sampai tak tersisa setetes –pun, pandangannya berhenti pada tatapan berbinar Sejeong. Gadis angkuh yang dikenalnya ternyata begitu murah senyum, tunggu… tapi tidak pada Seongwoo.
Benarkah Sejeong menyukainya? Pertanyaan itu sering ia ucapkan dalam hatinya, bagaimana bisa gadis kaya tertarik padanya kalau bukan hanya untuk main-main saja. Siapa yang tahu nantinya dia akan sakit hati setelah dibuat sangat mencintai gadis tersebut.
Teringat sesuatu. Sejeong bergegas mengambil ponsel yang tergelatak di meja. Dari meja lain Seongwoo menatap sahabatnya yang diperlakukan istimewa oleh Sejeong. Ketua F4 yang dulu sangat dibanggakan.
“Setelah sedikit mengenalnya, aku jadi tidak terlalu bangga padanya.” Ujar Seongwoo mengalihkan penglihatan Eunbi padanya.
Gadis yang duduk di sebelah Seongwoo mengikuti arah pandangnya. “Apa kau ingin makan berdua saja denganku tuan?” gurau Eunbi mengartikan kecemburuan Seongwoo pada pasangan di depan sana.
“Terima kasih!” tiba-tiba Chaeyeon berseru, ia melakukannya bukan tanpa alasan melainkan sebagai rasa terkesannya terhadap perlakuan Samuel yang memotongkan steak untuknya.
Di kursinya Kim Sejeong mulai tak sabar menunggu tersambungnya panggilan. Sementara ponsel genggam yang tengah dihubunginya terus berdering nyaring. Yena kesal sekali karena ibunya bilang benda petak tersebut bukanlah untuknya, tapi milik sang ibu yang didapat dari Sejeong.
“Bodo amat aku tidak akan mengangkatnya.” Kukuh Yena mencoba mengabaikannya.
Dari arah dapur Mikyung berlari kecil masih dengan menggunakan celemek, ia buru-buru menlepas sarung tangannya. “Kenapa tidak kau angkat!” ia melirik Yena yang masih acuh. “Bagaimana cara menerimanya?”
“Oh ayolah eomma, masa kau tidak bisa.”
“Cepat ke sini, eomma tidak boleh membuat Sejeong menunggu lama.”
“Dari Kim Sejeong!” kaget Yena bangkit dari duduk bersandarnya, dia akan meminta dibelikan juga handphone seperti ibunya atau yang lebih bagus.
Sambungan sudah terhubung. Mikyung menempelkan ponsel ke telinganya, “Yeoboseyo.”
Sejeong tersentak melihat apa yang ditampilkan layar ponselnya. Saat itu pula Yena memberitahu ibunya bahwa mereka sedang melakukan video call. Dia mengambil alih ponsel, menunjukan bagaimana cara kerjanya.
“Annyeong Eonni!”
Yena menunduk sopan otomatis Sejeong mengeryitkan dahi. “KAU?”
“Kang – Ye – Na, irago imnida.” Sahut Yena cepat-cepat menambahkan. “Adiknya Kang Daniel.”
Di kursi seberang sana Daniel menajamkan pendengarannya. Tidak salah lagi dia baru saja mendengar suara Yena bersamaan dengan mengembangnya senyum lega Sejeong, menatap senang ke arahnya, jadi anak SMA yang waktu itu…
“Adikmu.” Singkat Sejeong menjulurkan tangan agar Daniel dapat meraih ponselnya.
※※※
Salah Sejeong melakukan video call. Hingga berakhir bosan menunggu Daniel dan keluarganya berbincang, sambil sesekali Daniel mengarahkan layar ponsel pada pemandangan-pemandangan yang dirasa indah dan tak dapat dilewatkan untuk dipelihatkan.
Yena mengaku ingin sekali ke sana. Dongil juga sudah bergabung dengan obrolan mereka. “Daniel entah mengapa appa bangga padamu.”
Menutup mata dengan kaca mata hitamnya. Akhirnya Sejeong tertidur di bawah naungan payung besar.
Di tepi pesisir pantai lainnya. Ong Seongwoo banyak mengambil gambar dengan kamera. Mendadak menyukai self camera, ia berpose dengan berbagai macam gaya sampai harus berbaring di atas pasir.
Mengerucutkan bibir, berlagak imut dengan mengedipkan mata bahkan berlagak seperti orang kaya.
“Tuan Selca kau menghalangi jalan.” Cibir Eunbi mengakui usaha Seongwoo dalam mendapatkan gambar.
Seakan terganggu dengan kehadiran Eunbi, Seongwoo –pun berjalan cepat menghindari, demi mencari spot berpoto yang lain. Tapi ia masih diikuti…
“Kenapa kau terus mengikutiku?” Seongwoo menoleh melewati pundaknya.
Kwon Eunbi malah tersenyum simpul. “Seongwoo –ya, kau menyukai Sejeong, kan?” Tanya Eunbi membuat terkejut lawan bicaranya.
“Hah, kenapa kau bisa berpikir seperti itu?” balik Tanya Seongwoo.
Setibanya di pulau tak jarang Eunbi memergoki Seongwoo tengah memperhatikan Sejeong dan terakhir ketika sarapan tadi pagi. Oh tidak-tidak, Eunbi juga melihatnya memotret Sejeong yang sedang berbaring di bawah payung besar tadi.
“Aku percaya kamu bisa bersaing mendapatkannya. Semoga berhasil!”
Seongwoo mendengus. “Dengar ya! Aku punya tipe idamanku sendiri tahu?!” ia meneruskan dengan kesal. “Begitu –pun dengan Daniel!”
“Tipe seperti apa yang Daniel sukai?”
“Yang pasti bukan sepertimu.” kata Seongwoo lalu memicingkan mata. “Kau menyukai Daniel, jangan harap karena dia sudah menyukai orang lain!”
Inilah saatnya Eunbi bersuara, yang sebenarnya bermaksud untuk memancing si lawan bicara. “Kim Sejeong, aku tahu.” Ungkapnya seperti yang diharapkan Seongwoo bereaksi sesuai rencananya.
“Bukan, tapi Daniel menyukai orang lain!”
Bagus… Eunbi menadapatkan jawabannya. Kontan Seongwoo menekap mulut dengan kedua tangan, merutuki kecerobohan yang baru saja ia lakukan. Bisa gawat kalau anggota F4 mengetahui kebenaran mengenai perasaan Kang Daniel.
※※※
Sipp, mana nih shipper OngBi?
Udah aku kasih beberapa moment mereka tuh, moga aja suka :)
Tidak ketinggalan perkembangan hubungan Sejeong dan Daniel yang masih jalan di tempat, GRAK!
Aku pamit undur diri dan sampai jumpa di episode 18!
Alesta Cho.
PENTA FANTASY VOL.4 ‘DREAM SPACE’
Yoo Ki Hyun dan Kim Se Jeong memiliki impian sama, yaitu menjadi seorang idol. Menjalani pelatihan di agensi yang sama, hingga mereka terlibat kontrak kerja bersama agensi lain bernama Dream Space yang menawarkan untuk debut menjadi idol dalam waktu dekat. Ki Hyun tak menghiraukan persyaratannya yang menurut Se Jeong tidak masuk akal itu. Tanpa sadar mereka memasuki ruang berbeda dalam cermin.
Sesuatu yang paling berharga akan terjebak di dalamnya? Lalu bisakah kontrak kerja itu dibatalkan?
Cek work Penta Fantasy aku yuk ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro