GOB-003
Dalam ruangan serba putih tersebut, seorang wanita duduk gelisah memangku kedua tangannya yang meremas lutut. Kedua netranya sedikit berkaca-kaca, rasa cemas dan khawatir terlarut menjadi satu.
Nafasnya tertahan dan menjadi tidak teratur. Ia tampak murung, mungkin memikirkan nasib seseorang yang kini sedang dibicarakan temannya.
"Ada kemungkinan dia mengalami kejadian traumatis di masa lalu. Apa kau tidak tau apa yang dialami putrimu sama sekali? Mungkin dia pernah bercerita mengenai sesuatu?"
Diam. Bibir wanita itu terasa kaku dan tak bisa digerakkan. Kedua fokusnya menatap lantai, otaknya mencoba mengingat-ingat kejadian mundur beberapa tahun ke belakang.
Sayangnya, dia menyerah.
"Entahlah. Apa keadaannya bisa semakin parah?"
"Tidak jika kita mulai bertindak, Yejin. Aku sarankan kau mencoba membuat putrimu akrab pada lelaki."
"Aku sungguh khawatir, ia semakin dewasa. Sudah saatnya ada lelaki yang menggantikanku untuk menjaganya. Huh ... ternyata sulit menjadi seorang single parent."
"Percaya padaku, kau sanggup. Buktinya, sampai sekarang kau bisa bertahan mengurus Sohyun tanpa bantuan Hyunbin."
***
"Dia baik-baik saja, kan?"
"Bodoh, dia pingsan. Pasti keadaannya sedang tidak bagus."
Samar-samar, aku mendengar suara kegaduhan itu masuk melewati telingaku. Ya Tuhan, kenapa detak jantungku begitu kencang? Sampai-sampai aku kesulitan untuk sekadar menghirup udara bebas. Sesak.
Kubuka mataku. Buram. Aku hanya dapat melihat dua sosok bayangan perempuan berada di sekelilingku.
"Sohyun? Kau bangun? Bagaimana keadaanmu?"
"Katakan sesuatu, dong! Jangan bikin takut!"
"Yoojung, kau jangan menekannya begitu. Dia baru sadar ...."
Sekarang, semua semakin jelas. Mereka Yoojung dan Saeron, sedang menemaniku berbaring di sebuah ruangan yang aromanya seperti obat-obatan.
Aku kenapa, ya?
"Apa yang terjadi?"
Pertanyaan bodoh itu muncul. Tak heran, karena di mana pun kau berada, ketika seseorang baru terbangun dari ketidaksadarannya, yang ia tanyakan pastilah 'apa yang terjadi?'. Klise, namun tak dapat kuhindari.
"Kau pingsan di lorong. Apa kau sakit?" ungkap Saeron singkat.
"Untung saja ambassador kita menggendongmu kemari, kau tau ... Itu sangat romantis," sahut Yoojung dengan nada yang berbeda. Kedua telunjuknya ia lepas-tempelkan di depan wajahku.
Bukannya mengerucutkan atensi pada keadaanku saat ini, Yoojung malah berbicara melantur. Sungguh aku tidak peduli siapa yang membawaku kemari.
Tapi, dia laki-laki?! Laki-laki yang sebelumnya aku temui? Apa mungkin dia?
Ambassador?
Sebentar, kepalaku mendadak pusing lagi. Ah, aku tak bisa membayangkan bagaimana ketika pria itu mengangkat tubuhku kemari. Mengapa harus laki-laki, sih?
Ya Tuhan, aku lupa! Ini Perth Glory!
"Berhenti mengoceh soal laki-laki, kau ini! Pembicaraanmu pasti tidak pernah berubah!"
"Demi abs Oppaku! Saeron, kau selalu menyalahkanku! Ugh!"
"Abs ... Oppamu ... heh ...," Saeron terkekeh pelan.
Ya, kalau dijelaskan lebih panjang, baik aku maupun kalian tidak akan mengerti. Toh, oppa dari Kim Yoojung seperti apa aku juga tidak pernah tau. Tapi, melihat Saeron yang tertawa remeh begitu, tampaknya sesuatu hal yang dimaksud 'abs' itu terdengar memalukan sekali.
"Dia sudah sadar?"
Seseorang datang. Membuyarkan perhatian kedua sahabat yang saling berkicau di hadapanku.
"Hei, maafkan aku. Apa aku tadi mengganggumu? Membuatmu takut? Kau ingat aku?"
Seluruh badanku gemetaran. Sial. Seandainya saja aku lebih mematangkan persiapan. Namun, cowok itu datang terlalu tiba-tiba. Aku terkejut dan tak bisa menahan pendirianku yang berwibawa lebih lama. Aku lemah.
Ya, dan alasannya selalu sama. Laki-laki!
"Kim Hanbin, apa kau tidak bisa berhenti usil? Setidaknya kau jangan mengaku-ngaku sebagai diriku, untung kau temanku!"
Sekarang ruangan ini jadi semakin ramai. Aku kedatangan seorang tamu lagi.
"Hei, maafkan dia. Oke?"
Mulutku ternganga. Ck, satu cowok saja sudah sulit. Kenapa sekarang ada dua?!!
Mama, pokoknya aku harus protes saat bertemu dengannya di rumah nanti!
"Sohyun, kenapa?" tanya Saeron.
Mungkin dia menyadari reaksiku yang tidak biasa ini. Menelungkupkan selimut ke atas kepalaku. Menghalangi mereka bertatapan langsung ke mataku.
"Hya! Sohyun, kau mau melewatkan kesempatan emas ini? Kapan lagi bisa bertemu Kak June ...," bisik Yoojung yang menyudutkanku, membuatku makin risih.
"Aku minta maaf, ya ...."
"Aak!" Kagetku saat seseorang menyibakkan selimutku dengan cepat.
Dia membuka selimutku! Tubuhku tegang, tapi yang kulihat dia cengar-cengir kesetanan.
"Lihat, aku bawa pisang untukmu!"
Bruk.
Semua pun menjadi gelap untuk yang kedua kalinya. Aku pingsan.
***
"Tante kan sudah bilang, jaga Sohyun baik-baik!"
"Maaf, Tan. Aku kan nggak tau kalau kejadiannya bakal begini. Sohyunnya aja yang salah. Gitu aja pingsan, padahal masih hari pertama masuk kampus. Bikin repot aja ...."
"Ooh, jadi kamu males jagain anak Tante? Sepupu kamu sendiri?"
Laki-laki itu menggaruk kepalanya. Lagi dan lagi, ia menyebut kata maaf.
"Udah, Ma. Nggak usah marahin Yeonjun. Ini tuh salah Mama. Sohyun kan udah bilang, 'nggak mau sekolah di sana', tapi Mama tetep ngeyel."
"Tuh Tante, Sohyun aja belain aku."
Mama kesal, kentara sekali dari mimik wajahnya. Ah, masa bodoh. Aku sendiri masih terbilang marah dan tidak setuju pada keputusannya yang sepihak. Sudah jelas, kan? Perth Glory bukan lingkungan yang terbaik untukku.
"Lagian, ngapain sih Tante nyuruh aku buat jagain kamu?" tanya Yeonjun, ia menghampiri ranjangku beberapa detik setelah mama menjejakkan kaki keluar dari kamar.
"Mana aku tau? Dia selalu berlebihan seperti itu. Menyebalkan!"
"Dan kau? Baru hari pertama udah main pingsan-pingsanan! Jangan bikin repot, deh!" ujar anak itu sambil melempar boneka beruang ke mukaku. Kurang ajar memang!
"Ck ... situ ke mana waktu aku tadi pingsan? Toh, yang nolongin aku bukan kau. Yang anter pulang juga bukan kau, jadi nggak usah berlagak jadi korban yang selalu dibuat repot, dong!"
Bibir Yeonjun komat-kamit tidak jelas, seolah menirukan ucapanku—mengejekku.
"Eh, ada pisang! Enak, nih."
Matanya langsung beralih pada beberapa buah pisang yang entah darimana asalnya. Aku tak tau. Dan tanpa persetujuanku, Yeonjun menghabiskan semuanya. Menyisakan kulit-kulit yang berserakan di lantai. Membuatku naik pitam dan ingin segera menendangnya pulang
"Dasar, kau monyet!"
Mengucap kata monyet, ah ... Apa mungkin pria monyet itu yang memberikannya padaku?
***
Sorry, kalau part ini agak kurang feel-nya. Aku lagi kurang mood buat nulis, tapi mengingat ini kewajiban yang udah aku janjiin ke kalian.
M
aaf ya, ngebuat kalian menunggu begitu lama. Soalnya kuliahku bener² sibuk.
Tunggu kelanjutannya.
And welcome to Hanbin, June, Yeonjun ^^ sebagai tokoh cerita yg tereskpos pertama.
I love you, all.
❤️❤️❤️
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro