
Lembar 35
Jimin menghela napas beratnya yang semakin memperpanjang malam. Berdiri di ruang kosong yang cukup gelap, pandangan Jimin terjatuh pada sosok Taehyung yang kini terbaring di lantai tepat di hadapannya dalam kondisi tak sadarkan diri.
Jimin mengarahkan pandangannya ke samping, menemukan Kihyun yang berdiri di sudut ruangan dan tengah memandangnya.
Jimin kemudian menegur, "kau apakan saudaraku?"
"Aku?" seru Kihyun sembari menunjuk dirinya sendiri.
"Tentu saja, kau! Kau pikir siapa lagi yang ada di sini?" suara Jimin sedikit meninggi.
"Aku ada di sini," sahut Hyojung yang tiba-tiba muncul dari balik punggung Kihyun. Memperlihatkan senyum lebar di paras cantiknya.
Jimin menegur sedikit ketus, "aku tidak memanggilmu, kenapa kau ada di sini?"
Hyojung menatap kesal lalu mencibir, "memangnya aku wanita panggilan. Omo!" Hyojung berseru setelah melihat sosok Taehyung.
Wanita berpakaian Hanbok itu segera berlari ke arah Taehyung. Namun bukan ke sisi lain, melainkan berdiri di sisi Jimin lalu memegang lengan Jimin.
"Jangan mencari kesempatan," ketus Jimin dan menarik tangannya dengan kasar.
Hyojung tak peduli ketika perhatiannya tertuju pada Taehyung. Gadis itu bergumam, "apa yang sudah Bangsawan Park lakukan pada tuan Taehyung?"
"Ya! Ya! Ya! Kenapa malah menuduhku?" ucap Jimin tak terima.
Hyojung memandang sang tuan dan berucap, "bukankah kemarin Tuan yang ingin mengkhianati tuan Taehyung?"
Netra Jimin membulat. "Y-ya!" satu bentakan keluar dari mulut Jimin. "K-kau!"
Hyojung tersenyum lebar sebelum menghilang dari hadapan Jimin. Membuat Jimin merasa geram sebelum ia mendapati tatapan menyelidik yang diberikan oleh Kihyun.
Jimin kemudian menegur, "kenapa melihatku seperti itu?"
"Bangsawan Park ingin berkhianat?"
"Jaga bicaramu. Bagaimana mungkin aku mengkhianati saudaraku sendiri?"
"Bisa saja."
"Kenapa?"
"Wajah Bangsawan Park adalah wajah pengkhianat."
Jimin tertegun, sejenak melupakan bagaimana cara untuk membentak. Namun hal itu tak berlangsung lama karena setelah itu akal sehatnya kembali.
"Ya! Katakan sekali lagi!"
"Aku sangat sibuk, jadi aku akan pergi sekarang."
"Ya! Yoo Kihyun!" teriakan yang sia-sia ketika Kihyun telah menghilang lebih dulu.
Jimin kemudian sedikit terbatuk, merasa tenggorokannya sakit setelah berteriak. Sekilas menggaruk lehernya, Jimin kemudian bergumam, "kenapa akhir-akhir ini hantu-hantu itu menjadi sangat kurang ajar?"
"Sadarlah, kau pun tidak berbeda dengan mereka," suara yang tiba-tiba datang bersamaan pintu di belakang Jimin yang terbuka.
Jimin menoleh ke belakang dan mendapati Cha Eunwoo bertamu di kediamannya. Dengan kedua tangan berada di belakang tubuh, Eunwoo berjalan masuk dan membiarkan hembusan angin menutupkan pintu untuknya.
"Haruskah kau berjalan kaki setiap ada situasi darurat?" sebuah protes yang menyatakan bahwa Eunwoo telah menghabiskan waktu cukup lama di perjalanan.
Eunwoo menghentikan langkahnya di samping Jimin dan memberi jawaban, "aku masih memiliki kedua kakiku. Mustahil kau melarangku untuk berjalan."
"Setelah ini aku akan mematahkan kakimu," sahut Jimin dengan malas.
Eunwoo menjatuhkan pandangannya pada sosok Taehyung. "Ada apa dengan orang ini?"
"Kihyun membawanya kemari dalam keadaan seperti ini."
Eunwoo menggerakkan ekor matanya untuk memandang Jimin. "Kihyun ada di sini?"
"Tadi dia kemari. Mungkin dia kabur karena tahu kau kemari."
Eunwoo mendekati Taehyung. Menyibakkan ujung Hanbok yang ia kenakan ke belakang, Eunwoo menjatuhkan satu lututnya tepat di samping tubuh Taehyung. Netra bangsawan muda itu memicing ketika melihat robekan pada kemeja Taehyung dengan cairan berwarna hitam yang telah mengering. Eunwoo menyibakkan kemeja Taehyung dan menemukan luka yang baru saja Taehyung dapatkan.
Eunwoo menarik tangannya kembali dan berucap, "siapa yang sudah melukainya?"
Jimin menyahut, "itu sebuah misteri."
"Kihyun tidak mengatakan apapun padamu?"
"Dia mengatakan bahwa mereka baru saja dari gunung Hala."
"Gunung Hala?" Eunwoo memandang Jimin penuh tanya. "Dia memiliki urusan di sana?"
Jimin mengendikkan bahunya. "Aku tidak tinggal bersamanya, bagaimana aku bisa tahu?"
Eunwoo mengembalikan pandangannya pada Taehyung. Bergerak ke atas, Eunwoo memperhatikan wajah Taehyung dan menemukan sesuatu yang tak biasa di sana. Eunwoo terkejut.
"Dia menangis?"
"Apa?" Jimin menunjukkan reaksi yang sama.
"Dia menangis," ucap Eunwoo kembali setelah benar-benar yakin bahwa ada cairan bening yang keluar dari sudut mata Taehyung.
Jimin segera mendekat, menjatuhkan satu lututnya di samping Eunwoo dan memperhatikan wajah Taehyung. Benar saja bahwa Taehyung menangis saat itu.
"Dia bisa menangis?" gumam Jimin. Bukan sebuah candaan, melainkan sebuah pertanyaan yang sesungguhnya. Karena keduanya belum pernah melihat Taehyung menangis sebelumnya. Jangankan menangis, bahkan mereka tidak pernah melihat wajah murung ataupun sedih Taehyung. Dan melihat bahwa Taehyung benar-benar menangis, membuat mereka sulit untuk mempercayai hal itu.
"Apa yang sebenarnya terjadi padanya?" gumam Jimin kembali, tampak kehilangan kata-kata untuk diucapkan.
"Siapa orang yang sudah melukainya?" pertanyaan bernada serius itu membimbing pandangan keduanya untuk bertemu.
"Tidak mungkin," gumam Jimin.
"Selama ini belum ada orang yang benar-benar bisa melukainya."
"Mungkin saja ini terjadi karena keberadaan Lost Child. Kau tahu, bukan? Taehyung sudah membagi jiwanya dengan anak itu," Jimin memelankan suaranya ketika hal yang mereka bicarakan merupakan sesuatu yang sangat rahasia.
"Meski begitu, aku tidak yakin jika itu akan berimbas padanya. Aku dengar malam itu Shun Shin menusuknya. Tapi dia tetap baik-baik saja malam itu."
"Maksudmu hanya orang-orang tertentu yang bisa melukainya?"
"Itu masuk akal. Tidak ada yang sempurna, entah itu di dunia manusia atau di dunia kita." Eunwoo kembali menjatuhkan pandangannya pada Taehyung. "Orang ini sangat berbahaya karena memiliki banyak rahasia."
"Aish ..." Jimin berdiri. Memalingkan wajahnya dan bergumam, "kenapa hatiku sakit melihatnya menangis seperti ini?"
Tanpa mengucapkan apapun, Eunwoo membawa tangannya ke balik tubuhnya dan menariknya kembali dengan membawa sebuah kain merah darah yang entah ia dapatkan dari mana. Eunwoo berdiri dan melemparkan kain merah di tangannya yang kemudian menutup tubuh Taehyung dengan sempurna.
Dengan wajah mengernyit, Jimin memandang Eunwoo. "Kau sedang melakukan upacara pemakaman?"
"Dia akan bangun jika dia ingin."
"Apa tidak ada cara lain?"
Eunwoo balas memandang. "Panggilkan Kihyun."
"Yoo Kihyun, keluarlah," ucap Jimin tanpa perlu repot-repot berpindah dari tempatnya.
Tak ada respon, Jimin kembali menegur, "keluarlah sebentar, kami memiliki hal penting untuk ditanyakan."
Pintu terbuka secara perlahan, dan saat itu kepala Kihyun mengintip ke dalam bersama Hyojung yang menempatkan kepalanya di bawah kepala Kihyun.
"Kihyun, kemarilah. Dan kau Hyojung, nyalakan lampion di halaman."
Hyojung menyahut, "aku bosan memegang lampion setiap malam."
"Jika kau bosan, besok aku akan menjualmu."
Hyojung mendesis. "Apa maksudnya dengan menjualku?"
Hyojung lantas merangkak melewati pintu dan meninggalkan tempat itu.
Jimin kembali menegur, "Yoo Kihyun, kemarilah."
"Aku akan berbicara dari sini saja," sahut Kihyun, mencoba menjaga jarak dengan Eunwoo karena ia tidak mau jika harus kembali ke rumah Eunwoo.
Tak ingin memaksa, Eunwoo lantas melontarkan pertanyaan, "siapa yang melukai orang ini?"
Kihyun menjawab, "seorang wanita berpakaian Hanbok."
Jimin menyahut, "kau tahu siapa dia?"
"Kalau tidak salah namanya adalah Kang Hana."
Jimin dan Eunwoo bertukar pandang, menyatakan perasaan heran yang sama. Menegaskan bahwa keduanya tak mengenal nama yang baru saja disebutkan oleh Kihyun.
Pintu ruangan kembali menutup dengan pelan ketika Kihyun hendak melarikan diri. Namun kedua bangsawan itu tak mempermasalahkan hal itu.
Jimin menegur, "haruskah kita memastikannya sendiri?"
"Kita tidak tahu ada masalah apa di antara mereka. Jika wanita itu bisa melukai orang ini, dia pasti bisa membunuh kita."
"Cih! Sehebat apa wanita itu?"
"Jangan lupakan segelnya. Jika musuh orang ini tahu dia berada di sini, kau akan mendapatkan masalah."
"Tolong pasang dari luar, aku malas untuk melakukannya."
Eunwoo berjalan menuju pintu yang segera menyambutnya. Terbuka untuk mempersilahkan sang tamu pergi dan kembali tertutup untuk memberitahukan pada sang tuan rumah bahwa sang tamu telah dalam perjalanan pulang.
Jimin kembali memandang Taehyung dengan tatapan khawatir sebelum membuka kipas di tangannya dan menghilang. Membiarkan senyap udara memberikan ketenangan pada Taehyung.
Kegelapan yang semakin jatuh menuju fajar. Kala itu, jiwa Taehyung tersakiti ketika mimpi buruk itu datang dengan sangat nyata.
"Aku tidak akan memberi maaf. Matilah bersamaku ..."
Selesai ditulis: 07.09.2020
Dipublikasikan : 07.09.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro