Lembar 40
Park Jimin, dengan jubah panjang berwarna senada dengan rambutnya yang hitam legam berjalan menuju halaman yang luas menuju altar yang berada di tengah halaman, di mana sudah ada seorang pemuda yang mengenakan pakaian tradisional berwarna putih.
Angin berhenti berhembus, suhu udara menetap layaknya musim gugur. Tidak begitu panas dan tidak begitu dingin. Alam menjadi sangat tenang ketika sesuatu yang berharga akan diambil untuk sebuah hal yang sangat besar. Satu persatu langkah kaki itu menaiki anak tangga hingga kedua kakinya berhenti di tempat yang seharusnya.
"Sayang sekali, aku yang akan mengambil perannya," gumam Jimin penuh dengan rasa percaya diri.
Tangan Jimin yang memegang kipas lipat membuat gerakan seperti melempar sesuatu ke samping dan kala itu ratusan kelopak Sakura keluar dari balik lengan hanbok yang ia kenakan. Membuat garis lurus sebelum melebur dan menjadi sebuah pedang yang kini berada di tangan bangsawan licik itu.
"Ini mungkin akan sangat menyakitkan. Tapi kau pasti bisa bertahan. Kau adalah anak iblis itu, kau akan baik-baik, Lim Changkyun..."
Park Jimin tiba-tiba tertawa, suara tawa yang menandakan kemenangannya ketika ia memilih sendiri hadiah atas pengabdiannya kepada Kim Taehyung sebelum memutuskan untuk menjadi pengkhianat.
"Aku sudah gila... apa-apaan ini? Aku benar-benar sudah gila."
Senyum di wajah Park Jimin memudar seiring dengan sorot matanya yang menajam. Waktu yang ia tunggu telah tiba, ia tak perlu menunggu waktu lebih lama lagi dan membiarkan para iblis jahat menyadari keberadaan si Lost Child.
Menggunakan pedang di tangan kanannya, Jimin membuat luka pada telapak tangan kirinya.
"Menyebarlah seperti apa yang aku kehendaki," gumam Jimin.
Sorot matanya berkilat merah. Di detik selanjutnya cairan hitam yang keluar dari tangannya justru berubah menjadi asap hitam yang segera menghilang di udara. Terbang tinggi menuju ke tempat yang tak mungkin bisa dijangkau oleh manusia. Kala itu rembulan yang sudah mulai bergerak ke arah barat mulai kehilangan cahaya. Sebuah gerhana akan segera terjadi.
Jimin kemudian mengangkat pedangnya, menempelkan ujung pedang tersebut pada dada Changkyun.
"Aku... akan menjadi tuan selanjutnya. Park Jimin... tunduklah kalian begitu mendengar nama itu."
Kegelapan semakin pekat dan ketika rembulan telah sepenuhnya kehilangan cahayanya, ujung pedang di tangan Jimin siap untuk mengoyak tubuh Changkyun. Namun, dalam kegelapan itu udara di sekitar sana tiba-tiba menjadi dingin dan mengacaukan konsentrasi Jimin.
"Apa ini? Siapa yang datang?" batin Jimin.
Tubuh Jimin tersentak ketika tangan seseorang menutupi wajahnya dari arah belakang. Sentuhan yang membawa hawa dingin yang begitu familiar.
"Sial! Kau belum mati?" ujar Jimin setengah kesal.
Gerhana bulan berakhir. Akan tetapi ketika kegelapan itu memudar, bulan di atas sana justru berwarna merah pekat. Namun, hanya dengan cahaya yang suram itu, sebuah siluet merah terlihat jelas berdiri tepat di belakang Park Jimin.
Kim Taehyung, kembali dengan wujud yang berbeda. Pakaian merah seperti seorang prajurit elit pada masa lampau, rambut hitam legam yang jatuh pada punggungnya serta sebuah ikat kepala yang menunjukkan simbol naga langit.
Dengan satu tangan yang masih mencengkram wajah si pengkhianat yang sudah menikamnya, Taehyung mensejajarkan wajah keduanya. Tatapan tajam dan dingin, netra merah yang berkilat seperti membawa sebuah kemarahan. Taehyung kemudian berbicara pelan tepat di samping telinga Park Jimin.
"Berainya kau menyentuh putraku, Park Jimin..."
Tubuh Park Jimin seketika menjadi kaku ketika cengkraman Taehyung pada wajahnya yang semakin kuat. Membuatnya dilanda kepanikan.
"T-tunggu dulu... tunggu dulu, teman. Ini salah paham, ini hanya salah paham. T-tunggu sebentar! Tung- arghhh."
Berakhir dengan teriakan, tubuh Jimin terhempas sangat jatuh hingga menabrak pagar tembok sebelum pada akhirnya tersungkur ke tanah.
"Awh! Akh! Wajah tampanku..." Jimin menggerutu sembari bangkit dan memegangi wajahnya. Namun, ia tertegun ketika melihat penampilan Taehyung dini hari itu.
"Apa ini? Aku belum pernah melihat baju itu. Apakah kau seorang Raja? Kau hanya prajurit rendahan."
"Jika kau sudah bosan, aku akan mengirimmu sekarang."
Dengan langkah tegapnya, Taehyung mendatangi Jimin yang terlihat putus asa. Tapi sepertinya ia tak ingin menyerah begitu saja.
"Harga diriku akan ternodai jika aku kabur sekarang. Akan aku tunjukkan di mana kastamu yang sesungguhnya. Akulah orang yang akan menjadi Raja."
Taehyung membuang tangannya ke samping dan kala itu sebuah katana muncul di tangannya. Angin berhembus seiring dengan sosok keduanya yang menghilang dan tiba-tiba saling beradu pedang di udara. Kala itu sebuah ledakan sakura terjadi. Dan ketika Jimin melompat menjauh, ribuan sakura langsung menyerang Taehyung dari satu arah.
Dalam sekali tebas Taehyung berhasil menggugurkan ribuan kelopak sakura itu. Tapi Jimin tiba-tiba datang dari arah belakang. Berpikir bahwa ia bisa mendapatkan kesempatan. Namun, sayangnya ia belum bisa mengimbangi konsentrasi Taehyung dalam medan pertarungan. Tanpa berbalik, Taehyung menangkis serangan Jimin.
Sudut bibir Jimin tersungging. "Lumayan."
Ratusan kelopak sakura membuat satu garis yang kemudian menyerang dari depan ketika Jimin mengalihkan perhatian Taehyung. Tubuh Taehyung terlempar dengan cairan hitam yang tercecer ketika Jimin berhasil melukai lehernua. Tapi tiba-tiba saja Jimin muncul di belakang Taehyung.
"Hampir saja aku bisa memotong lehermu."
Jimin menebaskan pedangnya, tapi tanpa berbalik Taehyung menahan serangan Jimin menggunakan katana di tangan kirinya.
"Kau selalu terburu-buru seperti ini," gumam Taehyung sebelum menangkis pedang Jimin hingga tubuh Jimin terlempar ke belakang.
Taehyung bergegas menghampiri Jimin, tapi lagi-lagi ribuan kelopak sakura menyerangnya dari berbagai arah hingga berhasil menenggelamkan dirinyam. Namun, hanya dengan satu tebasan pedang Taehyung, ribuan kelopak sakura itu hancur berkeping.
Jimin menyusup di antara ribuan kelopak sakura yang sudah hancur dengan hunusan pedangnya. Namun, netranya langsung menajam ketika menyadari bahwa ribuan keping kelopak sakura di sekitarnya tiba-tiba membeku. Membentuk kristal yang runcing dan kemudian berhamburan ke arahnya. Ia refleks menutupi wajahnya menggunakan lengan pakaiannya ketika ribuan keping kelopak sakura yang telah membeku mencabik-cabik tubuhnya.
Angin besar datang, bergerak ke atas dan memutar. Menghancurkan ribuan kelopak sakura yang telah membeku hingga mendatangkan butiran putih yang harus. Suhu udah kembali jatuh ketika butiran menyerupai salju jatuh dari langit yang gelap.
"Uhuk! Uhukkk!" Jimin terbatuk, bersimpuh di tanah dengan cairan hitam yang keluar dari mulutnya.
"Eih... sial!" gumamnya sebelum sebuah katana mengalung di lehernya.
Menoleh ke samping dan sedikit mendongak, Jimin justru tersenyum ketika menemukan sosok Taehyung yang seperti tak menunjukkan belas kasihan.
"Kau tidak jadi mati, Teman?"
"Sebaiknya kau segera tahu batasanmu, Bangsawan Park."
Jimin justru tertawa tanpa alasan. Dan saat itu seseorang datang.
"Tuan..." Hyojung berlari dengan panik.
"Eih... ada apa dengan gadis itu?" gerutu Jimin.
"Jika kau masih peduli dengan gadis itu, berhenti melewati batas," ujar Taehyung.
Jimin kembali memandang Taehyung dan menyunggingkan senyumnya. "Kenapa aku harus menuruti ucapanmu? Dengar baik-baik, eramu sudah lama berakhir. Dalam sejarah, eraku menjadi yang paling bersinar. Joseon, semua orang akan mengingatnya ketika menyebut Daehan Minguk."
"Ya ampun, Tuan! Apa yang sedang kau lakukan di sini?!" Hyojung langsung mengoceh begitu sampai di tempat mereka. Gadis itu langsung bersimbuh sembari memegang kaki Taehyung untuk memohon pengampunan.
"Tuan... aku mohon ampuni tuanku. Aku sudah tahu sejak awal bahwa dia akan mengkhianati Tuan seperti ini. Tapi tolong ampuni tuanku. Tuanku bahkan tidak sehebat tuan, dia bodoh, selalu tebar pesona, merasa paling tampan. Tapi pada dasarnya dia hanyalah orang bodoh yang terlalu narsis. Aku mohon ampuni dia sekali lagi."
Jimin menatap sinis dan mencibir, "kamu benar-benar menggunakan mulutmu dengan sangat baik."
Taehyung kemudian bersuara, "jika aku mengampuninya kali ini, dia akan melakukannya di lain kesempatan."
"Kalau begitu Tuan hanya perlu menyegel kekuatan Bangsawan Park."
"Ya! Kau sudah gila!" hardik Jimin, merasa tak terima dengan ucapan Hyojung.
"Alih-alih menyegel, bukankah akan lebih baik jika dilenyapkan?" Satu suara kembali bergabung. Bangsawan Cha Eunwoo datang bersama seorang kasim yang membawa payung hitam di sampingnya.
"Ini benar-benar kacau. Jika manusia merasakan energi di tempat ini, kalian bisa saja ketahuan," lanjut Cha Eunwoo.
"Ya! Pengkhianat! Sebaiknya kau tutup mulutmu!" hardik Jimin.
Katana di tangan Taehyung lenyap. Dan dengan penampilannya malam itu sudah cukup menegaskan bahwa ia pernah hidup di era yang berbeda dengan dua bangsawan gila itu. Tapi jika dibandingkan dengan keduanya, aura Taehyung benar-benar mematikan. Hyojung bahkan tak berkedip setelah melihat penampilan Taehyung dan terlihat gugup setelah Taehyung memergokinya.
"Baru kali ini aku melihat Tuan Kim dengan wujud aslinya," gumam Hyojung.
"Kenapa? Apa dia tampan?" celetuk Jimin.
Hyojung menaruh telapak tangannya di samping mulut dan berbisik, "sangat tampan."
"Lihatlah matamu!" Jimin tiba-tiba meninggikan suaranya. "Kau bahkan tidak berkedip saat melihat pria tampan. Dasar pengkhianat! Di negeri ini, tidak ada yang lebih tampan dari Bangsawan Park!" tandas Jimin.
Hyojung menatap sinis dan mencibir, "dia mungkin sudah terlahir sebagai orang yang narsis."
"Tutup mulutmu!" gumam Jimin. Ia kemudian duduk di bawah secara tak elit, persis seperti seorang anak yang merajuk.
"Jika kau ingin membunuhku, lakukan sekarang."
"Perlu aku pinjamkan pedangku, Tuanku?" tawar Cha Eunwoo pada Taehyung.
"Bereskan semuanya."
Taehyung mendorong bahu Jimin menggunakan kakinya hingga membuat Jimin jatuh ke belakang.
"Sebaiknya kau tahu batasanmu, pecundang!" ujar Taehyung yang kemudian meninggalkan orang-orang itu.
Taehyung berjalan menghampiri Changkyun. Dan ketika Tahu sampai, kala itu Changkyun mulai mendapatkan kesadarannya kembali. Samar-samar Changkyun bisa melihat bayangan Taehyung yang terlihat asing tapi juga akrab dalam waktu bersamaan. Dan sebelum Changkyun bisa membuka matanya secara penuh, kegelapan kembali dengan cepat ketika Taehyung mengangkat tubuh pemuda itu.
Angin berhembus dengan tenang, sehelai kain merah terbang di udara yang kosong. Kim Taehyung menghilang bersama Lost Child. Cha Eunwoo mengangkat tangannya dan menangkap kain merah itu.
Cha Eunwoo memandang kain di tangannya dan bergumam, "sekarang kita sudah tahu bagaimana wujud aslinya, siapa dia sebenarnya."
Jimin yang masih dalam posisi tidur di bawah tampak merenung menatap langit yang kosong. Ia kemudian bergumam, "bicara omong kosong."
"Dia terlahir sebagai seekor naga, naga yang diberkahi oleh langit."
Sudut bibir Jimin tersungging setelah mendengar pernyataan Cha Eunwoo. "Jangan konyol... apa itu berarti dia memiliki ekor naga di pantatnya? Aku belum pernah melihat yang seperti itu."
Cha Eunwoo berucap dengan santai, "terserah apa yang kau pikirkan, tapi kau... harus tahu batasan. Di dunia kita, Raja sudah ditentukan. Bersihkan pikiranmu, mungkin sudah waktunya kutukan itu diakhiri."
Cha Eunwoo berbalik dan berjalan pergi. Sedangkan Jimin memasang tampang serius setelah mendengar ucapan Cha Eunwoo. Berbeda dengan Hyojung yang terlihat kebingungan.
"Kutukan? Apa yang dimaksud Bangsawan Cha?" gumam Hyojung.
"Bukan Cha, tapi Lee," gumam Jimin.
"Apa yang sedang Bangsawan Park katakan?"
"Namanya Lee Dongmin, bukan Cha Eunwoo."
"Eih... bagaimana bisa begitu?"
"Hyojung," Jimin tiba-tiba menegur, masih dengan tatapannya yang tertuju pada langit gelap yang kosong.
"Kenapa? Bangsawan Park terluka? Apa parah?"
Jimin justru bergeming seperti tengah memikirkan sesuatu yang sulit.
"Tuan..."
"Aku mengantuk." Jimin langsung menutup matanya.
"Apa ini? Tuan tidur? Begitu saja? Tidak! Tuan tidak boleh tidur di sini, cepat bangun sekarang. Bangsawan Park! Kau tidak boleh tidur di sini!" Hyojung mengguncang dan bahkan memukul tubuh Jimin, tapi Jimin bergeming.
"Dia akan terluka jika mengingatnya," gumam Cha Eunwoo yang masih memperhatikan mereka dari kejauhan.
"Kasim Seo."
"Ya, Tuanku."
"Jika Yoo Kihyun datang kemari, segera bawa ke hadapanku."
"Ye, Tuanku..."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro