Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

GOB-034


Pukul 07.30 pagi, setengah jam sejak kedatanganku di Bandara Melbourne, Victoria. Perjalananku yang memakan sekitar 10 jam 30 menit akhirnya mencapai finalnya. Aku membeli segelas flat-white hangat dari sebuah cafe yang tak jauh dari lokasi kedatangan pesawat, dan menunggu papaku menjemput. Badanku terasa pegal semua. Walau aku sudah sampai di negara lain, pikiranku sepertinya masih tertinggal di Seoul. Aku tak bisa berhenti memikirkan keadaan teman-temanku, terutama tangisan Hanbin saat melihat pesawatku lepas landas, juga mengenai peristiwa menyedihkan itu. Aku harus melupakannya!

Sekarang ini sedang bulan September, Melbourne sedang musim semi. Cuaca pagi begitu hangat, memaksaku untuk melepas syal yang sejak dari Incheon kukenakan. Aku melirik arloji, tak lama kemudian seorang pria berperawakan 1,85 meter itu menyapa dan melambaikan tangan padaku. Aku tersenyum, berlari menuju ke arahnya. Pria itu menangkapku dengan cepat lalu memelukku sangat erat.

Sebelas tahun sudah. Saat aku berumur 9 tahun, papa dan mama berpisah. Dan baru sekarang aku melihatnya langsung setelah berpisah satu dekade lebih lamanya. Papa tetap tampan, lesung pipi khasnya selalu membuatku iri. Pasti aku akan makin cantik jika mewarisi kedua lesung pipi itu dari papa, sayangnya aku tidak punya dan malah dikaruniai kedua pipi yang berisi.

"I miss you so much, Papa."

"Miss you too, Sweetie. Bagaimana perjalananmu tadi? Menyenangkan?"

"Tidak juga. Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan pada Papa."

"Tentu. Papa pasti akan mendengarkannya dengan senang hati. Sekarang, kita ke tempat tinggal Papa, ya," ajak Papa yang dengan sigap mengambil koperku.

Papa bukan orang Australia. Tapi karena punya bisnis di kota ini, papa pun mendaftarkan diri sebagai warga negara Australia untuk beberapa waktu. Kedua orangtuaku menikah di Seoul, dan mama ikut pindah bersama papa ke Melbourne, kemudian lahirlah aku di sini. Namun, akibat suatu alasan yang tidak kumengerti, papa dan mama berpisah. Aku dibawa oleh mama kembali ke Seoul dan menyekolahkanku di sana. Yang aku banggakan dari hubungan mereka adalah, mereka tetap akur dan akrab meskipun sudah tidak lagi menjadi suami-istri. Mereka menjagaku dengan sangat baik. Meskipun papa jarang menelepon, aku memakluminya sebab aku tahu papa tipikal pengusaha yang sibuk.

Kami pun sampai di sebuah apartemen yang letaknya tepat di seberang Carlton Gardens, Melbourne City Centre. Sebuah distrik di kawasan Victoria yang menjadi pusat perbisnisan. Baru aku menyadari, papa ternyata orang yang sangat kaya. Aku selalu geleng kepala setiap kali melihat perbedaan antara mama dan papa yang begitu jauh. Papa dengan kehidupan mewah dan modern-nya, sementara mama dengan kehidupan seadanya dan pekerjaan presenternya. Bagaimana kedua orang itu bisa bertemu dan pernah saling mencintai? Namun kuakui, mama beruntung bisa mendapatkan papa. Atau justru sebaliknya.

Kami sampai di lantai 25, tempat papa tinggal. Ruangannya bersih. Lantainya dari batu marmer dan beberapa bagian dindingnya terbuat dari kayu, membuat suasana apartemen terkesan mewah dan hangat. Pintu-pintu dan jendela kaca juga terlihat menonjol di sini, aku dapat dengan mudah menyaksikan keindahan Kota Melbourne di pagi hari.

Papa berjalan menuntunku menuju sebuah ruangan, yang tak lain adalah kamarku sendiri. Apartemen papa didesain dengan dua kamar tidur, luas apartemen ini kira-kira 96,5 m². Cukup untukku menggerakkan badan sepuasnya dan melakukan apapun yang aku suka.

"Sohyun, kamu tidur di sini, ya. Kamar Papa ada di ujung sana. Kalau ada apa-apa, kamu bisa mencari papa di kamar, atau mungkin di ruang kerja, sebelah ruang tamu tadi."

"Oke, Pa."

"Kamu istirahat dulu saja. Papa tahu kamu kelelahan setelah perjalanan hampir 12 jam. Setelah istirahat, datanglah ke meja makan, papa akan memasakkan sesuatu untukmu. Dan nanti malam, papa akan mengenalkanmu dengan seseorang."

Aku mengangguk, mendengarkan pesan papa dengan baik. Setelah papa keluar, barulah aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Sebelumnya, telah kubuka tirai berwarna grey ini lebar-lebar. Sembari menatap gedung-gedung perkantoran yang tinggi menjulang, aku membayangkan kehidupanku di masa depan. Akan seperti apakah kira-kira? Dan bagaimana teman-temanku yang ada di Seoul? Apa mereka menungguku pulang? Aku selalu bertanya-tanya demikian.

***

Aku telah menceritakan segala hal yang menimpaku pada papa. Wajah papa berubah sedih, tapi aku menghiburnya. Aku sedang malas bersedih-sedihan. Aku sekarang ada di Australia, tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan selama aku bersama papa. Papa lalu merangkulku dalam dekapannya, ia mengecup puncak kepalaku dengan penuh sayang. Mataku sedikit terpejam. Aku sangat merindukan kehangatan dari seorang papa. Syukurlah, walau harus melalui rintangan yang besar, kami akhirnya dapat bertemu kembali di tempat ini.

Bel apartemen berbunyi, pertanda ada tamu yang datang. Mungkin itu tamu yang diundang oleh papa, yang katanya aku akan dipertemukan dengannya. Aku penasaran. Aku mengekor di belakang papa selagi papa membukakan pintu.

Seorang pria berkemeja rapi muncul. Rambutnya berwarna pirang pucat. Tumbuh kumis dan jenggot yang tipis di area wajahnya. Orang Aussie, penduduk asli sini rupanya.

Papa berjabat tangan dengan pria yang berumur sekitar 45 tahunan itu. Kemudian, mempersilakannya masuk. Di belakang tamu papa, seorang pria muda mengikuti. Dengan ramah, dia tersenyum ke arahku. Aku langsung lari menyusul papa begitu aku selesai menutup pintu. Papa tahu kan aku takut dengan laki-laki? Apalagi yang tiba-tiba menyengir seperti itu. Tapi kenapa papa mengundang mereka?

"Sohyun, perkenalkan, ini Dokter Danian Travis, dokter kejiwaan yang akan melakukan terapi padamu. Dokter Danian ini sahabat baiknya Dokter Sohee, kau jangan khawatir akan keahliannya."

Aku ber-oh-ria. Sementara, kedua mataku masih menangkap sosok lelaki muda itu. Aku baru saja akan bertanya soal dia kepada papa, tapi dokter Danian sendiri yang memperkenalkannya.

"This is my son. He has learned about korean culture and fluently talks in your language," ucap dokter dengan aksen khas Australia-nya.

Tanpa disuruh, lelaki itu mengulurkan tangannya sambil berkata, "Felix Travis alias Felix Lee, atau panggil saja Lee Yongbok, nama koreaku."

Aku menyorot tangan kanan Felix yang masih melayang di udara. Felix menatapku bingung, dan melihat reaksiku dengan cukup aneh. Aku meremas lengan baju papa yang duduk di sebelahku. Ayolah, Pa, jelaskan sesuatu pada anak laki-laki ini bahwa aku tidak menyukainya.

"Maaf, Felix. Anak Paman memang tidak begitu akrab dengan laki-laki, harap maklum, ya. Tapi sebenarnya, dia menerima perkenalan dirimu dengan senang hati, kok."

Bukan senang hati, Pa, tapi berat hati.

"Ah, tidak apa-apa Paman. Mungkin lain waktu saya akan mencoba lebih ramah lagi pada Sohyun."

"Oh ya, Dokter Danian, kapan terapi putri saya akan dimulai?"

***

Sudah lewat satu bulan aku tinggal bersama papa. Aku mulai beradaptasi dengan orang-orang Aussie. Memakan makanan yang sama dengan mereka, melakukan obrolan yang biasa dilakukan oleh mereka, juga mencoba hal-hal baru yang belum pernah aku coba di Seoul. Bercengkrama dengan alam, menikmati kepadatan Kota Melbourne sekaligus melatih keberanianku. Masalah yang dulu menderaku benar-benar telah menjauh pergi. Aku sudah mulai bisa melupakan rasa sedihku yang mendalam akibat kepergian sosok sahabat baikku dan kini mengawali semuanya dari nol.

Pada mulanya aku tidak menerima baik keberadaan Felix, namun seiring berjalannya waktu kami mulai dekat dan bisa menjadi sahabat. Dokter Danian mengobati jiwaku dengan sangat baik, tiga kali per minggu. Sesekali aku menelepon mama dan memberitahukannya soal perkembanganku. Mama sangat senang. Dan ya, beliau memiliki pekerjaan baru.

"Sohyun, ini Perbukitan Silvan, tempat di mana festival tulip yang aku ceritakan kemarin digelar. Ayo, masuk!" Ajak Felix dengan menyeret lenganku.

Mataku terpana menyaksikan ratusan jenis tulip dengan warna bervariasi tumbuh indah di lahan seluas ini. Ada beberapa stand kuliner, souvenir, juga ada acara musik di atas panggung sederhana. Seseorang menyanyi dan bermain alat musik di atasnya. Sebuah kincir angin yang ada di tengah lahan membuatku merasakan nuansa khas Negeri Belanda. Aku menyukainya. Untuk pertama kalinya, aku menyukai tempat yang ramai dan dipadati oleh para manusia.

"Felix, aku harus membeli souvenir untuk sahabatku yang ada di Seoul. Saat aku kembali nanti, akan kuberikan itu pada mereka. Mereka pasti senang," antusiasku ketika menemukan sebuah souvenir berupa miniatur kincir angin dan gantungan kunci bunga tulip di salah satu stand.

Felix menemaniku sepanjang waktu. Kami berbagi cerita. Sejujurnya, Felix lah yang lebih banyak berbicara. Dia memberitahuku banyak tempat menarik. Termasuk kunjungan kami yang dihabiskan dalam beberapa hari ke Victoria Queen Market, berfoto di sekitar Graffiti Lanes, menikmati penampilan musik jalanan sampai menikmati pertunjukan teater. Aku senang berada di sini seakan semua masalahku terangkat dan lenyap.

Persinggahan terakhir di hari terakhir travelling kami adalah ke State Library, perpustakaan publik tertua di negara bagian Victoria. Aku membaca banyak buku di sana. Hingga, muncullah hobi baruku, yaitu mengumpulkan beberapa novel untuk dihabiskan di akhir minggu. Sungguh menyenangkan.

"Felix, berapa umurmu? Ngomong-ngomong kau kelihatan jauh lebih muda dariku."

"Aku sembilan belas tahun."

"Sudah kuduga, kita rupanya selisih satu tahun, ya? Tapi, kita sudah seperti seumuran. Kau orang yang menyenangkan."

"Aku anggap itu pujian, Noona."

Aku terkekeh mendengar panggilan 'Noona' dari mulutnya. Cukup menggelikan. Namun, atas permintaanku pula Felix memanggilku dengan nama depan saja.

"Felix, apa kau mau mengunjungiku saat aku sudah di Korea nanti? Giliran aku yang mengajakmu travelling di sana."

"Memang kau sudah keluar di berapa tempat? Aku tidak yakin kau sudi menjejakkan kakimu keluar rumah hanya untuk jalan-jalan."

Felix mengejekku. Dia meremehkanku! Hei, akan kubuktikan, ya, saat aku kembali ke Seoul nanti aku, akan jadi orang yang 100% berbeda. Ingatkan itu padaku, huh.

***

Tbc.

Papa Hyunbin ganteng banget sih, pantesan anaknya cantik😍

Tolong ingatkan aku supaya nggak oleng ke Lee Felix😳 teman sepantaran, hehe

Tunggu next-nya yaa... Pasti penasaran kan Sohyun bakal ama siapa karena cerita ini akan segera berakhir T_T

Hari ini aku double up, eh ... nyaris double up soalnya ini udah jam 12 lewat. Udah pergantian hari, wow.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro