GhaiSyah - 15
Di kamar aku sama sekali tidak mau mengerjakan yang Mas Faddyl minta, mana mungkin aku menuruti maunya.
Aku tiba-tiba ingin pulang ke rumah Mama Papa, tidak mungkin aku pulang sendiri. Apa aku harus mengajaknya?
Kulihat ia baru saja selesai mandi, aku dengan inisiatifku mengambilkannya baju. Melakukan semua ini tentu saja karena ada maunya.
"Kenapa kamu?" tanyanya bingung saat menerima baju yang baru kuambilkan.
"Kenapa? Enggak papa, emangnya aku kenapa?" Aku melilih pura-pura polos dan bertanya balik padanya.
"Enggak usah bohong, bilang aja kamu mau apa. Saya enggak yakin kamu beneran baik, pasti ada maunya kan?" Aku tersenyum dalam hati, membenarkan ucapannya. Namun, aku juga tidak sudi berbuat baik padanya tanpa ada maunya.
"Hehehehe enggak kok, aku mau pulang ke rumah orang tuaku. Boleh ya, kalau mau ikut nginep terserah. Enggak juga enggak papa, kasih izin ya," izinku dengan wajah memelas, agar ia mau memberikanku izin.
"Minta izin saya? Enggak salah?" Ku kesal sekali, udah ku baik-baikkin. Minta izin baik-baik malah kayak gitu responnya, reflek aku meleparkannya bantal yang ada di dekatku.
Ngana kira apaan kalau enggak minta izin, ujarku dalam hati, karena tidak berani mengatakannya secara langsung.
"Kasih izin ya, aku enggak mau kalau pergi tanpa izin, nanti sampai sana malah diomelin Mama Papa." Aku mencoba memelas lagi.
"Yaudah, siap-siap. Malam ini kita nginap di rumah orang tua kamu." Aku langsung bersorak bahagia mendengarnya.
"Mas ikut?" tanyaku sengaja.
"Kamu enggak dengar saya tadi bilang kita, cepat siap-siap atau batal aja." Mendengar hal itu aku langsung buru-buru siap-siap, tentu aku tidak mau batal.
***
Kami sudah sampai di rumah orang tuaku, walau terjadi sedikit perdebatan dengan Mama mertuaku yang rese itu. Namun, tetap aku bisa pergi menginap walau bersama Mas Faddyl sih.
Mereka berdua memelukku dengan penuh kerinduan, tentu saja aku juga membalas pelukkan kedua orang tuaku. Padahal memang belum lama aku tidak bertemu mereka, tetapi namanya sudah rindu mau bagaimana lagi.
Mama mengajakku dan Mas Faddyl makan malam bersama kebetulan aku juga lapar. Aku menatap semua makanan enak di meja makan, ingin sekali ku habiskan semuanya. Kalau aku melakukan itu Mama pasti marah padaku, bukan hanya Mama Papa juga.
"Bang Veiro mana, Ma?" Aku bertanya di mana Abangku yang paling rese itu, karena sejak tadi aku sama sekali tidak melihat batang hidungnya.
"Belum pulang, sekarang semenjak kerja kan Abangmu itu pulangnya enggak tentu jam berapa." Aku mengangguk saja mendengar jawaban Mama.
Papa yang sudah lapar, langsung meminta makan malam segera di mulai. Aku jelas sangat setuju, saat aku hendak mengambil nasi dan lauk di piringku. Mama memelototiku, aku sendiri tidak mengerti dengan maksud Mama yang sebenarnya.
Aku melajutkan saja mengambil nasi dan lauk, tetapi Mama malah menghentikanku. "Chia kamu itu seorang istri harusnya sebelum mengambil makanan untuk diri kamu sendiri, kamu itu harus mengambilkan suami kamu dulu," katanya.
Dengan malas aku mengambilkan makan untuk Mas Faddyl, dari pada debat lagi sama Mama. Mending aku nurut, walau rasanya agak sebal kan Mas Faddyl punya tangan sendiri ngapain harus aku ambilin.
"Aku ke kamar dulu ya, Ma, Pa, Mas Faddyl. Mau istirahat di kamarku sendiri," pamitku dengan sopan. Mereka memang sedang asyik mengobrol, dari pada aku ikut mengobrol padahal sama sekali tidak mengerti obrolan mereka. Mending aku ke kamar saja bukan, rebahan di kamarku sendiri. Kami sudah cukup lama selesai makan, tetapi tidak ada yang pergi dari meja makan.
Kubuka pintu kamar perlahan, ternyata isi kamarku masih tetap sama seperti sebelum aku tinggalkan. Aku lantas masuk ke kamar yang sangat ku rindukkan itu.
Di luar dugaan ternyata Mas Faddyl malah ada di belakangku, sepertinya ia mengikutiku ke kamar.
"Ngapain?" tanyaku sambil menghalangi Mas Faddyl masuk kamar.
"Mau tidurlah, sudah malam kan?"
"Tidur di kamar lain sana, aku enggak mau kamu tidur di kamarku," usirku tanpa belas kasihan.
"Kamar lain, saya kan suami kamu. Harusnya saya memang tidur di kamar kamu, sama kamu."
"Ogah." Ku paksa Mas Faddyl keluar kamar, lalu ku tutup pintu kamarku dengan kasar. Aku berusaha tidak perduli dengan Mas Faddyl, ku segera merebahkan diri ke kasur.
Sebelum tidur, aku iseng membuka aplikasi nulisku. Aku sedikit lupa membukanya semenjak tinggal di rumah Mas Faddyl. Aku menulis lagi, sampai ketiduran.
***
Suara berisik membangunkan tidurku, aku masih sangatlah ngantuk tetapi ku paksa bangun. Melihat jam di nakas, ternyata masih pukul tiga pagi. Entah siapa yang membuat keributan di depan pintu kamarku.
Dengan gontai, aku berjalan ke pintu. Beberapa kali mencoba membuka pintu, tetapi tidak bisa. Baru saja aku teringat, bahwa semalam pintunya aku kunci. Ku buka pintu dengan kunci, di luar kamar ada Mama dengan tatapan marahnya.
"Kenapa sih Ma, Chia masih ngantuk banget. Ini juga masih pukul tiga," ujarku malas. Begitu terkejut, saat Mama tiba-tiba menjewerku.
"Aduhh, sakit Ma. Mama jangan jahat gini dong. Emang Chia salah apa?"
"Masih tanya salah kamu apa Chi? Mama itu malu banget sama kelakuan kamu sama Faddyl, tega-teganya kamu membiarkan suamimu tidur di sofa, kamu sendiri enak-enakkan tidur di kamar kamu sendiri," omelnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro