Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 17

Selamat Membaca!

◀ ▶

"Ge ... Geya, bangun. Kamu dipanggil sama Kak Diego, disuruh ke ruang OSIS."

Kelihatannya, usaha Flora memanggil Geya untuk membangunkan gadis itu sedikit sia-sia. Sebab, bukannya terbangun, Geya malah semakin nyenyak saat tidur. Terbukti dari wajah damai milik Geya.

Sebetulnya, Flora tidak tega harus membangunkan Geya di jam istirahat seperti ini. Apalagi setelah dia tahu, bila Geya yang kurang tidur seperti ini ialah karenanya. Namun, apa boleh buat. Baru saja, tadi saat ke kantin, Diego meminta bantuannya untuk memanggil Geya menemuinya di ruangan.

Jika dengan cara lembut, Geya tidak bisa bangun, maka berikutnya Flora terpaksa untuk harus mengguncang gadis itu dengan sedikit kencang. Membuat Geya terkejut dan refleks mengangkat kepalanya dari atas meja.

"Kenapa, Flo?" tanya Geya dengan mata yang belum terbuka sempurna. Masih ada beberapa persen rasa kantuk yang tertinggal di sana.

"Lebih baik, sekarang kamu cuci muka, terus ke ruang OSIS. Kak Diego nyariin kamu. Kasihan dia nunggu lama," ujar Flora memerintahkan Geya.

Geya yang baru bangun melawan rasa kantuknya tersebut, hanya menganggukkan kepala kemudian berjalan meninggalkan Flora di dalam kelas.

Pertama-tama, gadis itu melangkah menuju toilet, guna membasuh muka seperti apa yang diperintahkan oleh Flora tadi. Seusai membasuh muka, barulah kesadaran Geya kembali pulih seratus persen.

Keluar dari toilet, Geya melangkah menuju ruang OSIS. Geya tidak tahu apa alasan pasti Diego memanggilnya di sela-sela jam istirahat seperti ini. Tapi, Geya sudah dapat menduga bila semua ini akan berkaitan dengan masalah klub tari. Mungkin, Diego ingin mengingatkan batas waktu dari target yang telah disepakati mereka berdua waktu itu.

Di ruangan, ternyata Diego tidak sendiri. Ditya dan beberapa pengurus inti OSIS yang lain juga bertengger di ruangan full AC tersebut. Entah untuk urusan pekerjaan atau sekadar menumpang AC di sini.

"Maaf, Kak, sedikit lama. Tadi habis dari toilet," kata Geya.

Melihat kedatangan Geya, Diego tersenyum. Lelaki itu mengajak Geya untuk duduk di sofa.

"Sebelumnya, Kakak enggak perlu basa-basi lagi. Tentu, kamu udah bisa menebak apa alasan Kakak manggil kamu ke sini. Bukan begitu, Geya?" ujar Diego.

Geya menganggukkan kepala. "Tahu, Kak. Tentang klub, kan?"

"Iya, Geya. Ini tentang klub. Kamu tentu enggak lupa tenggat target kita, bukan?"

Tentu Geya masih ingat. Bahkan, gadis itu sangat mengingatnya.

"Dihitung dari hari ini, tersisa kurang dari seminggu lagi untuk klub mencapai target jumlah anggota yang telah kita sepakati waktu itu. Jadi, bagaimana perkembangannya sejauh ini, Geya?" tanya Diego yang langsung masuk pada inti pembicaraan. Mengingat waktu istirahat yang tidak begitu lama, maka pembahasan ini harus segera diselesaikan.

"Sejauh ini, aku dan anggota udah berhasil ngumpulin 6 orang yang berniat untuk gabung ke klub tari, Kak. Untuk 4 orang lainnya, masih sangat kami upayakan," jelas Geya.

"Oke-oke. Jadi, sudah 60% dari target anggota, ya. Tapi, sejauh ini, menurut kamu respons anak-anak saat kalian ajak, bagaimana? Mereka merespons dengan baik atau tidak?"

"Ada yang merespons dengan baik, ada juga yang tidak, Kak." Geya seketika teringat dengan hal yang menimpa Dean waktu itu.

"Begitu, ya. Sebelum membahas lebih jauh, Kakak ingin mengapresiasi semangat anak-anak klub tari yang udah mengerahkan tenaganya untuk mengajak lebih banyak orang untuk join ke dalam klub tari. Tapi, ya, sesuai kesepakatan, kalau dalam waktu kurang dari seminggu ini, klub tari belum bisa mengumpulkan 4 orang lainnya, maka kamu tahu konsekuensinya, kan, Geya?"

Geya mengangguk. Gadis itu sungguh paham dan Diego tidak perlu susah payah untuk menjelaskan kembali terkait konsekuensi tersebut.

"Oke, bagus, Geya. Kakak harap, dalam waktu kurang dari seminggu, klub tari bisa memenuhi formasi seperti yang seharusnya. Karena, sejujurnya, Kakak juga sedikit enggak rela jika klub harus diberhentikan sementara. Kalau begitu, kamu bisa kembali ke kelas. Sebentar lagi, jam istirahat selesai."

Geya lantas berpamitan kepada Diego. Saat gadis itu bangkit dari sofa, Geya tak sengaja menengok ke arah Ditya yang tengah bercanda tawa dengan pengurus inti lainnya.

Wajah lelaki itu tampak bahagia. Dari sini, Geya dapat melihat senyuman lebar yang diberikan oleh Ditya saat berbincang dengan yang lain. Senyuman tersebut mengindikasikan seolah-olah Ditya adalah orang paling bahagia di muka bumi, terlepas dari hal apa pun.

Tanpa disengaja, tatapan keduanya bertemu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Geya memilih untuk segera membuang muka, memutus kontak itu.

Geya menggapai pintu ruangan, membukanya dan keluar dari sana ... dengan segudang pertanyaan yang menumpuk di benak.

Jika Geya memang benar anak kandung dari Hartawan, lantas kenapa terasa sekali adanya perbedaan pada perlakuan antara Hartawan dan Ditya dengan dirinya?

Semakin ke sini, Geya semakin merasa ada yang tidak beres dengan papanya tersebut. Atau, mungkin, dengan keluarganya juga?

•••

Dengan perlahan, Geya membuka pintu besar yang menutupi ruangan kerja Hartawan, lantas menyelinap masuk ke dalam. Rasa penasaran yang mengganjal di hatinya membuat gadis itu benar-benar tidak bisa diam saja sampai dia mendapatkan suatu hal yang sekiranya bisa membayar hal-hal yang mengganjal tersebut.

Setelah menjelajahi seisi kamar Hartawan dan tidak mendapatkan apa pun, Geya memutuskan untuk mencari sesuatu di ruang kerja Hartawan. Ruangan di rumah Geya yang belum pernah Geya sentuh gagang pintunya. Sebab, sedari dulu, Hartawan tidak pernah mengizinkannya untuk masuk ke dalam.

Ruang kerja Hartawan juga cukup luas, meski masih kalah dengan ukuran kamarnya. Di dalam sana, ada beberapa lemari kayu yang berjejer rapi, brankas berukuran sedang, sebuah meja kerja dilengkapi dengan kursi goyang mewah. Cahaya sore hari yang masuk lewat jendela tertutup tirai dan beberapa tanaman hias juga turut menghidupkan suasana di ruangan tersebut.

Pertama, Geya membongkar tumpukan dokumen yang ada di atas meja, juga pada laci kecil yang ada di bawahnya. Namun, itu semua berkaitan dengan pekerjaan Hartawan. Geya lantas membuka pintu lemari, membaca satu per satu dokumen yang ada di dalam map batik.

Berpindah dari lemari yang satu ke lemari lain, tapi Geya masih tidak menemukan apa-apa. Kini tersisa dua brankas yang belum gadis itu sentuh. Geya segera beranjak menuju brankas itu, sayang brankas tersebut terkunci.

Geya berupaya menebak-nebak password dari brankas tersebut. Dimulai dari password yang mudah dan gagal. Ulang tahun Hartawan, tetap gagal.

"Apa ulang tahun Mama kali, ya?"

Jemari Geya lantas menekan tombol sesuai dengan tanggal ulang tahun Risa dan ... brankas terbuka.

"Berhasil," gumam Geya bahagia.

Di dalam brankas hanya ada dua jenis barang di sana. Sebuah piala dan buku diari. Geya meraih kedua benda itu dengan cepat, lantas membaca tulisan yang ada di piala tersebut.

Juara 1 Tarian Tradisional
Dalam Rangka Perayaan Ulang Tahun SMA Purnama

"Tari? SMA Purnama?"

Bukankah sekolah tersebut adalah mantan sekolah Risa dulu? Apa ini berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaannya selama ini? Tentang klub tari, juga mengenai keluarganya.

Geya meletakkan piala tersebut di lantai, lantas membuka isi buku diari yang tadi ada di brankas. Dalam sekali lihat, Geya tahu bahwa buku itu ditulis oleh Risa. Buku dengan tebal kurang lebih 100 halaman itu sudah tampak usang. Ditulis dengan pulpen bertinta hitam yang pada beberapa tulisannya tampak buram, mungkin sempat terkena air.

Geya menyibak pada halaman pertama, mencoba membaca tulisan yang ditulis dengan huruf bersambung yang sedikit berdempetan.

Awalnya, Geya sedikit kesulitan dalam menerjemahkan maksud tulisan dari mamanya, hingga dia berhenti pada satu kalimat yang sepertinya cukup untuk menggambarkan keseluruhan dari isi tulisan itu.

Satu kalimat yang membuat jantung Geya berhenti berdetak untuk beberapa saat. Gadis itu membeku. Buku diari yang ada ditangannya terjatuh, bersamaan dengan benteng hatinya yang mendadak runtuh.

Apa maksud semua ini? Kenapa semuanya menjadi rumit seperti ini?

Seketika saja, terdengar tanda-tanda kepulangan Hartawan. Dengan tergesa, Geya menutup kembali pintu brankas. Mendekap piala dan buku diari itu di tubuhnya, lantas keluar dari ruangan papanya.

Tapi, setelah apa yang dituliskan di diari itu, masih pantaskah Geya memanggil Hartawan dengan sebutan "papa"?

◀ ▶

10 Januari 2023
1.236 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro