Sebuah Keberanian
Lima belas tahun yang lalu, presiden Wiarn membuat sebuah kebijakan baru di mana strata sosial di kota Ilkais ini mengalami ketimpangan. Kebijakan baru itu untuk menyuntik masyarakat agar timbul kode batang di punggung tangan. Kode batang itu berisi nilai kualitas gen mereka.
Seorang gadis membuka sedikit sarung tangannya, melihat punggung tangannya yang mulus. Lalu ia beralih ke orang-orang di sekitarnya yang sedang menunjukkan punggung tangannya yang bergaris ke seorang petugas.
Setelah punggung tangan mereka dipindai, petugas itu memberikan sekarung atau beberapa karung Garkin--sejenis sorgum untuk orang miskin--ke orang yang mengantri itu. Pemberian itu berdasarkan nilai keistimewaan kode batang mereka.
Setelah mengetahui kalau kode batang gen mereka dipindai, gadis itu memilih kembali, tidak mengantri. Sebelumnya, ia tidak tahu kalau pembagian Garkin ini memerlukan kode batang.
***
Gadis itu meletakkan topi dan melepaskan jaket ke tiang berdiri di sudut rumahnya. Ia kemudian menghempaskan diri di sofa dan menyalakan televisi yang ternyata sedang menayangkan berita tentang orang-orang dengan kode batang istimewa. Orang-orang itu sukses di ibukota. Gadis itu hanya menatap berita itu dengan kosong. Ia tidak yakin dengan ucapan orang sukses itu. Jika demikian harusnya ayahnya pulang dan keluarganya tak akan semiskin ini. Namun, kenyataannya ayah gadis itu tidak pernah pulang, bahkan keberadaannya pun seperti lenyap dari bumi ini.
Gadis itu kemudian kembali melirik punggung tangannya, lalu mengelusnya perlahan.
Gadis itu tidak memiliki kode batang penentu hidup di tanah Pirrette ini. Padahal di tanah ini, kehidupannya akan sangat keras bagi orang-orang yang tidak beruntung sejak lahir. Orang-orang yang lahir dengan keberuntungan--bisa dilihat dengan kode batang mereka--akan hidup berkecukupan, sedangkan yang tidak, biasanya memilih untuk bunuh diri.
Gadis itu tidak bunuh diri karena ia sendiri tidak tahu bagaimana kode batangnya. Ia juga tidak ingin tahu atau memiliki kode batang itu. Ia memiliki suatu trauma terkait dengan pasukan yang suka sekali memindai kode batang orang.
Dulu sekali ketika ia masih bayi, saat penyuntikan ia dikira sudah tiada. Jadi, ia tidak sempat disuntik. Penyuntikan itu pun hanya terjadi sekali, tidak ada pengulangan, dan keturunan orang yang telah disuntik itu akan terus memiliki kode batang. Jadi, hanya Elle seorang yang tidak memiliki kode batang.
Sebuah ketidakberuntungan yang sedikit membuatnya bersyukur.
"Sejak kapan kau datang?" Seorang lelaki lebih muda dari gadis itu muncul dari kamar.
"Baru saja. Omong-omong Phael, bagaimana keadaan ibu?" Gadis itu menyuruh adiknya untuk duduk di sebelahnya.
"Memburuk. Aku tidak yakin, dia akan sanggup bertahan lebih lama lagi." Phael tidak memilih duduk. Ia memilih bersandar di dinding lusuh rumah mereka, menatap langit-langit rumah sebentar lalu beralih pada kakaknya. "Kau tidak berani ambil Garkin?"
Gadis itu mengangguk perlahan dengan pasrah. Ia merasa seperti tidak berguna lantaran terlalu takut dengan para pasukan.
"Yah, aku tahu. Kau masih takut dengan mereka. Mereka yang menarik paksa Ayah 10 tahun yang lalu. Presiden Wiarn memang seenaknya." Phael mengambil topi dan jaket yang digantungkan di tiang. "Aku pergi dulu, jaga Ibu."
Sang kakak memegang tangan adik lelakinya itu sebelum ia benar-benar menutup pintu. "Jangan khawatirkan aku, Elle. Kau bisa menjemputku kapan saja nanti. Namun, jangan lupa untuk membantu ibu makan siang terlebih dahulu."
Elle tidak ingin melepaskan tangan Phael. Namun, Phael melepaskannya perlahan dengan sedikit paksaan. Elle hanya mampu melihat kepergian adiknya di pintu yang sudah tertutup. Ia mulai menggigit jarinya sambil berjalan bolak-balik tidak tenang lalu memutuskan untuk membuatkan bubur cair ibunya. Ia memiliki firasat tidak enak.
Elle membangunkan ibunya yang terkulai di ranjang. Ia menyuapi ibunya perlahan karena ibunya tidak bisa mengunyah.
Ngiiiing
Sesuatu berdenging sangat keras. Mata ibunya yang semula terpejam sembari berusaha nenelan bubur cair tiba-tiba melotot. Mulut yang sulit terbuka karena stroke tiba-tiba terbuka lebar seolah berteriak dan dari hidung keluar cairan berwarna merah.
Elle yang tidak merasakan apa-apa menjadi bingung. Ia hanya mendengar dengingan sonar, tetapi ia tidak merasakan apapun. Dengingan sonar itu pun hanya berlangsung 30 detik. Namun, itu membuat ibunya yang dihuyung-huyungkannya tidak kunjung memberi respon.
Elle terjerembap setelah menempelkan telinganya di atas dada ibunya. Tidak ada degupan di sana.
Air mata kini sudah menuruni pipi Elle karena melihat langsung bagaimana ibunya yang tiba-tiba tiada. Ia kemudian teringat Phael, ia pun segera keluar dari kamar, mengambil sarung tangannya dan pergi ke luar rumah. Angin berembus keras di musim oranye ini, Elle tidak memedulikan angin yang lumayan dingin itu. Yang ia pikirkan adalah pergi ke alun-alun untuk bertemu dengan Phael. Jika ibunya yang memang diperkirakan akan tiada telah tiada, kini keluarganya hanya tersisa Phael.
Sepanjang perjalanan saat ia berlari, Elle menyadari satu hal. Orang-orang pingsan dengan napas teratur walaupun beberapa di antaranya mirip yang terjadi pada ibunya. Elle tidak takut kepada orang-orang yang tidur bergelimangan di jalan atau pun kebakaran yang sedang melanda toko-toko yang dilewatinya. Elle hanya takut kepada pasukan, dan rasa kehilangan keluarga yang dicintainya lagi. Terutama Phael, karena dia orang yang terus bersama Elle ketika ayahnya dibawa pergi dan ibunya yang mulai depresi dan penyakitan.
Di alun-alun yang seharusnya ramai dengan orang mengantri, kini bergelimangan orang yang sedang tergeletak. Mereka tidak mati seperti ibunya, mereka masih bernapas. Orang-orang yang bertahan sedang dikumpulkan oleh pasukan bersenjata, ditemani seorang wanita berjas putih.
Matahari masih bersinar di langit, tetapi ada rasa dingin yang menyengat tubuh ketika Elle menatap dokter wanita itu dan dokter wanita itu membalasnya.
Dokter itu tersenyum. "Kemarilah, nak. Siapa yang kau cari?"
Badan Elle bergetar, kawanan orang berseragam dengan alat tembak berbaris menjaga sekelompok orang. Elle teringat kejadian yang menimpa Ayahnya. Seolah ingin menangis, ia mulai mencari-cari Phael di gelimangan orang yang pingsan tanpa menggubris pertanyaan dokter wanita itu.
Dokter wanita itu, menghampiri Elle lalu menarik rambut pendeknya. "Aku tidak suka jika ada pasienku yang tidak patuh."
"Sekali lagi, siapa yang kau cari?" tanyanya dengan nada yang cukup meninggi. "Pha-phael." Elle sudah benar-benar takut, wajahnya sangat pucat.
Dokter itu melepaskan tarikannya dan membiarkan Elle ambruk.
"Siapa yang bernama Phael?" Dokter berjas putih itu bertanya merubah nadanya dengan anggun.
Di antara orang yang sedang berkumpul itu. Phael keluar dari barisan dan menatap Elle.
Elle yang melihatnya langsung memanggilnya seraya mulai menangis. Namun, ia tidak berani mendekat ia terlalu takut. Bayangan trauma masa lalu membayangi penglihatannya.
"Oh, kalian mirip! Kalian kakak beradik? Wah, kalau begitu kalian bisa menjadi subjek yang bagus! Terlebih kode batang istimewa kalian pasti tidak akan berbeda jauh!"
Orang-orang berseragam itu mengerti maksud dari ucapan wanita berjas itu. Beberapa di antaranya kemudian mulai menghampiri Elle. Phael mulai panik, ia tahu kalau kakaknya sangat takut pada pasukan bersenjata.
"Hentikan! Jangan bawa Elle!!" Phael berteriak hingga urat-urat nadinya terlihat. Ia berusaha mencegah pasukan itu mendekati Elle. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil, ia sudah dihalangi.
Sedangkan Elle hanya terus menangis ia ingin mendatangi Phael tetapi ia sendiri takut setengah mati.
Dokter wanita yang melihat itu berjalan mendekati Phael dengan senyuman yang terpatri di wajah.
"Memangnya apa yang sanggup kau berikan sebagai ganti aku tidak membawa kakakmu?"
Phael tercekat, dengan gemetar ia mulai berbicara. "Aku a-akan melakukan apa pun."
"Apa pun? Hanya itu yang sanggup kau berikan? Jika aku meminta dunia ini. Apa kau sanggup melaksanakannya dengan bakat yang terpendam di dalam genmu?" tanya dokter wanita itu dengan senyuman menantang.
"A-apakah kau berniat melawan presiden Wiarn?" Phael mencoba mengalihkan pembicaraan dan membuat takut dokter wanita ini.
"Hah? Presiden Wiarn? Si tua yang kerjanya menyuruh itu saja berada dalam kendaliku. Ha ha ha. Kau masih terlalu dini untuk mengerti kuasaku. Kau hanya perlu patuh dan bekerja layaknya pionku." Wanita itu kemudian tersenyum lagi. Senyuman yang benar-benar lebar seperti bibir sobek. "Jadi, apakah kau mau? Aku akan membuat kakakmu yang penakutan di sana itu, bebas dan hidup semaunya."
Phael melirik sebentar Elle yang terduduk di tanah sembari menangis.
"Aku tidak tahu nilai dari kode batangku dan kakakku. Hingga sampai menginginkan kami berdua. Aku hanya berharap kau menepati janjimu." Phael kemudian melangkah meninggalkan dokter wanita itu untuk masuk ke mobil box yang mengangkut orang-orang yang berhasil bertahan.
Dokter itu menatap punggung bocah berusia lima belas tahunan itu masuk ke dalam mobil dan pintunya ditutup. Lalu, menghampiri Elle yang menangis sesegukan dan terus berteriak tidak. Dokter wanita itu kemudian menarik sarung tangan kiri Elle untuk memeriksa kode batangnya di punggung tangan. Namun, Elle tidak punya, hal itu membuat dokter wanita itu tersenyum singkat.
"Banyak penakut menjadi pemberani karena mengetahui potensi diri. Kau belum mengetahui potensimu ... Kau benar-benar menyedihkan."
Dokter itu kemudian melangkah pergi meninggalkan Elle. Ia pergi dengan mobill udara bersama pengawalnya.
Kini, hanya tersisa Elle yang terus menangis dan orang-orang pingsan yang mulai sadar.
Fin~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro