Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

07. THINGS GO SOUTH

天省22 10 14
14 Oktober, Tahun ke-22 Tenshō. 1915.

——————————



KISHIGA MENDENGAR SESEORANG MENGETUK PINTU DEPAN RUANGAN TEMPATNYA MENGINAP. Ia pun bangkit dan menghampiri ruang tengah kamar tersebut. Di balik pintu geser, terlihat siluet seorang pria sedang berdiri di sana. Kishiga bertanya, dan pria itu menjawab dengan suara yang akrab di telinganya.

"Kapten, Tuan Kutabe ingin bertemu denganmu."

Kishiga sejenak terdiam heran, lalu membukakan pintu geser. "Apa yang dia inginkan?"

Sadayuki hanya memberikan tatapan bingung, sebelum akhirnya menjawab, "Aku tidak tahu."

Kishiga menoleh ke arah jam yang berdiri di atas sebuah lemari kecil. Saat itu sudah menjelang dini hari.

"Kapten Ōyama juga bersama-sama dengannya," sambung Sadayuki kemudian.

"Barangkali ada sesuatu yang harus segera disampaikan," pikir Kishiga sembari berbalik masuk dan segera membuka koper bawaannya. Dengan teliti, ia meraba sisi dalam koper tersebut. Jarinya berhenti di sudut kanan, kemudian menekan sebuah tombol kecil. Ruang penyimpanan rahasia pun terbuka.

Kishiga mengeluarkan sehelai selempang pistol, revolver dan sekotak amunisi. Selempang pistol itu memiliki sepasang hoslter dan saku kecil. Ia melingkarkan selempang itu pada bahu, kemudian mengencangkannya seperti sabuk. Revolver itu ia sematkan pada hoslter di bagian kiri selempang, sedangkan pada saku di sisi kanan diisi dengan sekotak amunisi. Kishiga membawa sebilah belati tantō di pinggang, lalu mengenakan mantel musim dingin yang panjang dan mafela hangat melingkari leher.

Ia menemui Letnan Sadayuki yang masih menunggu di depan kamar. "Bersiap-siaplah," ungkapnya tegas pada Sang Letnan. "Beritahukan anggota regu yang lain. Sesuatu bisa saja terjadi sewaktu-waktu." Kemudian, ia bergegas menyusuri serambi terbuka yang menghubungkan kamar-kamar yang ada di penginapan itu. Ia berjalan menuju bangunan utama.

Seperti yang dikatakan Sadayuki, Kutabe telah menunggunya bersama dengan Kapten Ōyama. Tanpa mengucapkan apa-apa, Kutabe memberi isyarat agar Kishiga mengikutinya. Pria itu berpaling dan melangkah menuju halaman depan. Sebuah sedan cokelat yang sama seperti sebelumnya telah menunggu di sana. Mereka menaikinya,, lalu berlalu dari halaman penginapan.





SEDAN ITU MENEPI DI ANTARA PERUMAHAN YANG SUNYI, di mana semua orang masih terlelap. Cahaya remang dari lampu-lampu pagar menelisik kegelapan. Suara gonggongan anjing menggema dari kejauhan.

Ketiga orang itu turun dari mobil.

Kutabe membawa keduanya menelusuri sela-sela gang yang sempit dan gelap. Gang itu menjalar melalui sisi bangunan tua serta tembok-tembok bata yang muram. Udara lembap dan berjamur tercium di sepanjang gang tersebut. Kishiga berjalan dengan hati-hati. Kegelapan seolah-olah membuat pijakan kakinya terasa tenggelam ke dalam liang 'tak berdasar. Gema langkah kaki ketiga orang itu bersahut-sahutan dengan bunyi yang samar.

Gang itu berakhir pada sebuah persimpangan kecil. Seekor kucing liar, yang merunduk di atas pagar kayu, menatap mereka dan mengeong. Kutabe mengusirnya dengan mengibas-ngibaskan tangan. Tidak jauh dari situ, terdapat sebuah bangunan kayu dengan genting berwarna merah tua.

Sebuah toko kain bernama "Sakiori"—nama itu tertera pada plang di atap bangunan.

Kutabe mengajak mereka memasuki Sakiori, di mana mereka diperkenalkan dengan seorang pria bernama Samebito, intendans yang diam-diam bekerja untuk Jenderal Nagayama. Kutabe dan Samebito bersama-sama menjalankan jaringan informan di Kyoto—menjadi mata, telinga, dan sensor syaraf Sang Jenderal.

Kishiga memasuki koridor toko tersebut yang hanya diterangi sedikit cahaya, berjalan melewati gulungan-gulungan kain beragam warna dan pernak-pernik pakaian. Begitu tiba di dalam, Samebito membawa mereka ke pondok belakang yang terpisah dari bangunan utama. Di dalam pondok itu terdapat barang-barang lain yang ditumpuk di salah satu sisi, menciptakan kesan menyerupai gudang penyimpanan. Sehampar tikar bambu membentang di sisi ruangan yang lain.

Samebito menggulung tikar bambu tersebut dan menarik sesuatu yang tampak seperti seutas tali. Sebuah palka pun terbuka, memperlihatkan undak-undakan yang menurun. Mereka memasukinya dan tiba di ruangan bawah tanah. Pada langit-langitnya yang rendah, terpasang sebuah bohlam kekuningan.

Samebito menyingkap sehelai kain tua yang menutupi jalan mereka. Partikel debu beterbangan. Di balik kain itu terdapat ruangan dengan sebuah meja kecil dan beberapa kursi yang sedikit usang. Namun, tersirat jelas bahwa ruangan itu pernah digunakan beberapa kali. Tampak dari keadaannya yang tidak begitu tertutupi oleh debu.

"Mari, duduklah." Kutabe mengialkan tangannya. Kishiga dan Kapten Ōyama mengambil kursi terdekat, sehingga Kutabe dan Samebito duduk di sisi yang berlawanan.

"Barusan kami menerima kabar dari Markas Pusat." Samebito membuka pembicaraan. "Beberapa menara pengawas menangkap pergerakan misterius di Teluk Wakasa. Itu sudah berlangsung selama dua hari terakhir."

Teluk Wakasa yang dimaksud meliputi kawasan perairan luas di pesisir utara yang berbatasan dengan tiga provinsi: Tan'go (Kyoto), Wakasa, dan Echizen. Teluk ini mewadahi dua pelabuhan strategis, satu di antaranya adalah Pelabuhan Tsuruga yang tersambung langsung dengan Edo melalui jalur kereta api.

Samebito menjelaskan, bahwa petugas pengawas dan patroli air di Teluk Wakasa mendapati beberapa kapal 'tak dikenal yang beraktivitas di sekitar wilayah tersebut. Mereka bergerak di sekitar kepulauan terpencil yang berada di kawasan perairan Pelabuhan Maizuru, dan sesekali tampak mendekati perairan Pelabuhan Tsuruga. Mereka beranggapan bahwa itu adalah aktivitas kapal-kapal pengintai yang kemunculannya berhubungan dengan menjelangnya Perundingan Damai di Kyoto.

"Sejauh ini, belum ada tanggapin lebih lanjut dari badan militer, selain meningkatkan pengamatan dan sepenuhnya menutup seluruh akses transportasi, kecuali Jalur Tōkaidō."

"Selain itu, yang terpenting adalah keamanan di Kyoto." Kapten Ōyama membungkukkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya di atas meja. "Barangkali aktivitas itu sengaja dilakukan untuk melemahkan pengawasan di sini."

"Itu kemungkinan lain." Kutabe membenarkan. "Atau mereka mengincar Edo. Jarak antara Tsuruga dan Edo jauh lebih pendek dibandingkan dari Kyoto. Jika membicarakan tentang muslihat Kaum Shūkoku, kita tidak boleh lengah." Ia berdesah dan merenung sejenak. "Sebenarnya ada hal yang tidak kalah penting—bahkan bisa kukatakan, lebih mendesak daripada itu."

"Apa itu?

Kutabe melirik pada Samebito. Untuk sejenak, mereka saling terdiam.

Samebito merendahkan bahunya sembari mengerenyit, seolah-olah sedang menata fakta-fakta yang hendak ia paparkan. "Para informan kami menangkap aktivitas di sekitar Kastil Nijō selama beberapa hari belakangan. Aktivitas itu berangsur meningkat. Beberapa orang yang sama terlihat mengitari kawasan itu berulang kali."

"Barangkali itu adalah utusan dari badan militer yang menyamar dan bertugas mengawasi kawasan tersebut." Kishiga terdengar skeptis.

Samebito menanggapinya dengan tatapan tajam. "Informanku tidak akan melakukan kesalahan sepicik itu, Kapten. Sebelum menyampaikan sesuatu untukku, mereka akan memeriksanya dengan teliti. Mereka sudah membuntuti orang-orang itu, menilik kehidupannya sehari-hari, dan menemukan bahwa mereka bukan bagian dari dinas mana pun di bawah Pemerintah."

Kishiga mengangguk. "Aku mengerti. Silakan lanjutkan."

"Kami pun segera melakukan pemantauan. Kalian tahu, untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dalam ruang lingkup yang luas, salah satu faktor terbaik adalah dengan mengamati aktivitas pasar. Dari situ kami menemukan jika dalam seminggu terakhir, suplai pupuk di Kyoto menurun secara signifikan. Dengan kata lain, permintaannya meningkat tajam dalam rentang waktu yang relatif singkat."

"Ada seseorang, atau tepatnya suatu pihak, yang membeli pupuk dalam jumlah besar." Kapten Ōyama menimpali. Ia merenung sembari bergumam, "Kenapa pupuk?" Perlu beberapa saat hingga ia tersadar dan terperangah. Dengan refleks ia menoleh pada Kishiga. "Pupuk! Jangan-jangan ..."

Kishiga mengangguk dan menatap dengan serius. Ia pun menyadari hal yang sama. "Fosfor dan amonia. Keduanya umum digunakan sebagai bahan peledak."

Kapten Ōyama mengepalkan tangan kanannya. "Sejak semula, mereka tidak berencana menyelundupkan peledak ke dalam Kyoto. Petugas screening akan dengan mudah mendeteksinya. Sebagai gantinya, mereka berencana membuat peledak itu di sini! Di Kota Kyoto itu sendiri!"

Kishiga mengarahkan pandangannya pada Kutabe. "Jenderal Nagayama sudah mengetahui tentang ini?"

"Mm," angguk Kutabe. "Jenderal memintaku untuk mengamankan Tuan Tsuneyoshi. Saat ini Kastil Nijō dan hotel-hotel yang menampung para tamu penting sedang dikosongkan. Perundingan Damai dibatalkan."

Perundingan Damai dibatalkan.

Sesuatu membuat perasaan Kishiga terusik. Kecemasan mulai melandanya. Kendati demikian, situasi yang terjadi sekarang tidak sepenuhnya berada di luar dugaannya. Ia merenung, serta-merta teringat dengan sesuatu yang ia terima beberpa hari yang lalu, tepatnya mengenai pertemuan di Shiramori yang berada di Asakusa.

Sehari setelah pertemuan tersebut, sesuai kesepakatan, Mayor Kawanishi memberikan lis berisikan nama para informan dan intendans. Sebuah daftar yang rinci, padat. Lis itu terenkripsi dengan sejenis sandi. Diperlukan sebuah alat bantu untuk mengurai sandinya, dan Kishiga menerimanya bersamaan dengan lis.

Begitu menerima kedua perangkat yang saling berhubungan itu, Kishiga pulang ke kediamannya. Ia memasuki ruang kerja, menanggalkan pakaian hangat, serta tanpa membuang waktu segera mengamati lis tersebut. Ketika membacanya, ia langsung menyadari bahwa informasi yang tertera di dalamnya tidak hanya mencakup lintasan Tōkaidō. Dengan jelas tertera nama kota yang berada di lintasan Nakasendō, Hokurikudō, bahkan lintasan minor lain, lengkap dengan nama informan dan intendans. Heran dan cemas, Kishiga bergeming memandangi daftar itu.

Fakta tersebut mengindikasikan sesuatu yang lebih besar.

Kishiga mengerti bahwa Jenderal Nagayama mungkin telah membayangkan akan terjadi faktor-faktor 'tak terduga dalam misi yang akan ia jalankan, sehingga menyediakan informasi yang lebih luas dari yang seharusnya. Namun, pemahaman itu tidak cukup membuat Kishiga tenang. Intuisinya mengatakan bahwa tidak hanya sampai di situ. Jenderal Nagayama mempersiapkannya untuk situasi yang lebih genting.

Bukankah itu berbeda dengan yang mereka rundingkan ketika berada di Shiramori? Kenapa Jenderal Nagayama seolah-olah menutupi itu dari orang-orang yang hadir dalam pertemuan di Shiramori?

Tanpa berpaling dari Kutabe, Kishiga pun bertanya, "Bagaimana dengan misi kami? Setelah semua persiapan dan peluang yang ada, aku ragu Jenderal Nagayama akan membatalkannya begitu saja."

"Mengenai itu, semuanya tetap seperti semula: Anda membawa para pelukis kain sutra meninggalkan Kyoto dan tiba di Edo dengan selamat. Mereka dalam perjalanan ke tempat ini."

Tepat setelah Kutabe berucap, tiba-tiba saja ruangan itu dipenuhi oleh cahaya merah yang berkelap-kelip. Itu berasal dari sebuah lingkaran yang berada di sudut ruangan, menyerupai sebuah lampu indikator. Keempat orang yang berada di ruangan itu terkejut.

Dalam sekejap, Samebito bangkit dari tempat duduknya. Ia menghampiri dinding kayu dan menekan sesuatu yang menyerupai tuas, tersamarkan di antara serat-serat kayu. Sebuah panel keluar dari dinding kayu tersebut. Samebito memutar panel itu dan memperlihatkan seperangkat telepon kabel yang tersembunyi di dalamnya.

"Panggilan dari Edo." Ia mengambil corong telepon dan mengulurkannya.

Kapten Ōyama menyambut corong itu serta mendekatkannya ke mulut. Setiap panggilan harus terlebih dahulu divalidasi dengan rangkaian sandi. Setiap pos stasiun memiliki sandi tersendiri, masing-masing diambil dari jarak tempuh antara pos tersebut dengan Kota Edo, sehingga terdapat 23 sandi yang berbeda.

"4–9–5–ten–5."

Sandi Pos Stasiun Kyoto—495,5 kilometer dari Edo.

"Zero–ten–zero," sahut suara dari seberang dengan nada tergesa-gesa. Suara seorang wanita. Perangkat telepon di ruangan itu memiliki sistem pengeras suara sehingga Kishiga, Kutabe, dan Samebito bisa mendengarnya pula. "Dengan siapa aku berbicara?"

"Kapten Ōyama Risuke."

"Kapten Kishiga?"

"Ada bersamaku, begitu juga Kutabe dan Samebito."

Wanita itu terdengar menghela napas sejenak, sebelum akhirnya berseru, "Ini pesan darurat dari Jenderal Nagayama. Segera tinggalkan Kyoto! Bawa serta Tuan Tsuneyoshi dan para pelukis kain sutra."

Keempat orang itu saling memandang satu sama lain. Di saat bersamaan, Kapten Ōyama merasakan pijakannya bergetar. Getaran itu membuat butiran debu berjatuhan dari langit-langit ruangan. Sesuatu bergemuruh dari kejauhan di luar sana, menyerupai deru panjang yang mengusik heningnya dini hari yang gelap.

"... Sesuatu telah terjadi." Kutabe berlari menuju undak-undakan, menaikinya dan menerjang keluar. Kishiga dan Samebito menyusulnya. Mereka bergegas keluar dari halaman toko Sakiori, berlari menghampiri persimpangan yang berada tidak jauh dari situ.

Beberapa saat yang lalu keadaan begitu tenteram. Sekarang, semua orang yang tadinya terlelap pun diliputi kepanikan. Kegemparan meluap dari berbagai penjuru. Seisi kota baru saja terbangun; dibangunkan oleh keriuhan yang 'tak terkendali. Orang-orang berlarian dalam kepanikan yang menyapu seluruh kota.

Di kejauhan, mereka melihat sinar terang. Sesuatu berpendar—tepatnya, itu berkobar dengan hebatnya. Lidah-lidah api menjilat di antara bangunan-bangunan, sementara asap membubung ke langit seperti sebuah tonggak hitam yang tebal. Tanah tidak berhenti bergetar, disusul dengan bunyi gemuruh panjang. Kishiga berpegangan pada sisi pagar.

Rangkaian kabel gantung yang membentang pada langit-langit Kyoto terputus. Trem layang berjatuhan menimpa kota itu menyerupai hujan meteor. Percikan-percikan api memancar dari sambungan kabel tersebut. Sebuah kota fantasi yang kini menjelma menjadi neraka.

"Ada apa ini?" Kishiga terpana, menatap ke antara orang-orang yang panik.

Beberapa dari orang-orang itu berhenti dan memandang ke belakang Kishiga. Sesuatu terpantul dalam bola mata mereka. Berwarna jingga terang dan membara. Mereka tercengang-cengang sambil menunjuk pada sesuatu di belakang sana.

Kishiga pun berbalik. Ia mendapati toko kain itu kini dilingkupi oleh kobaran api.

"... Ōyama!"

——— Ω ———

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro