Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 29

    Cahaya di langit meredup, di gantikan oleh kegelapan ketika malam datang dan Lee Jooheon tetap menanti.

    Pagi hari di temani Hyunwoo, malam hari di temani oleh Kihyun. Berbeda dengan Hyunwoo yang selalu memperhatikan Changkyun ketika pemuda itu makan. Pandangan Kihyun justru menjelajah ke sekitar, terlihat seperti tengah mencari sesuatu yang hilang sebelum pandangannya tertuju pada Changkyun.

    "Changkyun."

    "Ye?" Changkyun mengangkat wajahnya.

    "Di mana Anjing besarmu itu? Kenapa tiba-tiba menghilang?"

    Changkyun memandang ke sekeliling sebelum memberikan sebuah gelengan.

    "Kau, tidak membuatkan rumah Anjing untuknya?"

    "Dia bukan Anjingku."

    "Jika bukan Anjingmu, kenapa dia ada di sini?"

    "Dia hanya bertamu."

    Kihyun tersenyum tak percaya. Merasa di permainkan oleh anak kecil. "Ada-ada saja ... kalau begitu, dia pulang kemana?"

    "Ke hutan, aku dengar Hyunwoo Hyeong tinggal di gunung Hala."

    Kihyun tertawa pelan dan berucap, "kau tahu di mana gunung Hala itu?"

    "Di Pulau Jeju."

    "Lalu menurutmu masuk akal jika ada seekor Anjing besar pergi ke Pelabuhan atau Bandara untuk bisa sampai di Pulau Jeju? Apa dia juga harus membeli tiket dan membayar?"

    "Tidak ... bukan seperti itu ... Hyunwoo Hyeong itu Anjing yang berbeda."

    "Benar, aku tidak pernah bertemu dengan Anjing sebesar itu. Dia keren untuk ukuran Anjing."

    Changkyun menggaruk telinganya. Merasa bingung harus bagaimana menjelaskan kepada Kihyun tentang siapa sebenarnya Hyunwoo itu. Namun saat itu batin Changkyun tersentak ketika perasaan tak asing kembali menghampirinya.

    "Kenapa kau diam?"

    "Taehyung Hyeong, dia sudah pulang."

    "Oh! Dari mana kau tahu?"

    Changkyun menggeleng. Dia hanya merasakan kehadiran Taehyung di sekitar sana. Tak beberapa lama kemudian, Chunghee datang dari depan dan menghampirinya mereka.

    "Tuan Kihyun."

    "Ye?"

    "Tuan sudah menunggumu di atas."

    Kihyun sedikit terkejut. Dia memandang Changkyun penuh dengan tanya. "Bagaimana kau bisa tahu jika tuan sudah datang?"

    Changkyun kembali menggeleng, karena sejujurnya dia pun juga bingung. Kihyun kemudian beranjak dari duduknya dan meninggalkan ruang makan.

    "Kapan Taehyung Hyeong datang?"

    "Baru saja ... tuan menitipkan pesan untuk Tuan Muda."

    "Apa itu?"

    "Jika Tuan Muda ingin ke atas. Tuan meminta Tuan Muda untuk membawakan teh."

    Tak banyak bicara, Changkyun hanya mengangguk dan kembali melanjutkan makan malamnya sebelum membuatkan pesanan Taehyung.

    Di sisi lain, Kihyun memasuki kamar Changkyun yang tidak di tutup. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling, Kihyun menemukan pintu balkon yang terbuka. Ia pun segera melangkahkan kakinya menuju balkon dan menemukan Taehyung duduk di sana.

    Taehyung yang menyadari kedatangan Kihyun pun perlahan menolehkan kepalanya, lalu memberikan seulas senyum hangatnya.

    "Kau benar-benar datang?"

    Kihyun menghampiri Taehyung. "Kenapa Tuan mengundangku kemari?"

    "Duduklah."

    Kihyun kemudian duduk berseberangan dengan Taehyung yang sama sekali tak melepas pandangan darinya.

    "Aku mengundangmu kemari, karena anak itu butuh teman."

    "Maksud Tuan, anak manusia itu?"

    "Benar, kau sudah bertemu dengannya?"

    "Kami sudah lebih dekat sekarang. Tapi bukankah akan lebih baik jika dia berteman dengan manusia, kenapa Tuan justru menyuruhku berteman dengan anak itu?"

    "Ada alasan khusus kenapa dari ribuan manusia, aku justru memilihmu."

    "Lalu?"

    Taehyung kembali tersenyum. "Aku tidak akan memberitahukanmu alasannya."

    Kihyun menatap jengah dan mencibir, "jika tidak mau, kenapa harus mengatakannya?" Kihyun kemudian teringat sesuatu. "Oh! Anjing yang tadi ... di mana Tuan membelinya?"

    Sebelah alis Taehyung terangkat, "Anjing?"

    Kihyun mengangguk. "Anjing besar yang bersama dengan Changkyun ... di mana Tuan mendapatkannya?"

    "Kau sudah bertemu dengan Hyunwoo?"

    "Anjing itu?"

    "Dia menemuimu sebagai Anjing?"

    Kihyun bingung. "Bukankah dia memang Anjing? Jika tidak jadi Anjing, memangnya harus bagaimana?"

    Taehyung mengulum senyumnya dan membuat Kihyun menatap penuh selidik.

    "Kenapa Tuan tersenyum seperti itu?"

    "Memangnya bagaimana caraku tersenyum?"

    "Tuan seperti memiliki maksud terselebung."

    "Kau berpikiran buruk tentangku?"

    "Semua orang akan memikirkan hal yang sama jika melihat senyum Tuan. Mencurigakan."

    "Boleh aku memberi saran?"

    "Saran apa?"

    "Kau sudah bertemu dengan Hyunwoo. Kusarankan agar kau menghindari pertemuan dengan Chae Hyungwon.

    Sebelah alis Kihyun terangkat. "Apa dia juga dari bangsa Anjing?"

    Taehyung tersenyum lebih lebar. "Aku tidak ingin menjelaskan apapun padamu."

    Kihyun memalingkan wajahnya dan menghela napas. Dia lantas berujar tanpa minat, "apa bedanya dengan tidak berbicara sama sekali."

    "Kau masih marah padaku?"

    "Kapan aku marah pada Tuan?"

    "Semalam, kau tidak marah padaku?"

    "Aku marah pada bajingan itu, bukan pada Tuan." Suara Kihyun sedikit meninggi dan mengundang tawa dari Taehyung.

    "Kau sama sekali tidak berubah."

    "Apa yang Tuan bicarakan? Dari dulu aku memang seperti ini."

    Menghentikan tawa pelannya, Taehyung menggeleng. Dan saat itu Changkyun datang bergabung dengan sebuah nampan berisikan secangkir teh pesanan Taehyung.

    "Sudah selesai makan malamnya?"

    Changkyun mengangguk dan menaruh secangkir teh di hadapan Taehyung.

    "Duduklah."

    Changkyun duduk di antara keduanya dengan nampan kosong yang kemudian ia taruh di atas meja.

    "Hyunwoo Hyeongnim tidak mengatakan sesuatu padamu?"

    "Dia jadi Anjing, mana mungkin bisa bicara."

    Taehyung kembali tertawa pelan dan itu sedikit aneh, karena pemuda itu jarang sekali tertawa. Yang ia lakukan hanya tersenyum ramah dan tidak sampai tertawa seperti ini.

    Kihyun menatap penuh selidik. "Tuan sangat mencurigakan."

    Taehyung menahan senyumnya. "Kenapa kau menaruh kecurigaan terhadapku?"

    "Tuan terlihat sangat bahagia."

    "Benarkah?"

    Kihyun tak menjawab dan pandangan Taehyung jatuh pada Changkyun. "Di mana Jun?"

    "Dari tadi pagi Jun Hyeong menghilang."

    "Kemana?"

    Changkyun menggeleng dan saat itu Chunghee datang. Menempati posisinya berdiri di dekat pintu setelah sempat menundukkan kepalanya.

    "Chunghee."

    "Ye, Tuan."

    "Katakan pada Jun agar dia mencarikan sekolah yang bagus untuk Changkyun, besok."

    "Ye, Tuan."

    Changkyun sedikit terkejut. "Aku, akan sekolah lagi?"

    "Tentu saja ... sudah berapa lama kau tidak masuk sekolah? Kau harus menempuh pendidikan yang tinggi untuk masa depanmu."

    "Tapi, jika bisa ... jangan carikan sekolah yang ada hantunya."

    Kihyun tertawa namun Taehyung hanya tersenyum lebar. Kihyun kemudian berucap, "kau takut pada hantu?"

    "Tergantung."

    "Lalu, apa kau takut padaku."

    "Kihyun Hyeong tidak menakutkan, untuk apa aku takut?"

    "Asal jangan samakan aku dengan Casper."

    Batin Kihyun tersentak. Dia perlahan menoleh ke samping ketika merasa ada orang yang memanggilnya dan Taehyung yang menyadari hal itu pun mengulas senyumnya sedikit lebih lebar sebelum mengambil secangkir teh di hadapannya.

    Kihyun meraba tengkuknya dan terlibat bingung. Saat itu setelah Taehyung mengembalikan cangkir teh ke atas meja, dia menegur, "biarkan saja."

    Kihyun memandang Taehyung, Changkyun memandang Kihyun dan Taehyung memandang Kihyun.

    "Ada yang memanggilku."

    "Abaikan saja, dia pasti merasa kesepian sekarang."

    "Bajingan itu?"

    "Aku lebih suka memanggilnya dengan si mata sipit."

    Kihyun mendengus sebal. Menyandarkan punggung dan menatap tanpa minat. Dia berujar, "eih ... untuk apa dia mencariku? Pergi ke makamku saja dia tidak mau."

    "Dia tidak pernah memberimu makan?"

    "Dia hanya memberiku makan jika ada perlu. Jika tidak, dia hanya akan memberiku bunga bekas," terdengar sangat kesal, dan kebingungan itu terlihat di wajah anak manusia yang duduk di antara mereka.

    "Hyeong bisa makan?" tanya Changkyun kemudian.

    "Apa yang kau katakan? Tentu saja aku bisa makan."

    "Apa yang Hyeong makan?"

    "Bunga," acuh Kihyun.

    "Bunga?"

    Pikiran Changkyun langsung membayangkan bahwa Kihyun benar-benar memakan bunga dan menelannya. Hal itulah yang membuat tawa lirih Taehyung terdengar dan menarik perhatian keduanya.

    "Kenapa Tuan tertawa?"

    Taehyung menghentikan tawanya dan memandang Changkyun. "Jangan kau pikir bahwa Kihyun benar-benar akan menelan bunganya."

    Kihyun segera memandang Changkyun dengan wajah yang mengernyit heran.

    "Kihyun Hyeong mengatakan, dia makan bunga. Jadi bagaimana cara dia makan?"

    Taehyung menjelaskan. "Mereka adalah roh, dan yang mereka makan hanyalah roh. Kau mengerti? Bunga baru yang kau kirimkan ke makam seseorang, dia memiliki roh. Dan dari sanalah para roh itu makan ... itulah sebabnya para peziarah akan membeli bunga baru, karena mereka akan menolak jika para peziarah membawa bunga bekas."

    "Aku tidak mengerti."

    Kihyun menyahut. "Jangan di mengerti. Kehidupan hantu memang sangat rumit."

    Di sisi lain, aura suram itu semakin mempersuram rumah yang memang sudah suram. Aura gelap menyelimuti, di kala gelap malam tak mampu terasingkan. Lee Jooheon, kalut akan kebingungan. Kehilangan sosok yang selalu ia acuhkan.

    Malam itu, sebuah ritual kembali Jooheon lakukan. Ritual yang di penuhi oleh aura gelap. Ritual pemanggilan roh. Dan dia hanya melakukan hal itu untuk membawa pulang Kihyun yang sejak pagi tidak kunjung pulang.

    "Yoo Kihyun, aku memanggilmu. Datanglah padaku, muncullah di hadapanku. Sekarang!!!"

    Jooheon menggebrak meja. Merasa kesal, marah, frustasi. Ketika sudah lebih dari satu jam ia melakukan ritual pemanggilan roh. Alih-alih Kihyun yang muncul, justru hantu-hantu lain yang datang dan kini berjajar di ruang kerjanya.

    Menghela napasnya. Jooheon menjatuhkan tatapan tanpa minatnya pada beberapa hantu yang berada di hadapannya. Dia berucap, "kenapa kalian datang kemari?"

    "Kau memanggil kami, itu sebabnya kami datang kemari," jawab salah satu dari mereka.

    Jooheon menggebrak meja lagi. "Kapan aku memanggil kalian? Aku memanggil Yoo Kihyun, bukan kalian!"

    "Aku Yoo Kihyun."

    "Apa?"

    Hantu lainnya menyahut, "aku juga Yoo Kihyun."

    Di sahut oleh yang lain, "aku juga."

    Jooheon terperangah ketika mendapati bahwa semua hantu yang berada di hadapannya saat ini bernama Yoo Kihyun. Dia kemudian bergumam, "ada berapa hantu Yoo Kihyun di Korea Selatan?"

    Jooheon dengan cepat Menggelengkan kepalanya dan mengibaskan tangan ke udara. "Sudah, kalian pergilah. Bukan kalian yang sedang kupanggil. Pergi, pergi ... pergi dari rumahku."

    "Cih, orang aneh."

    "Dia memanggil tanpa memberi sesuatu."

    "Buang-buang waktu saja."

    Jooheon menatap sinis. Mengabsen setiap hantu yang menggerutu sebelum menghilang dari pandangannya. Dan dalam hitungan detik, keheningan itu kembali menyergap.

    Dia menggaruk dagunya. Tampak mempertimbangkan sesuatu sebelum bergumam, "biasanya tidak pernah gagal, kenapa sekarang tidak bisa? Apa yang sedang dia lakukan? Aish ... kenapa rumahku sepi sekali?"

    Jooheon beranjak dari duduknya dan keluar dari kamar. Menuju meja televisi, dia terlihat sibuk di sana untuk beberapa detik sebelum meraih remot televisi dan menyalakannya.

    Layar menyala dan menampilkan film animasi anak-anak yang di buka dengan sebuah nyanyian. Jooheon mengedarkan pandangannya ke sekeliling sembari tangannya membesarkan volume televisi.

    "Hyeong, Pororo-mu sudah ada di sini. Cepat pulang ... kau tidak ingin melihatnya?"

    Jooheon terdiam dengan wajah yang masam, hingga di detik berikutnya ia tiba-tiba bernyanyi mengikuti lagu di layar televisi dengan sedikit gerakan tangan yang mengikuti irama.

    "Porong porong, Pororo ..."

    Di detik selanjutnya. Si sipit menyesali perbuatannya dan terdiam dengan wajah yang terguncang. Dia kembali berucap sembari menatap ke sekeliling, "akan kubelikan boneka Pororo, yang banyak. Akan kutempel poster Pororo di kamar ... ayo kita pergi ke bioskop untuk melihat Pororo ... ayo pergi ke hutan Porong porong untuk menangkap Pororo. Hyeong ... Yoo Kihyun Hyeong ..."

    Melemparkan remot di tangannya ke atas meja. Jooheon menjatuhkan dirinya di sofa dengan teriakan frustasi. Memandang langit-langit, terdiam bagai orang linglung.

    Dia menggerutu, "apa dia masih marah padaku?" Bangkit terduduk dan kembali bergumam, "aku, kan sudah minta maaf. Eih ... apa dia berencana tinggal di sana? Ya! Selama ini aku sudah berbaik hati padanya. Aku memberinya rumah, aku memberinya makan, aku memberikan semuanya ... tapi apa yang dia lakukan padaku? Apa yang sebenarnya dia pikirkan?"

    Kembali berteriak. Dia kembali berbaring dan berucap, "Ya! Yoo Kihyun. Kau pikir kau bisa lari dariku? Jangan bermimpi! Lihat saja besok!"

    Sebuah bantal melayang ke arah televisi.

Selesai di tulis : 14.05.2020
Di publikasikan : 14.05.2020
   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro