Ketemuan?!
Buat yang kedua kalinya Ivory harus terjaga sampai pukul 5 pagi karena seorang Joshua. Sesosok Joshua. Makhluk satu itu benar-benar bikin Ivory gak habis pikir. Dengan seenak jidat dia bilang "datang ke Heaven Gate" dan "pukul 8".
Emangnya kita tinggal di satu kota? Kalo makam dia ada di Kutub Utara, terus gue tinggal di Kutub Selatan, kan jauh?! Mana bisa nyampe tepat waktu? Terus itu pukul 8 waktu mana coba? Curahan hati seorang Ivory. Padahal gak mungkin juga makamnya Joshua ada di Kutub Utara. Efek paniknya gak beda jauh kayak cewek yang mendadak diajak kencan.
Sekalian nimbang keputusan dia buat datang atau engga, Ivory searching lokasi HG Cemetery yang ternyata ada di pinggir kota sebelah. Perjalanan dua jam ditambah mampir beli bunga, bisa sih sampai sana tepat waktu.
"Tapi gue belum siap mental, my God!" Ivory ngeraung gak jelas sambil guling-guling di kasurnya.
LINE!
Joshua
Nanti masuknya lewat gerbang utara
13 langkah ke depan
17 langkah ke kanan
See you
"GUE BAHKAN BELUM SETUJU BUAT DATENG, JOOOOO!"
***
"Ma, hari ini Ivory mau pergi—"
"Ke?"
"Rumah temen." Ivory terdiam sebentar, kemudian meralatnya. "Ah engga, maksudnya ke makam temen."
Kegiatan menyiapkan meja makan yang dilakukan ibunya terhenti. Melihat penampilan Ivory dengan dress putih selutut dan sepatu converse yang juga berwarna putih, ditambah tas selempang kecil berwarna biru membuatnya berceletuk, "Yakin mau ke makam? Bukan mau kencan?"
Ivory ngehela nafas panjang sambil nerima roti isi yang disodorkan ibunya. "Kalo bisa kencan sih, ya Ivory lebih milih pergi kencan daripada ke makam."
"Terus mau berangkat jam berapa?"
"Sekarang."
Lagi, aktivitas sang ibu terhenti karena kata-kata ajaib yang keluar dari mulut anaknya.
"Beneran ke makam, Ma."
"Kamu enggak lihat jam? Langit aja masih gelap kayak gini. Atau jangan-jangan kamu janjian sama cowok di makam, terus nanti baru pergi ke tempat lain?"
"Mama ngelawak ya? Kalo ada cowok ngajakin kayak gitu, pasti Ivory tendang ke tempat sampah. Lagian sekarang langitnya udah cerah, kan udah jam setengah enam." Gadis itu menegak habis air yang ada di botol, kemudian mengisinya dengan air keran.
"Nanti tuh Ivory masih harus mampir ke toko bunga. Tempatnya jauh juga, makan waktu dua jam. Berangkat lebih cepat lebih baik," lanjutnya sambil mengecek kembali barang di tasnya. Ivory gak mungkin bilang kalo dia emang janjian sama cowok. Hantu cowok.
"Emang dimana makamnya?"
"Heaven Gate Cemetery. Mama tau?"
"Pak Kim tau. Suruh dia yang antar kamu."
"Lah terus papa gimana?"
"Ya anaknya pak Kim yang gantiin."
Emak kaya mah bebas.
"Siap menjalankan perintah Nyonya Bos! Ivory berangkat, Ma!"
***
Jalanan yang cukup lengang membuat Ivory sampai 15 menit lebih cepat dari waktu janjian. Maunya sih nunggu dulu di mobil sekitar sepuluh menit baru turun. Atau kalo bisa puter balik terus pulang. Tapi Ivory masih tau diri buat gak nyusahin orang yang udah mau repot buat nganter dia ke tempat jauh.
"Non, gak turun?"
"Nanti aja, Pak. Masih demam panggung ini."
Jawaban asal yang dilontarkan Ivory bikin Pak Kim ketawa. "Mau saya temani?"
"Eh, enggak usah, Pak. Mending Bapak nanti cari tempat makan aja, terus sarapan."
Lima menit lewat. Ivory akhirnya mutusin buat turun. Yah, dia bisa ngebersihin makam Joshua dulu sebelum makhluk yang bersangkutan dateng.
"Pak, ini bener gerbang utara, kan?"
"Iya, Non."
Tarik nafas dan buang. Berbekal petunjuk ala mencari harta karun dari Joshua, kini Ivory udah sah menginjakkan kakinya di sebuah pemakaman. Tepuk tangan untuk keberanian Ivory yang hanya sebesar remahan kue.
Kalo buat seorang yang penakut level Ivory, HG Cemetery ini sama sekali nggak ada serem-seremnya. Malah pemandangan HG gak beda jauh kayak taman bunga. Jujur aja, Ivory ampe kagum liatnya. Pengen gitu dia foto di sana —because of its aesthetic— dengan pose candid kayak anak ilang terus post di inst@. Captionnya "Lost in Heaven".
Haha. No.
Mau se-estetik apapun, itu tetep pemakaman. Cukup berterima kasih buat siapapun yang ngebikin pemakaman itu keliatan cantik. Enggak perlu foto-foto. Jangan norak.
Mendekati hitungan langkah terakhir, Ivory mulai fokus ngeliatin nama di setiap batu nisan yang dia lewatin. Sampe akhirnya dia nemuin satu makam yang keliatan buluk banget di antara makam bersih yang lain. Ada tulisan Hong Jisoo dan satu kata dalam tanda kurung.
"Jo... shou? Lah?" Oke, Ivory mulai panik. Perasaannya campur aduk, antara seneng dan kecewa. Dia enggak perlu berurusan sama hantu, tapi masa Joshua tega bohongin dia?
"That's Shua, not Shou." Suara bisikan halus bikin Ivory refleks memejamkan matanya. Berasa ketemu Medusa.
"Hey, open your eyes!"
Ivory ngegeleng pelan. Dia gak sanggup liat penampakan Joshua yang mungkin aja tanpa kepala, tanpa kaki, tanpa tangan, mulut sobek, muka ancur, etc. It's a no-no.
"Kamu mau datang ke sini sudah membuktikan kalau kamu percaya sama aku. Buka matamu," pinta Joshua sambil menyentuh kedua tangan Ivory. Terasa dingin di kulit, tapi hangat di hati. Hwhwhw.
Sebelum ngebuka kelopak matanya, Ivory nundukin kepala dulu. Liat penampakan dari bawah baru ke atas, biar gak syok banget. Dan hal pertama yang Ivory liat adalah sandal.
Pengen ngakak. Ivory ngegigit lidahnya buat nahan tawa.
Celana panjang putih, kemeja putih, wajah ganteng. Scanning Joshua success. Tapi sandalnya...
Just forget it.
"Nih, buat lo."
"Terima kasih. Mini Helianthus?" Dengan santainya Joshua duduk di atas makam dia sendiri sambil merhatiin bunga dari Ivory.
"Bukan, Coreopsis. Tapi masih satu famili."
"Pasti ada maknanya." Joshua menatap Ivory, meminta jawaban.
"Selalu bahagia. Minggir sono, gue mau ngebersihin makam lo." Lebih baik obrolan tentang bunga dihentikan karena Ivory nggak seberapa ngerti. Kalo jadinya awkward kan horor.
Diusir kayak gitu juga Joshua nurut aja. Dia berdiri tanpa ngelepas pandangannya dari cewek yang sibuk nyiram batu nisan dan keramik makam.
"Kok hantu bisa nyentuh orang sih?"
"Ya?"
Males ngulang pertanyaannya, Ivory cuma ngelirik ke arah Joshua trus balik ngelap batu nisan lagi. Sedangkan yang dilirik malah ketawa. Kamveuret.
"Kalau mau dibuat tembus juga bisa." Joshua nyentuh tangan Ivory yang lagi megang kain putih tapi kali ini Ivory gak ngerasain apa-apa.
"Bisa gitu ya."
Ivory ngeberesin perlengkapannya sebelum berdoa. Yang didoa'in lebih milih balik duduk di atas makam, sandaran di batu nisan, habis gitu ngeliatin orang di depannya.
Begitu selesai doa, Ivory kaget sendiri diliatin ama setan. "Ya Tuhan, jantung gue hari ini kerja keras banget."
"Terima kasih sudah mau datang, mau membersihkan makamku, mau berdoa untukku."
Senyuman Joshua bikin Ivory mau gak mau ikutan senyum.
"Besok-besok gak mau gue ketemuan di sini lagi. Cari tempat lain yang lebih elit kek. Cafe, resto, hotel, kan bisa."
"As you wish, Princess."
Denger kata 'princess' malah bikin Ivory gemes. "Why so cheesy?"
"Kamu terlihat seperti tuan putri yang pergi berkebun. Cheesy darimana?"
What the... Berkebun dia bilang?
"Yeah. Then you look like an abandoned prince."
Ekspresi Joshua yang bingung nyari kesalahan di dirinya sampe dibilang 'abandoned' bikin Ivory ngakak.
"At least I'm still a prince."
Mengiyakan pernyataan Joshua jadi satu-satunya respon yang bisa Ivory kasih. Faktanya, Joshua emang ganteng. Gak salah kalo dia mengklaim dirinya sebagai pangeran.
"Gak capek berdiri terus? Sini, duduk."
"Hah? Duduk?"
"Iya, duduk sepertiku, di sini." Joshua nunjuk tempat kosong di depannya.
"Gak boleh, ya kan?" Dateng ke pemakaman aja galaunya setengah mampus. Lah ini malah disuruh duduk di atas makam.
"Boleh. Ini tempatku, aku yang memintamu. Jadi tidak akan ada hal-hal buruk yang terjadi setelahnya."
Kalo jaminannya nikah sama Seo In Guk sih gak masalah. Hwhwhw.
"Gue ngantri sembako, berdiri. Upacara, berdiri. Mandi juga berdiri. Gue cewek kuat, gak perlu duduk. Makasih tawarannya."
Dibilangin pake mulut gak bisa. Ya udah, pake tangan aja. Joshua narik Ivory buat mendekat trus nekan bahu cewek itu, menduduk-paksakan dia.
"Tuan Putri ternyata keras kepala ya. Harus Pangeran turun tangan dulu baru mau nurut."
Ivory nutup telinganya. "Geli denger lo alay gitu."
"By the way, I want to ask you something."
Mereka malah diem-dieman. Ivory nunggu, Joshua mikir.
"Jadi tanya gak nih?"
"Tapi aku minta maaf sebelumnya—"
"Iya dimaafin. To the point aja."
"Apa pekerjaan ayahmu? Maksudku—"
Ivory udah tau kenapa Joshua tanya soal pekerjaan papanya. Daripada cowok itu makin bertele-tele, mending Ivory motong omongan dia (lagi).
"Papa gue kerja sebagai direktur utama di perusahaan yang dia bangun sendiri. Kerja sampingan juga jadi kepala informasi di CBI. Gak usah heran kenapa CBI malah dijadiin sampingan, karena awalnya emang kerja di sana. Trus keluar. Eh mendadak dipanggil lagi. Mungkin karena kinerja papa yang emang bagus dan gak ada orang yang bisa mimpin setegas papa. Apalagi itu bagian informasi rahasia. Gue yakin ini udah menjawab pertanyaan lo yang sebenarnya. Siapa papa gue dan apa aja isi komputer papa gue."
Joshua bener-bener puas sama penjelasan Ivory. Bahkan dia ampe tepuk tangan. "Sepertinya kecerdasan ayahmu telah diturunkan padamu."
"Makasih."
"Tidak, aku yang seharusnya berterima kasih. Kamu sudah repot-repot menjelaskan panjang lebar seperti itu."
***
Udah hampir sejam Ivory dan Joshua ngobrol gak ada habisnya. Bisa dipastikan kalo mereka jadi lebih akrab. Bahkan Ivory berani ngegodain Joshua dengan manggil dia Shou.
Tragedi salah baca nama gara-gara saking gak keurusnya makam Joshua —nama di batu nisan ketutup sama kotoran— bukannya bikin Ivory malu, justru Joshua yang malu.
Pinginnya sih Joshua juga bikin nama panggilan khusus buat Ivory. Yang bisa bikin dia malu malu jengkel gitu. Tapi sampe sekarang yang jadi tameng Joshua cuma kata 'princess' aja.
"Pulanglah. Kamu sudah terlalu lama di sini."
Ivory ngambil hape di tasnya buat ngecek jam. "Kalo gitu gue pamit. Seneng bisa ketemu sama lo."
Joshua ngangguk. "Terlebih lagi bagiku. Hati-hati saat dalam perjalanan."
"Thank you." Ivory ngelambaikan tangannya sebelum bener-bener pergi ninggalin makam Joshua.
=== Bonus ===
Ivory
Hai Shou (͡° ͜ʖ ͡°)
Joshua
Tidurlah, ini sudah malam
Ivory
Oke Shou (͡° ͜ʖ ͡°)
Joshua
Up to you princess
Ivory
No!
Joshua
Good night princess
⚠ Next chap till end, narasi pake bahasa baku ⚠
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro