Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Girl 2

"Hei Thorn.. apa kau merasa adil?"

"Adil kenapa kak?", Thorn memiringkan kepalanya bingung melihat wajah Taufan yang suntuk. Sangat terlihat ada sesuatu yang mengganggu pikiran sang kakak.

"Kita kan udah pernah jadi perempuan--"

"Jangan dibahas", Thorn menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah. Kepalanya memutar memori paling memalukan di dalam hidupnya. Astaga, sampai kapanpun Thorn tak akan rela mengulang kejadian masa lalu.

"Di antara anggota Troublemaker cuma Blaze kan yang belum pernah kena?", senyuman manis di bibir Taufan berubah menjadi seringai lebar penuh rencana jahat. Thorn meneguk ludahnya kasar melihat perubahan kakaknya. Firasatnya tidak enak.

"Tapi kak.. sesama anggota troublemaker di larang saling menjahili--"

"Apa kau punya buku undang-undang?"

"Eh?", Thorn tersentak, lantas menggeleng pelan. Seringai di bibir Taufan semakin lebar. "Lihat kan? Selagi peraturannya tidak tertulis, itu sah-sah saja"

'Sepertinya kak Taufan terlalu tekun belajar Sosiologi'

"Ayo Thorn! Waktunya menyusup keruangan Solar!"

BOBOIBOY MILIK ANIMONSTA SAYA SELAKU PENULIS HANYA MEMINJAM KARAKTERNYA

Sequel fanfic:
Girl

Request:
NanafaiStory

.
.
.
.
.

[Girl 2]

💐HAPPY READING💐

"Solar! Lihat Kak Taufan?"

"Nggak", Solar mengedikkan bahunya dengan tatapan mata tetap fokus menatap televisi yang menampilkan sinetron Indosiar. "Thorn aja gak kelihatan dari pagi"

Blaze menghela nafas gusar karena kunjung tak menemukan kedua partnernya. "Apa mereka marah ya karena aku gak ikut jahilin kak Hali semalam?"

"Konyol banget alasannya", Solar mendengus tak senang mendengar penuturan Blaze. "Mereka berdua kan pemaaf, tunggu aja bentar lagi~ palingan ke Supermarket"

"Tapi aku berasa di cuekin"

"Situnya aja yang hobi overthinking"

"Tapi--"

"Siang Blaze~", Blaze tersentak ketika suara Taufan menyapa indera pendengarannya. Kepalanya reflek menoleh kebelakang. Disana, Taufan baru saja menuruni tangga dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Thorn terlihat di belakang kakaknya, dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Eh? Ada Solar juga ya?", Taufan menyapa riang adik bungsunya yang memilih cuek. Mau bagaimanapun juga sinetron yang Solar tonton lagi di adegan yang memeras perasaan.

Blaze menggerutu kesal melihat senyum riang sang kakak.

"Kak Ufan kemana aja? Daritadi dicariin! Kau juga Thorn!"

"Ada di kamar kok~ kamu aja yang nyari pakai kaki~", Taufan menjawab seadanya dengan senyuman lebar merekah di bibirnya. Berbeda dengan Thorn yang terlihat berusaha mati-matian menghindari kontak mata dengan Blaze.

Sayangnya Blaze tak menyadari kejanggalan dari sikap Thorn dan menganggapnya itu normal.

"Jadi.. sekarang kita mau ngapain?"

"Bundir.. jahilin malaikat maut"

"...."

"Canda~", Taufan terkekeh lantas menarik tangan kedua adiknya menuju taman belakang, "Hari ini kita nyantai aja".

*****

"Nyamm!! Biskuit Kak Ufan memang nomor 1!", Blaze melahap sepiring Biskuit yang Taufan hidangkan di hadapan kedua adiknya. Percaya atau tidak, isi piring itu nyaris habis di buat dirinya seorang. Thorn lebih memilih meneguk jus jeruk di sebelahnya daripada melahap Biskuit buatan Taufan.

"Thorn, kamu yakin gak mau?", Thorn terlihat tersentak pelan. Wajah pemuda itu terlihat sedikit memucat. Kepalanya menggeleng pelan berusaha menolak halus tawaran Blaze.

"Kak Blaze makan aja, aku udah puas tadi", Blaze mengangguk, lantas kembali mengunyah Biskuit terakhir di piring.

Mendadak tubuhnya menjadi panas dingin.

"Aku... kok ngerasa gak enak badan?"

Thorn menoleh ke arah Blaze. Wajah pemilik netra zamrud itu sempurna memucat, bibirnya bergetar kehilangan kalimat yang ingin di ucapkan.

Blaze mengerjapkan matanya bingung melihat reaksi Thorn. Apa ada sesuatu di wajahnya?

"Thorn--"

Si imut keluarga Boboiboy itu melompat dari kursinya. Langkah kakinya bergerak mundur, berusaha menjauh dari Blaze. Blaze jadi ikutan bangkit, mendekati Thorn.

"Thorn? Kena--"

"AMPUN KAK BLAZE! THORN GAK TERLIBAT! SUMPAH!", Thorn menjerit sejadi-jadinya ketika Blaze mendekat, wajah adiknya itu sudah bersimpah air mata. Blaze jadi gelagapan.

"Thorn! Tenang dulu! Kamu kenap--", Blaze terdiam seribu bahasa ketika menatap pantulan dirinya di air kolam belakang rumah.

Topi merah, check! Itu memang miliknya.

Baju pamer ketek, Check! Itu juga miliknya.

Tapi rambut panjang sebahu? Wajah yang sedikit kecil dan tembem? Tidak.. itu bukan dirinya.

"TIDAK!!"

Ini mimpi buruk, paling buruk di seluruh alam semesta.

****

Halilintar mengusap wajahnya gusar, Taufan menyeringai lebar, Gempa banyak berdoa, Ice yang diam masih berusaha memperoses, Thorn yang masih sesenggukan dan Solar yang menganga tak percaya.

Blaze yang ditatap keenam saudaranya tertunduk malu.

"Kau.. beneran Blaze?"

"Kakak gak percaya?", mata Blaze berkaca-kaca ketika mendengar pertanyaan ragu dari Halilintar. Sang kakak tertua tertunduk di sofa, lidah topi semakin ia turunkan. Tidak ada yang bisa menebak ekspresi apa yang di tunjukkan sang kakak tertua.

"Kok bisa kayak gini?", Gempa menghela nafas, berusaha menabahkan hatinya. Lagi-lagi ia harus terjebak di situasi gak jelas.
"Ini kerjaanmu lagi Solar?"

"Nggak!", Solar menyilangkan tangannya dengan ekspresi panik. Ia tidak mau menjadi tersangka atas kejadian yang bukan kesalahannya.

Blaze menggeram marah, tangannya menuding sang adik bungsu dengan
Tatapan bengis.

"Gak usah pura-pura! Ini kerjaan kau kan?! Ngaku aja?!"

"Enak aja", Solar mendelik jengkel ketika tuduhan jatuh padanya. "Memangnya kakak punya bukti nuduh aku?"

"Memangnya siapa lagi yang begitu maniak dengan laboratorium selain kau?!"

"Iya sih.. tapi tetap aja! Bukan aku pelakunya!!"

"Terus siapa?", Ice membuka suara setelah sekian lama diam. Seluruh atensi kini lekat menatap si tukang tidur. Benar juga, kalau bukan Solar.. siapa pelakunya?

"Aku pelakunya", Blaze menggeram menatap kakak kedua yang tersenyum kecil padanya. Seluruh atensi menatap Taufan tak percaya. Thorn semakin dalam menundukkan kepalanya, susah payah ia menenggelamkan suara isak tangisnya.

"Taufan.. kau.. tidak bercanda kan?"

"Untuk apa aku bercanda?", Taufan melirik sekilas Halilintar yang menatap nya tajam. Atensi si pemilik mata safir kini lekat menatap Blaze.

Solar tercengah menatap kakak kedua yang terlihat santai. "Kak Ufan.. dapat darimana.. ramuannya?"

"Laboratorium", Taufan terkekeh melihat ekspresi syok yang di berikan Solar. "Kenapa? Kamu kaget ya? Kamu pikir laboratorium mu udah aman karena kau yang pegang kuncinya? Kau tidak boleh meremehkan kakakmu Solar"

"Kak Ufan kok tega!", Blaze berteriak lantang dengan ekspresi jengkel. Perasaannya campur aduk sekarang. Pada dasarnya Blaze adalah manusia yang tidak bisa mengendalikan emosi. "Kakak benci aku?!"

"Aku? Benci kamu? Mana mungkin", Taufan tertawa girang membuat emosi Halilintar ikut tersulut menyaksikannya. "Seumur hidup aku tidak akan pernah benci pada saudaraku sendiri"

"Bercandamu keterlaluan Taufan", Halilintar menggeram, topi miliknya ia banting ke lantai, Tatapan matanya terlihat bengis. "Kupikir kita sudah buat perjanjian jika kau adalah orang terakhir yang di jadikan transgender"

"Pada siapa kau membuat janji? Padaku? Atau pada Solar?", Taufan menepuk bahu sang Kakak tertua penuh pengertian. Mata birunya menatap lekat manik merah pekat milik Halilintar, bibirnya mengukir senyum mengejek. "Kau membuat janji itu dengan Solar.. bukan dengan ku Halilintar"

"Kau tidak sopan!"

BUGH..

Satu pukulan telak melayang ke wajah Taufan, mengisyaratkan emosi sang kakak tertua sudah meluap. Gempa menjerit kaget, berusaha menghentikan Halilintar. Ice memilih membantu Taufan berdiri.

Blaze terdiam seribu bahasa menyaksikan pertengkaran kedua kakaknya.

"Kenapa kau lakukan itu, hah?! Atas dasar apa kau melakukan itu?!", Taufan berdecih. Tangannya mengusap rahangnya yang terasa sakit. Halilintar tidak main-main dalam memukulnya. "Anggap saja aku lagi bercanda kayak biasa, jahilin kalian karena gabut"

"Tapi ini keterlaluan kak", Ice menimpali dengan ekspresi sulit diartikan. "Cukup Solar aja yang gila kalau lagi jahil, kakak jangan"

Solar ingin membantah, tapi situasinya saat ini sangat tidak mendukung.

"Iya deh.. maaf ya Blaze~", Taufan memasang cengiran khasnya, lantas menunduk meminta maaf. Blaze diam cukup lama, menatap lekat manik safir sang kakak.

"Kak Ufan marah sama aku?", Taufan terdiam. Tatapan matanya lekat menatap Blaze dengan tatapan sulit diartikan. Bibirnya mengukir senyum kecil. "Kamu cantik ya kalau jadi cewek"

BLUSH..

Wajah Blaze memerah seketika. Ia salting. Tangannya dengan kejam memukul wajahnya sendiri. Sadarlah Blaze! Kau cowok tulen! Playboy itu profesimu! Ingat itu!

Taufan mengambil kesempatan itu untuk berlalu memasuki kamarnya. Tersisalah mereka berenam. Tangis Thorn seketika pecah melihat kepergian Taufan.

"Maaf Blaze..hiks.. maafkan aku.. hiks.. aku.. aku.. harusnya hiks.. bisa cegah.. kak.. Ufan.. hiks.. maaf... hiks...", Blaze tersenyum kecil melihat saudara terdekatnya menangis. Tangannya mengusap punggung Thorn berusaha menenangkan.

"Tidak apa-apa Thorn.. tidak apa-apa", rasanya Blaze ingin memeluk tubuh Thorn.

BUK..

Pukulan pelan melayang ke wajah cantik Blaze. Pemuda-- maksudnya gadis hyper itu menjadi syok ketika Thorn melakukan hal itu. Sedangkan sang pelaku kini salah tingkah dengan wajah memerah.

"Maaf Blaze.. gak muhrim.."

Tidakkah dia belajar jika masih sedarah itu muhrim?

*****

"Efeknya akan menghilang nanti sore"

"Kamu gak bohong kan?", Gempa menatap Solar penuh kecurigaan. Mau bagaimanapun juga, adik bungsunya itu adalah maniak gila. Sulit untuk percaya padanya.

Solar yang sadar kecurigaan kakaknya tersenyum bangga. "Kak Gempa gak perlu khawatir~ itu ramuan sebenarnya udah aku modifikasi, Efeknya cuma 3 jam, gak lama kok"

"Kok kamu modifikasi?"

"Udah jelas kan? Untuk jahilin kalian--"

"Bagus sekali Boboiboy Solar Bin Amato"

"Canda kak Hali", Solar dengan cepat meralat perkataannya ketika melihat aura hitam dari tubuh sang kakak tertua. Bibirnya mengukir cengiran narsis seperti biasa.

"Blaze kalau sabar nanti jadi cowok lagi kok", Thorn memberikan dorongan dalam jarak 10 meter. Blaze mendengus malas. Ia merasa dirinya seperti diasingkan oleh saudaranya sendiri.

Mereka ada di dekatnya, dalam radius 10 meter.

YANG BENAR SAJA?!

"Sampai berapa lama kalian akan menganggapku virus Corona?"

"Itu kata-kata yang berlebihan kak", Ice menghela nafas sambil menyeruput coklat panas buatan Gempa. "Aku.. tidak, maksudnya kami hanya mencari aman. Takut terjadi sebuah kejahatan"

Blaze mendelik tak senang mendengar penuturan Ice.

"Memangnya aku ini apaan? Barang curian?"

"Untuk sekarang kak Blaze adalah sesuatu yang bisa menimbulkan dosa"

Bukan main alim Ice saat ini. Blaze bahkan rasanya ingin menabok wajah menyebalkan itu.

"Ngomong-ngomong, sejak tadi aku tidak melihat kak Taufan"

"Dia di kamarnya, katanya ada sesuatu yang harus di kerjakan", Gempa memperhatikan Blaze yang hanya diam tertunduk. Ia merasa ada yang salah disini.

"Aku tidak tahu apa masalahmu dengan kak Taufan, Blaze... tapi aku beri sedikit saran.. segera berbaikanlah"

"Aku mau ke kamar kak Ufan", Blaze segera melangkahkan kakinya menuju lantai atas. Gerakannya terhenti di depan pintu kayu yang paling dekat dengan tangga. Diam-diam dirinya meneguk ludah kasar.

Biasanya ia akan langsung masuk ke ruangan sang kakak, mengganggu ritual sehari-harinya tanpa merasa berdosa.

Tapi untuk kali ini Blaze tak punya keberanian. Bahkan hanya untuk memutar gagang pintu perasaannya udah gak enak. Tapi sampai kapan ia harus seperti ini?

Tok.. Tok... Tok...

"Siapa?"

"Blaze kak", tidak ada suara langkah yang mendekat. Ataupun terasa pergerakan dari dalam ruangan. Taufan sepertinya memilih diam saat mengetahui adik pemarahnya yang datang mengunjungi.

Blaze menghela nafas, berusaha mengumpulkan keberaniannya.

"Aku mengaku salah kak", Blaze membuka suaranya. Ia tak yakin Taufan mau mendengarkan ucapannya dari balik pintu. Tapi Blaze merasa ia harus minta maaf. Ia sangat tahu dimana letak kesalahannya saat ini. Karena seumur hidup, tak pernah sekalipun Taufan menjahili dirinya, apalagi dengan tatapan dingin.

Mungkin orang banyak tak sadar. Tapi Blaze sangat menyadarinya. Akhir-akhir ini, Taufan terlihat tak senang berhadapan dengan dirinya.

"Seharusnya tak aku lakukan hal itu.. aku minta maaf", sejak dulu Taufan sama seperti Solar. Dia orang yang sangat menjunjung harga dirinya. Ditambah luasnya koneksi pergaulan membuat dia harus tetap menjunjung harga dirinya.

"Kak Taufan pasti marah karena aku nyebarin itu kan? Foto kakak waktu jadi perempuan? Sepertinya bercandaku sudah keterlaluan"

Blaze sangat tahu siapa Taufan. Dia orang yang sangat menjunjung tinggi harga diri sama seperti Solar, tapi sayangnya mentalnya tak pernah sekuat si bungsu.

Thorn sering bilang kepada Blaze, sejak foto itu beredar, Taufan jadi sering mengurung diri di toilet dan menangis. Banyak juga rumor tak enak yang beredar di lingkungan sekolah mereka.

Seperti tuduhan penyimpangan misalnya. Taufan tak kuat menghadapi rumor itu.

"Maaf kak.. aku gak tau caranya minta maaf, tapi mungkin kalau kak Ufan sebarin foto aku kayak gini jadinya adil kan?"

Sejak awal Taufan tahu kalau Blaze yang melakuannya. Ia ingin marah, meluapkan seluruh emosinya dan perasaan malunya akibat Blaze.

Tapi Taufan bukanlah tipikal orang yang suka marah-marah seperti Halilintar ataupun mengamuk seperti Gempa.

Dia hanya diam. Mengisyaratkan dari sikapnya dan tatapan matanya. Dan sikap itu baru benar-benar ditunjukkan kepada Blaze akhir-akhir ini.

Blaze jadi sadar titik kesalahannya setelah introspeksi diri.

"Pukul aja aku kak, kurung aku di gudang, sabet pakai rotan, aku gak masalah walaupun seluruh badan sakit, yang penting kak Ufan mau memaafkan aku"

Blaze tertunduk semakin dalam. Bibirnya berdecih pelan. Percuma, Taufan benar-benar marah padanya. Apa yang ia harapkan?

CEKLEK..

"Aku gak sejahat itu..", Blaze mematung ketika sang kakak kedua kini berdiri di depan pintu. Tatapan matanya yang dingin terlihat sedikit melunak. Bibirnya mengukir senyum tipis yang tulus. Kali ini benar-benar tulus.

"Aku cuma iseng aja.. gak lebih.. mungkin ada sedikit unsur dendam, tapi aku tidak pernah sedikitpun berniat membuatmu terluka ataupun mempermalukanmu, Blaze"

"Tapi.. aku sudah merusak reputasi kakak.."

"Jangan khawatir..", Taufan terkekeh dengan tangan mengacak gemas rambut sang adik yang panjang sebahu. "Halilintar dan Gempa banyak membantu dalam membersihkan namaku, bahkan solar ikut membantu"

Blaze tertunduk. Tangisnya pecah seketika, kata maaf terus terucap di bibirnya. Taufan tersenyum, tangannya terus mengusap rambut sang adik.

"Maaf..hiks.. maaf..kak.."

"Tidak perlu minta maaf Blaze.. aku sudah memaafkanmu"

Blaze semakin terharu. Tangannya terentang siap memeluk sang kakak...

"Eit... tunggu dulu~", Taufan nyengir dengan tangan menahan kepala Blaze agar tidak bisa mendekat. "Aku gak mau di peluk cewek, gak muhrim"

END

Selamat malam:D
Akhirnya fanfic Request kedua sia UvU

Terimakasih untuk NanafaiStory
Karena sudah mau request:D
Semoga karya ini memuaskan khayalanmu'-'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro