Wiseman
Malam itu aku bermimpi, terkurung dalam pabrik kumuh dan berlari dikejar-kejar manusia tidak berotak seperti zombie. Wiseman yang melingkar di belakang kepalaku pun tidak berfungsi sama sekali. Aku tidak tau harus pergi ke mana, dan akhirnya ditangkap para zombie itu begitu saja. Setelah itu, aku langsung terbangun disambut secercah cahaya yang merangkak masuk melewati celah gorden.
"Wiseman."
[Ada yang bisa kubantu?]
Syukurlah. Wiseman-ku masih berfungsi dengan baik. Tampilan hologram interface-nya pun tampak baik-baik saja. Aku sempat khawatir jika alat yang menempel di kepalaku ini tidak bisa digunakan lagi. Bisa-bisa aku tidak tau caranya pergi ke sekolah.
Seperti disentil oleh impuls yang kuat, aku teringat sesuatu. "Ah, tolong artikan mimpiku barusan."
[Kata kunci mimpi?]
"Pabrik tua, dikejar-kejar zombie."
[Data diterima, mencari hasil ke database pusat, harap tunggu sebentar.]
Cahaya yang berputar-putar pun melayang di udara.
[Analisa selesai. Kemungkinan saat ini kondisi kejiwaan Anda berada di bawah tekanan berat sehingga Anda memutuskan untuk menghindarinya.]
Analisa yang tidak masuk akal, karena aku tidak merasa sedang tertekan atau semacamnya. Justru aku merasa bahagia setiap harinya. Tapi Wiseman tidak bisa diragukan, jika dia bilang aku sedang tertekan, maka aku pasti memang tertekan.
"Ada saran untuk mengurangi rasa tertekanku?"
[Saya sarankan sebuah musik jazz lembut dan secangkir coklat hangat.]
"Ide bagus, berikan aku musik jazz terbaik." Mengikuti sarannya, aku pun bangkit dari kasur dan menyiapkan coklat hangat di dapur.
Musik jazz mengalun pelan dengan tiupan saksofon. Tapi, rasanya ada yang tidak beres. Mendengar musiknya tidak membuat perasaanku berubah sama sekali.
"Wiseman, ganti dengan tempo yang lebih cepat!"
[Dimengerti.]
Kali ini terdengar tepat. Kujentak-jentikkan jariku mengikuti irama lagu, sedikit memainkan langkah kaki layaknya berdansa sambil menyeruput secangkir coklat panas. Seperti inilah caranya memulai pagi hari.
<<--->>
Aku menatap bosan ke layar di depan. Mendengarkan penjelasan manual oleh guru di zaman serba Wiseman ini rasanya tidak benar sama sekali. Sejak awal malah aku mempertanyakan, apa perlunya pendidikan setelah ditemukan Wiseman?
Lima tahun lalu kecerdasan buatan berkembang sampai tahap di mana dia bisa belajar sendiri dan berbagi database dengan clone-nya. Berbekal teknologi inilah Wiseman diciptakan untuk menjadi perangkat penunjang manusia untuk memecahkan masalah.
Wiseman, jelaskan kenapa aku harus belajar?
Aku sengaja mengaktifkan mode inner agar tidak mengganggu konsentrasi siswa lain yang serius mendengarkan penjelasan guru.
[Keharusan belajar secara regulasi adalah untuk memenuhi wajib belajar 12 tahun, dan secara substansial untuk memperkaya wawasan yang dimiliki.]
Egh, jelaskan dengan lebih sederhana!
[Intinya, belajar diperlukan agar Anda tidak bodoh.]
Sekali lagi aku termenung. Memangnya ada orang bodoh di zaman serba Wiseman ini? Kurasa tidak ada. Karena sebodoh-bodohnya orang, kekurangan mereka itu akan tertutupi dengan adanya Wiseman.
Ping
Sebuah pesan berkedip di sudut mataku. Masih menggunakan mode inner, kubuka pesan itu dan ternyata pesan dari Karen.
"Jangan melamun saja, perhatikan pelajaran di depan!" Begitulah yang ditulisnya di pesan.
Aku pun melirik gadis pirang yang duduk paling depan itu. Seperti siswi teladan pada umumnya, pandangannya tetap lurus sambil mendengar apa yang disampaikan di depan. Tidak kusangka dia bisa memperhatikanku yang duduk jauh di belakangnya.
Wiseman, apa menurutmu Karen punya perhatian khusus padaku?
[Analisa tingkat perhatian khusus ... hasil, 23%]
Serendah itu ternyata, kupikir dia punya perasaan khusus padaku atau semacamnya, ternyata dia memang hanya menjalankan tugasnya sebagai ketua kelas ya.
Wiseman, seberapa besar kemungkinan aku bisa berpacaran dengan Karen?
[Analisa tingkat kemungkinan ... hasil, 5%]
Ugh, kenapa serendah itu?
[Karen Dawn, keturunan Inggris Indonesia, ayahnya orang penting di kedutaan sehingga sebagai anak, kedudukan sosialnya cukup tinggi. Berpendidikan baik dan diodalakan berbagai kalangan. Jika dibandingkan dengan Anda, ada jarak yang sangat jauh dengannya. Selain itu para pesaing lain pasti akan mengucilkan Anda jika Anda mulai mendekatinya. Sangat tidak disarankan karena kehidupan sosial Anda akan terancam.]
Setelah dia menjelaskan sepanjang itu, aku jadi menyesal bertanya padanya. Serendah itukah diriku ini? Ah, sebaiknya aku berhati-hati agar tidak menanyakan itu. Akan ada trauma tak terobati jika aku mendengar jawabannya.
Hmm bagaimana kalau begini, berikan aku solusi untuk menaikkan persentasenya hingga 85% atau lebih, tanpa menimbulkan gejolak di antara pesaing lain.
[Menjalankan simulasi mohon tunggu sebentar.]
Untuk pertama kalinya Wiseman berputar lebih lama. Apa semustahil itu permintaanku ini?
[Simulasi didapatkan, tingkat keberhasilan tertinggi 84,7% berikut detail dari simul–]
Tiba-tiba saja aku tidak dapat mendengar perkataan Wiseman lagi. Pengelihatanku mulai memburam dan rasa lelah menjalar di seluruh tubuhku. Seketika itu juga aku terlelap dalam kegelapan. Hal berikutnya yang kulihat adalah pabrik tua yang sama dengan mimpiku malam tadi dan seorang gadis berambut kuncir melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku.
"Hei, kau bisa mendengar suaraku kan? Kau bisa bangun?" tanya gadis yang tidak kukenal itu.
"Kali ini bukan dikejar zombie, tapi bertemu dengan gadis cantik yah. Sekarang aku masih di sekolah, jadi semoga saja mimpinya bukan yang bikin basah."
"Ka-ka-ka-kau! Ap-apa-apa-apa yang kau ucapkan barusan?! Dasar senonoh, bejat, mesum! Bagaimana bisa orang sepertinya terbebas dari kendali mereka? Pasti ada kesalahan di sini, tidak, tapi dia benar-benar bisa sadar, itu saja sudah cukup menjadi bukti kalau dia terbebas dari kendali–"
Sebenarnya apa yang digumamkan gadis ini? Aku sama sekali tidak bisa memahami apa yang dia ucapkan.
"Wiseman, jelaskan maksud gumaman gadis ini!"
Eh?
Sekarang aku baru sadar. Entah sejak kapan tampilan interface Wiseman sudah menghilang dari pengelihatanku. Suaranya pun tidak terdengar lagi. Apa aku mengalami mimpi di mana Wiseman-ku tidak berfungsi lagi? Sialnya.
"Ah, kau bisa tenang sekarang, aku sudah merusak Wiseman-mu jadi lepaskan saja rongsokan di belakang kepalamu itu."
"Hah? Kau rusak?! Apa kau gila?! Ah, tapi ini kan hanya mimpi, jika aku terbangun Wiseman-ku harusnya akan pulih kembali." Aku mengangguk mengiyakan diri sendiri. Kupejamkan mataku berusaha untuk tertidur dari mimpi ini, dengan begitu aku pasti akan terbangun di dunia nyata.
"Oooi, kau mengigau yah? Atau jangan-jangan kau salah paham?"
Oke, aku tidak terbangun dari mimpi ini karena suara gadis itu masih jelas terdengar olehku. Kubuka sebelah mataku kemudian bertanya, "Maksudmu?"
"Di sini adalah dunia nyata, dan tempat yang ingin kau datangi itu sebenarnya adalah dunia mimpi."
Satu detik, dua detik, tiga detik, akhirnya aku menangkap apa yang dia katakan.
"HAAAAH?!"
Nguuuuuungg
Keterkejutanku diinterupsi oleh bunyi sirine panjang yang menggema di seluruh pabrik.
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan sekarang, pokoknya ikut aku!"
Tanganku ditariknya dengan kasar, membuatku terseret ke mana pun di pergi melangkah. Aku merasakan hawa keberadaan orang lain yang mengikuti kami, tapi kegelapan memudarkan semua itu. Meskipun berkali-kali aku menyuruhnya untuk menunggu, dia tidak mau mendengarkanku. Aku hanya bisa memasrahkan diri saja.
Cukup jauh berlari-lari, akhirnya langkahnya pun memelan dan mulai menggumamkan sesuatu. "Hmm, aneh."
"Apanya?"
"Seharusnya tidak ada tembok di sini."
"Jangan bilang kau tersesat."
Dia diam seribu bahasa. Kuberikan tatapan tajam padanya, dan dia langsung memalingkan pandangan.
"Haaa, setelah menyeretku ke mana-mana, sekarang terjebak di jalan buntu. Dasar, cuman orang bodoh yang bisa tersesat di zaman seperti ini."
"Apa maksudmu? Aku tidak tersesat! Aku hanya, aaa ...." Wajah merah padamnya sudah cukup banyak menjelaskan maksud sebenarya dari perkataan tersebut.
"Wiseman, tunjukkan jalan keluar!"
Ah, aku lupa.
"Aduh!" Tiba-tiba saja belakang tengkorakku ditepuk keras.
"Sudah kubilang Wiseman-mu sudah kuhancurkan, sampai kapan kau bergantung pada alat terkutuk itu?"
"AAHHH, ini semua salahmu! Kenapa kau harus menghancurkan Wiseman-ku?! Padahal kita bisa keluar dari sini dengan mudah kalau kau tidak menghancurkannya!"
Dia tersenyum miring, meskipun kuhardik dengan keras. Aku sedikit merinding jika dia merespon seperti itu. Tatapannya intens mengarah kepadaku, tapi setelah kuperhatikan lagi, dia tidak menatapku, melainkan sesuatu di belakangku.
"Jika Wiseman-mu tidak kuhancurkan, kau mungkin masih menjadi salah satu dari mereka."
Aku berpaling dan mendapati segerombolan orang dengan tatapan kosong yang berjalan seperti zombie.
"Apa yang terjadi pada mereka? Apa mereka zombie?" Tubuhku bergerak dengan sendirinya ke belakang.
"Jika aku mendefinisikan, mereka mungkin memang zombie. Meskipun mereka masih hidup, tubuh mereka sudah tidak dikendalikan oleh pikiran mereka sendiri."
Jadi, maksudnya Wiseman yang membuat mereka seperti itu? Sebenarnya apa yang terjadi di sini?
"Jika kita tertangkap oleh mereka, apa yang akan terjadi?" tanyaku memastikan karena tubuh kami sudah menempel di tembok di belakang.
"Entah, aku tidak pernah ditangkap mereka, jadi aku tidak tahu."
Sungguh jawaban yang sangat tidak membantu. Sangat berbeda saat aku bertanya pada Wiseman. Andai saja Wiseman-ku tidak dirusakkan, emmm, tapi kalau begitu aku akan ada di posisi orang-orang ini yah.
Cit cit
Cicitan pelan itu mengalihkan perhatianku. Seekor tikus berdiri dengan dua kaki belakangnya menatap kami.
"Ah, Arthur! Itu artinya ... hey kau, menunduk!"
Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba dia menjatuhkan badanku ke lantai. Ketika suara nyaring terdengar di belakang kami dan puing-puing beton berguguran, aku akhirnya mengerti. Jika aku tidak menunduk, mungkin aku akan senasib dengan beton itu.
"Kau berhasil mengamankannya, Karen? Sekarang saatnya kabur!"
"Siap kapten!"
Lagi, tanganku ditarik dan dengan pasrah tubuhku mengikuti langkahnya. Pria yang datang tiba-tiba dan bertingkah sok tinggi itu pasti bosnya.
"Hey, sebaiknya kau menjelaskan semuanya padaku sekarang atau tid–" Mulutku terhenti. Apa-apaan dunia kusam ini. Langitnya keabuan karena asap, jalanan retak di mana-mana, gedung-gedung berguguran dan ditumbuhi lumut. Inikah dunia nyata.
"Bicaranya nanti saja, pokoknya naik dulu ke dalam mobil!" perintah orang itu.
Seperti yang disuruhnya, aku pun menaiki kap belakang mobil pick up tua. Apa mobil ini benar-benar bisa jalan? Aku meragukannya. Para zombie dari pabrik itu masih berjalan mendekati kami, bahkan menurutku jumlah mereka lebih banyak daripada saat kami di pabrik tadi.
"Andre, cepat jalankan!"
"Aye kapten."
Eh? Mobil ini manual? Sudah berapa tahun lalu teknologi itu ditinggalkan?
Ckiiiitt
Ban mobil berdecit di jalanan beraspal. Gasnya yang tiba-tiba, membanting tubuhku ke belakang. Aku benar-benar mempertanyakan keselamatan kendaraan ini, apalagi pengemudinya jelas-jelas melanggar batas kecepatan.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan dunia ini? Kenapa mereka seperti itu? Kalian ini sebenarnya siapa?!"
"Haha, wajar saja kalau kau bingung, lima tahun terjebak dalam utopia palsu itu dan tiba-tiba ditunjukkan kenyataan padamu, semua orang saat pertama kali juga begitu.
"Jika dijelaskan secara singkat, kami adalah pasukan pembebas, dan yang kami lawan adalah, Wiseman. Namaku Dilon, biasanya yang lain memanggilku Kapten, si mungil yang lucu ini Arthur, lalu gadis di sampingmu adalah Karen, dan terakhir yang menyupir di depan adalah Andre. Selain kami yang di sini sebenarnya masih banyak orang di markas."
Sudah kuduga aku tidak salah dengar saat dia dipanggil Karen sebelumnya. Sangat berbeda dengan Karen yang kutau, tapi kebetulan sekali nama mereka sama.
"Apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanyanya judes. Aku mengabaikannya dan kembali pada masalah paling penting.
"Kenapa kalian melawan Wiseman? Bukannya Wiseman alat yang diciptakan untuk berguna bagi manusia?"
"Di situlah kau salah. Wiseman sebenarnya bukan alat untuk manusia, tapi untuk dunia. Mereka adalah kecerdasan buatan super untuk menentukan masa depan dunia ini."
"Lalu apa yang salah dengan itu?"
Dilon tersenyum.
"Yang salah adalah, Wiseman memutuskan bahwa manusia tidak dibutuhkan di masa depan dunia ini."
Aku terdiam. Entah bagaimana aku tahu bagaimana analisa itu datang dari Wiseman. Bukan hanya membawa kerusakan pada dunia, di zaman serba kecerdasan buatan ini, peran manusia perlahan menghilang.
"Jika itu hasil analisa mereka, lalu kenapa mereka tidak menghabisi manusia dan repot-repot membuat manusia bermimpi panjang?"
"Kau pernah dengar tiga hukum robot?"
"Wiseman, tiga hukum robot itu ap–aduh!" Lagi-lagi kepalaku dipukul dan aku sadar Wiseman-ku sudah dirusak. "Maaf, aku tidak tahu."
Dilon terpelongo melihatku sampai akhirnya tersadar dan melanjutkan penjelasannya.
"Aaah, tiga hukum robot yang pertama berbunyi seperti ini, 'Robot tidak boleh melukai manusia, atau berdiam diri membiarkan manusia celaka.' Oleh karena itu mereka tidak bisa membunuh kita dan menggunakan cara susah seperti mengendalikan pikiran dan membuat kita bermimpi.
"Tetapi Wiseman tidak bisa membuat manusia tertidur terus-terusan. Mereka harus selalu memastikan kalau tubuh kita cukup nutrisi dan otot kita tetap berkembang. Melakukan maintenance seperti itu Wiseman pun pasti kerepotan. Di situlah tahap kedua dari rencana besar mereka dimulai. Mereka sedang membangun perangkat yang bisa menyalin jiwa manusia menjadi data dan memasukkannya dalam pangkalan data raksasa, di mana di sana manusia bisa melihat dunia ideal mereka sendiri. Proyek Eden, begitulah sebutannya."
Sejujurnya, aku tidak paham dengan apa yang dia katakan. Yang kutangkap hanya, Wiseman ingin manusia musnah, tapi karena tidak bisa memusnahkannya, mereka melumpuhkan manusia dengan Proyek Eden itu. Setidaknya dari cerita itu aku bisa memastikan satu hal. Ini bukanlah mimpi, karena tanpa Wiseman mana mungkin aku bisa memimpikan hal serumit ini.
"Lalu kalian berniat membebaskan manusia dari Wiseman?"
"Yap, benar sekali."
"Lalu kenapa kalian hanya menyelamatkanku? Para zombie–maksudku orang-orang yang mengejar kita tadi pun jika dirusak Wiseman-nya harusnya mereka sadar kan?"
"Tidak semudah itu untuk menyadarkan satu orang." Kali ini Karen yang berbicara menjelaskan. "Untuk membebaskan pengaruh Wiseman, pertama-tama orang itu sendiri yang harus melepaskan diri dari kendali Wiseman, setelah itu baru kita bisa menyadarkannya dengan selamat. Jika Wiseman dihancurkan sebelum mereka mengambil kendali sendiri atas tubuhnya, pikiran mereka akan dalam kondisi kosong, dan perlu rehabilitasi khusus untuk menyadarkan pikirannya."
"Jadi, maksudmu aku melepaskan kendali Wiseman atas kehendakku sendiri?" Kurasa mustahil.
"Aku juga meragukannya, orang yang sangat ketergantungan pada Wiseman sepertimu bagaimana mungkin bisa melepaskan diri." Tatapan ragunya terasa menusuk sampai ke tulang belakangku.
"Hahaha! Kau benar-benar orang yang menarik ya." Dilon menyela seketika.
"Apanya?"
"Normalnya kami para pasukan pembebas terlepas dari kendali Wiseman karena kami menolak keberadaan Wiseman itu sendiri. Tapi kau yang terlalu ketergantungan pada Wiseman justru bisa melepaskan kendali Wiseman. Dengan kata lain kau sangat memanfaatkan Wiseman, bukannya dikendalikan, justru kau yang mengendalikan balik Wiseman-mu."
Otakku rasanya ingin terbakar mendengar penjelasannya.
"Wiseman, beri–aaawww!" Aku menatap tajam si pelaku di sampingku.
"Yaa, pokoknya begitulah kondisi yang terjadi saat ini. Karena kita kekurangan orang, kami akan sangat terbantu jika kau ikut bergabung." Dilon menyodorkan tangannya.
"Eh? Kapan aku bilang ingin bergabung dengan kalian?"
Ckiiit
Mobil mengerem mendadak, melemparkan tubuhku ke depan. Wajahku menabrak dada bidang Dilon yang kerasnya mungkin tidak kalah dengan badan mobil ini.
"Apa yang kau lakukan?!" protesku pada supir yang seenaknya itu.
"Kalau kau tidak ada niat untuk bergabung dengan kami, terpaksa kami harus menurunkanmu di sini. Aku memang bilang tujuan kami adalah membebaskan manusia dari Wiseman, tapi kami tidak punya waktu untuk mengurusi orang yang tidak berniat membantu. Kau bisa menunggu lebih lama dalam mimpimu hingga kami menghancurkan database Wiseman."
Tatapannya mengerikan. Memberikan pilihan dalam kondisi seperti ini bukannya sangat tidak adil. Dia seperti menyuruhku memilih untuk hidup atau mati. Tanpa ditanya pun padahal dia sudah tahu aku akan menjawab apa.
"AAAGHHH! Baiklah aku bergabung dengan kalian! Kau puas kan sekarang?!"
"Jawaban yang bagus, mulai sekarang kumohon kerja samanya ... namamu siapa yah?"
"Ah benar juga, aku belum sempat menanyakannya."
"Haaa, itu karena kita terlalu sibuk melarikan diri." Aku mengggaruk kasar rambutku. "Mau bagaimana lagi, perkenalkan namaku adalah ...."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro