Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 34. Tidak akan kubiarkan

Makasih loh..
Buat Abel dan Ghena nomor 1&2 posisi ranking Curhat.. 🤣🤣🤣
Tanpa kalian, cerita ini bukan apa2...
Semoga banyak pelajaran yg bisa diambil dari cerita ini.. Aamiin.

Percayalah, kamu akan bahagia tanpa perlu repot-repot menghancurkan kebahagiaan orang lain.

Ketika Abel menghentikan mobil tepat di depan rumah mamanya, aku cuma bisa menarik napas dalam sembari melirik ke arah rumah tersebut yang terlihat sepi meskipun pintu depannya terbuka.

Setelah tadi menitipkan anak-anak sebentar di rumah mamaku, akhirnya sampai juga kami di sini. Di rumah mama Abel untuk menyelesaikan semuanya.

Meskipun kami berdua tidak yakin semuanya akan selesai dengan baik-baik, tapi setidaknya kami masih mau coba untuk menyelesaikannya dengan baik.

"Yuk."

Abel berusaha menetralkan ekspresinya sambil mengajakku untuk turun dari mobil.

Kuanggukan kepala sejenak sebagai jawaban, sebelum akhirnya aku turun dari mobil, mengikuti langkah Abel masuk ke dalam rumahnya.

Setelah mengucapkan salam, terdengar samar-samar suara bi Ida yang menjawab panggilan tersebut.

Perempuan yang merupakan bibi dari Abel ini, alias adik dari papa mertuaku, ternyata sampai detik ini belum juga pulang ke kampung halaman. Tanpa perlu aku tanya kenapa alasannya dia masih di sini, mungkin dia juga tidak tega meninggalkan mama mertuaku sendirian menghadapi banyak masalah yang disebabkan oleh Putri tercintanya, Elin.

"Wa'alaikumsalam."

Bi Ida cukup kaget melihat kedatangan kami. Dia melirik ke arah belakang kami, seperti mencari-cari sesuatu.

"Kalian berdua aja?"

"Emang bibi cari siapa?" tanya Abel sambil dengan santai melewati bi Ida yang menampilkan wajah bingung.

"Elin enggak ada? Katanya dia mau ke rumah kalian hari ini. Kok kaliannya malah di sini?" tanya bi Ida semakin penasaran.

Setelah mencium punggung tangan bi Ida, aku yang menjawab rasa penasarannya tentang Elin.

"Karena Elin juga kami ke sini, Bi."

"Karena Elin?"

"Hm. Bi, tadi Elin pergi sendirian?"

"Iya. Tadi naik grab. Katanya udah janji sama kalian mau ke rumah. Mau minta maaf. Memangnya kenapa sih? Duh kok bibi penasaran banget. Ada apaan, Ghe? Sok sini cerita sama bibi."

Dia langsung menarik tanganku menuju ke arah dapur di mana Abel dan mamanya sudah adu mulut ternyata dari tadi.

Dari ekspresi mama mertuaku, aku yakin dia tidak percaya mendengar cerita Abel.

"Jangan aneh-aneh, A. Masa iya Elin kayak gitu."

Mama mertuaku masih saja mengelak. Dia malah sibuk melanjutkan aktivitasnya, mengipasi nasi yang baru saja matang.

"Ma, Abel serius. Mama enggak percaya sama Abel?" tanya Abel dengan suara yang memelan.

Aku tahu sekali Abel kecewa. Apalagi ketika perempuan yang melahirkan kita tidak mempercayai kita lagi.

"Abel enggak bohong, Ma. Elin datang ke rumah Abel sama laki-laki itu. Laki-laki yang dulu pernah Ghena adukan kepada Abel. Dan pernah Abel ceritakan juga sama Mama."

Terhenti. Tangan mama mertuaku terlihat gemetar. Sambil melirik Abel yang menatapnya sendu, mama malah menggeleng, masih menolak fakta ini. Dia berjalan mendekati Abel, lalu memukul tubuh Abel berulang kali.

"Jangan bohong, A. Tolong jangan bohongin mama. Elin enggak mungkin seperti itu. Mama tahu Elin. Elin anak mama. Elin darah daging mama. Mama tahu dia enggak mungkin keterlaluan seperti itu. Tolong jangan buat mama membenci darah daging mama sendiri."

"Jadi Mama lebih milih enggak percaya sama Abel dari pada meyakini cerita ini benar?"

"Bukan gitu, A. Tapi Aa tahu, sesayang apa mama sama dia. Dia enggak mungkin ngecewain mama."

Aku dan bi Ida yang berdiri tak begitu jauh dari mereka, hanya bisa terpaku di tempat. Kami berdua sama-sama sadar tidak bisa melakukan apapun dalam hubungan orangtua dan anak kali ini.

"Ghe, kamu lihat? Mama enggak percaya sama aku."

Abel berbalik badan, melirikku dengan air mata di kedua pipinya. Aku tahu Abel benar-benar hancur saat ini. Dan entah mengapa, jika aku bisa memutar waktu, aku lebih bersedia selalu disindir-sindir oleh mamanya dibanding Abel harus tahu seburuk apa karakter mama kandungnya sendiri.

"Dia enggak percaya aku, Ghe. Mama enggak percaya lagi sama aku."

"Bukan gitu, A. Bukan begitu."

Waktu Abel mau menghindari pelukan mamanya, aku yang bergerak untuk menahan tubuh suamiku itu.

"Jangan begitu, Yang. Tolong. Aku mohon padamu. Jangan jahat sama mama. Dia mamamu. Dia nenek dari Agil dan Phyra. Tolong, Yang. Tolong. Jangan seperti itu."

Tubuhku merosot, seperti sujud di kaki Abel. Karena aku benar-benar berharap, Abel tidak seperti ini. Menghindari pelukan dari ibunya sendiri. Jujur itu sama saja seperti melakukan hal-hal kasar kepadanya.

Dan aku tidak mau memiliki suami durhaka. Aku tidak mau imam hidupku berlaku kasar kepada perempuan yang sudah melahirkan dia ke dunia.

Apalagi aku sadar betul perjuangan seorang perempuan itu sangatlah susah. Dari mulai dia dilahirkan, didik dengan benar agar tidak tersesat dalam kehidupan, lalu harus dinikahkan dengan laki-laki yang baik imannya agar kelak perempuan itu tidak menyimpang ke jalan yang salah. Dan yang terakhir perjuangan seorang perempuan ketika melahirkan sama saja dia berjuang untuk dapat terlahir kembali ke dunia.

Luar biasa sekali.

Dikehidupan ini, aku memiliki 2 orang anak. Dan keduanya lahir dengan cara caesar, jujur saja lebih menyakitkan jika dibanding melahirkan secara normal. Karena rasa sakitnya akan terus terasa, apalagi ketika terlalu banyak membawa beban yang berat. Benar-benar luar biasa.

Lalu ketika aku tahu bagaimana perjuangan seorang perempuan di dunia ini, aku tidak mungkin bisa membiarkan Abel, suamiku tercinta, untuk berlaku kasar pada seorang perempuan. Apalagi perempuan itu ibinya. Sungguh, keterlaluan jika Abel sampai melakukannya.

"Ghe, bangun."

"Enggak. Aku enggak mau bangun. Tolong, Yang. Tolong. Jangan seperti itu kepada mama. Kamu tahu kan aku punya Agil. Dan aku enggak mau Agil kayak kamu. Aku enggak mau diperlakukan semenyedihkan ini oleh darah dagingku sendiri."

Aku menangis memohon kepada suamiku sendiri demi kebaikan kami bersama. Untungnya saja semua yang kulakukan ini berhasil. Abel langsung menarikku ke dalam pelukannya. Kami sama-sama menangis dalam luka yang sebenarnya dibuat oleh orang-orang yang kami sayang dan kami cintai. Tapi masalahnya sampai sekarang kami pun tidak tahu apa obat dari luka ini. Karena yang bisa kami lakukan sekarang hanya menjaga agar mereka, orang yang kami sayang tidak merasakan luka yang sama.

Tolong, cukup kami yang terluka. Cukup kami yang merasa sakit. Dan cukup kami yang bersedih. Jangan kalian merasakannya juga.

"Agil enggak akan seperti aku. Agil enggak akan melakukan hal yang membuatmu terluka. Karena kamu selalu mempercayai Agil. Selalu mendukung Agil. Dan yang terpenting kamu tidak pernah membandingkan Agil dan Phyra. Mereka berdua anakmu, Yang. Dan mereka berhak mendapatkan yang terbaik dari kamu secara ADIL."

Sambil memeluk Abel dengan erat, aku melihat mama mertuaku menundukkan kepalanya. Mungkinkah dia merasa jika Abel sedang menyindir perlakuannya selama ini?

Sebenarnya sudah sejak masa pacaran dulu, Abel sering merintih atas perlakuan kurang adil dari mamanya sendiri. Namun karena Abel percaya mamanya melakukan semua ini sesuai dengan yang dibutuhkan anak-anaknya, Abel tidak pernah protes akan hal ini.

Akan tetapi setelah hari ini, dengan kondisi mama mertuaku tidak percaya kepada Abel, aku yakin suamiku sudah benar-benar kecewa kepada sikap ibu kandungnya sendiri.

Continue..
Huhuhu.. Ada yang ngerasain dibeda-bedain sama ortu sendiri?
Aku juga ngalamin sih dulu.
Mamaku sayang banget sama abangku. Krn dia anak laki2 satu2nya. Sampai abangku manja banget sama mamaku.
Untung setelah menikah, abangku bisa berubah.

Semoga apapun yg kutulis di sini bisa dijadikan pelajaran yaa.. Krn aku pun nulisnya nyesek bgt.. Huhuhu.. Walaupun sebagian cerita ini kisah nyata, tapi tenang aja.. Bagian2 privasinya aku simpan baik2. 😆😆😆😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro