Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1. Gimana sih, A?

Dikit curcol yaa..
Ada yang mau baca?
Kejadian ini sebelum corona muncul...
Kalo gak salah sih januari waktu itu...
Hehehee.. Semoga suka sama bacaan ringan ini..

Sekalian numpang promo. Siapa tahu ada yang belum subscribe akun youtube ku.. Yuk di subscribe..
Bantu Ghena bangun channelnya.. Whakaka..

Untung saja rasa cintaku lebih besar dari rasa sakit atas semua keluargamu yang terlihat seperti musuh di mataku.

Kupikir hari libur kali ini bisa kuhabiskan santai-santai sambil berguling-guling di atas ranjang bersama Putri kecilku. Nyatanya tidak. Baru jam 5 pagi, aku dibangunkan Abel, dia ingatkan jika hari ini kita harus ke Cianjur, melakukan sesuatu yang sudah diamanatkan oleh ibunya Abel.

Karena aku lupa, dan belum mempersiapkan apapun tadi malam, akhirnya aku melakukan semuanya semampuku saja.

Sambil mengikat rambutku asal, pertama-tama yang harus kulakukan adalah mempersiapkan barang-barang yang diperlukan Putri kecilku. Sedangkan ketika kumelihatnya, mendadak rasa kesalku semakin menjadi.

Bagaimana tidak kesal, bisa-bisanya dia kembali tidur di samping Ragil setelah membangunkanku.

Karena merasa tidak suka melihat Abel bahagia diatas penderitaanku, langsung saja kucubit bagian betisnya, melotot ke arahnya ketika dia melirikku sebal.

"Bangun juga dong kamu. Masa aku doang yang disuruh bangun."

Aku mengatakannya dengan penuh penekanan, agar dia tahu adalah sebuah kesalahan menggangguku di hari libur seperti ini.

"Iya. Iya aku bangun."

Setelah kutunggu pergerakannya, akhirnya dia bangun juga. Mengikutiku keluar kamar, duduk di sofa depan televisi sambil terus menguap.

Kupikir dia akan segera bangun gitu, terus membantuku mempersiapkan semua keperluan anak-anaknya. Tapi sayangnya harapanku selalu ketinggian jika berhubungan dengan Abel Savian. Laki-laki yang sudah menikahiku selama 7 tahun ini.

"Mandi kek sana, A. Terus bangunin Ragil, siapin semua kebutuhannya. Nanti biar aku yang mandiin Phyra."

Abel melirikku sambil menguap, wajahnya kelihatan sekali begitu lelah. Tapi mau bagaimana lagi, dia sendiri yang salah, menyanggupi permintaan ibunya untuk pergi ke Cianjur hari ini. Mengirimkan beberapa sedekah untuk anak yatim di sana, terus memanen beras dan beberapa sayuran.

Dia sendiri tahu, dalam dua minggu kemarin ini waktu tidurnya berkurang karena rewelnya Putri kecil kami yang terkena batuk pilek akibat cuaca yang sangat tidak bersahabat. Lalu kini, setelah waktunya tiba, mau mangkir dari janji. Memangnya dia berani melawan ibunya tercinta.

Asal kalian tahu saja, selama 7 tahun aku menikah dengannya, perang dingin antara aku dan ibu mertuaku tidak kunjung hilang. Walau kini aku dan Abel sudah memiliki rumah sendiri, meskipun kecil, namun tetap saja setiap sabtu dan minggu, ibunya Abel memaksa kami untuk menginap di sana.

Alasannya lagi-lagi klise. Bukan karena anakku adalah cucu pertama di sana, melainkan karena Elin sudah menikah dan pindah dari rumah itu sejak 2 tahun yang lalu.

Lalu kenapa? Kenapa bukan Elin yang menginap di sana ketika sabtu dan minggu?

Sangat tidak mungkin semua itu terjadi. Mungkin kalau Elin mau jujur, dia saja sangat bersyukur setelah menikah dibawa pergi oleh suaminya ke tempat yang jauh dari ibunya sendiri.

Hahaha, memang kadang selucu itu kehidupan. Anak sendiri diizinkan pergi. Namun ketika kesepian anak orang lain dipaksa untuk menemani.

"Kamu mau ngapain emangnya?" tanya Abel mendekatiku.

Aku tak menjawabnya, biarkan saja dia melihat semua hal yang sedang kukerjakan.

Memangnya dia pikir aku sedang santai-santai gitu, dan hanya bisa menyuruhnya melakukan banyak hal. Padahal di sini, di dalam dapur aku sedang sibuk setengah mati. Memanaskan air untuk mengisi termos air panas agar nanti diperjalanan mudah membuat susu. Sekaligus air panas ini akan kugunakan untuk memandikan Phyra nanti.

"Air panasnya buat aku mandi dulu deh. Badanku enggak enak banget. Mandi pakai air anget enak kayaknya."

Ekspresi kesal tidak bisa kutahan lagi. Kucubit saja bagian pinggang Abel, sampai dia mengaduh sakit.

"Enggak usah ngada-ngada deh. Ini aku panasin buat bikin susu anakmu, malah buat kamu mandi."

"Anak-anak juga belum bangun. Udah buat aku dulu. Biar aku mandi duluan. Tadi kan kamu yang suruh aku mandi."

Tidak bisa menahan gerakan tangan Abel, akhirnya dia yang menang. Mengambil teko air yang sudah mulai panas, lalu dia bawa ke dalam kamar mandi. Menuangkannya ke dalam bak dengan wajah yang sama sekali tidak bersalah.

Dasar Abel Savian. Kapan sih dia enggak nyebelin?

***

Mana katanya yang akan berangkat jam 6 pagi dari Jakarta agar segera tiba di Cianjur, demi bisa makan bubur khas sana yang rasanya ciamik? Nyatanya aku berangkat dari rumah kami tepat pukul 9 pagi. Itu juga sudah paling tercepat karena tiba-tiba saja sebelum berangkat Abel merasa sakit perut, hingga kami menunda kembali perjalanan kurang lebih setengah jam.

"Yah, ini mah enggak akan makan bubur di sana. Beli bubur di sini aja deh, Pa. Agil sama Phyra belum makan. Nanti masuk angin malahan."

Aku langsung mengatakannya ketika Abel baru saja menjalankan mobil keluar dari halaman rumah kami. Dia yang melirikku dari kaca spion tengah, memberikan jawaban dengan anggukan.

Sudah menjadi kebiasaan, ketika kami akan pergi berkendara cukup jauh, biasanya aku akan duduk di kursi belakang bersama Phyra dengan membawa banyak bantal serta kasur bayi miliknya.

Sedangkan yang menemani Abel di depan adalah Agil. Putraku yang sangat-sangat duplikat dari Abel. Mulai dari bentuk mukanya, matanya, sampai postur tubuhnya yang tinggi dan bongsor juga mirip sekali dengan suamiku itu. Hingga semua orang menyangka jika Agil adalah adik laki-laki dari Abel.

Dih, memangnya Abel semuda itu?

Diusianya yang tahun ini menginjak 32 tahun, dia sudah memiliki banyak kelebihan. Selain kelebihan jabatan yang semakin mapan, alhamdulillah, Abel juga memiliki kelebihan di bagian perutnya. Perut Abel kini sudah bertambah 2 kotak lagi. Jadinya 3 kotak atau 3 lipatan jika dihitung dari bawah dadanya.

"Kamu mau bubur juga?" tanya Abel yang ternyata sudah menghentikan mobilnya di depan tukang bubur cianjur yang masih berada dalam wilayah perumahanku.

"Mau lah. Enak aja aku enggak dibeliin."

"Pa, pakai satenya." Teriak Agil saat Abel masih mengantri untuk membeli.

Di kursi sampingku, ada Phyra, bayi berusia 13 bulan yang sibuk memanjat-manjat, melihat ayahnya berada di luar.

Zephyra Shana, merupakan anak keduaku dengan Abel yang sudah kami nanti-nantikan kehadirannya selama 5 tahun lamanya. Perjuangan dan perjalanan panjang demi bertemu dengan Phyra memang pernah kami lalui.

Tidak pernah kubayangkan sebelumnya harus mengalami kuretase 2 kali pada tahun ke 3 pernikahan kami demi mendapatkan anak kedua. Apalagi kehamilan tidak sempurna, sampai di vonis terkena toxoplasma oleh dokter obgyn, benar-benar seperti mimpi buruk rasanya.

Untung saja ketika aku merasa rapuh pada saat itu, Abel tetap setia di sampingku. Walau terkadang sikapnya memang menyebalkan seperti tadi pagi, tapi aku akui, Abel adalah sosok suami yang terbaik untukku. Ya, kecuali keluarganya Abel.

"Ma, minta uang 50 ribu dong. Uang papa kurang."

Lamunanku buyar saat Abel membuka pintu mobil, memanggil namaku hanya demi meminta uang buat membeli bubur.

"Uang mama?" Aku mengulang dua kata menakutkan itu yang baru saja dia katakan.

"Iya, pinjem. Nanti papa ganti."

Ganti? Ganti?
Paling gantinya setelah gajian nanti. Sangat bisa ditebak kelakuan Abel Savian.

Continue..
Adakah yang kayak pasangan Ghena sama Abel?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro