Golden Seed
Saluran oksigen tersendat. Detak jantung mengalami aritmia. Darah mengucur saat bilah laser itu memotong jaringan dinding persalinan.
"Cepat, berikan dosis D-7 3000 cc!"
Mereka lekas memberikan injeksi D-7—sesuai dengan kode batang kelahiran Bio-Anima X-7. Namun, alih-alih berhasil menenangkan pendarahan dari kesalahan laser bedahnya, makhluk yang masih terbungkus wujud bayi manusia itu mengejang. Cipratan darah merebak begitu jari-jari Bio-Anima X-7 mencakar para bidannya. Ia mengerang kesakitan. Menendang ranjang besi dan menyepak apa pun di sekitarnya.
Auman pertama X-7 turut menggetarkan pilar-pilar logam. Tak pelak, tabung-tabung yang menjadi rahim para orok Bio-Anima lainnya pecah. Cairan nutrisi kehidupannya tumpah membanjiri pipa-pipa berongga oksigen yang seharusnya mengedarkan ke ruang persalinan isolasi tersebut. Lampu alarm merah menyala, tetapi sekejap mengalami korsleting saat tubuh salah satu bidan itu terbanting mengenainya.
"Tenang, Nak, tennhk—"
Salah satu bidan tertarik oleh cabikan X-7. Cakar lainnya menghunjam helm masker hingga robek menembus tengkorak. Bidan lainnya siaga mengunci tubuh X-7 dengan memberikan sengatan kejut listrik, tetapi mereka terempas pingsan. Sisanya terbebat oleh tentakel yang mulai bertumbuh dari tulang punggung X-7. Bidan itu tidak sempat meningkatkan injeksi D-7 ke D-7 a1. Mereka kehilangan kendali. Ini kali pertamanya mereka menghadapi Bio-Anima strata tujuh. Di mana eksperimen kali ini menggunakan sampel tujuh klasifikasi anima dalam satu tubuh sel janin manusia. Mereka tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan benih murah dan tentunya berkualitas natural dari dataran bawah Kota Desroat. Kalau perlu mereka akan membeli para perempuan miskin yang tak sanggup membayar kode batangan selaku identitas sah agar anak keturunan mereka berhak memiliki perlindungan hukum Desroat.
Sebab, Desroat mengalami degradasi benih natural.
X-7 meremukkan tubuh bidan itu satu per satu. Hendak menjilatnya, tetapi ia buang. Makhluk setinggi tiga meter itu beranjak dari ranjang. Kaki manusianya kian memanjang. Bentuk tulang punggungnya juga mulai tegap, kendati susunan tulangnya menjorok keluar belikat. Meski terseok-seok, perutnya mulai menjerit. Lantas, iris keemasan itu menyapu pandang sekilas. Insting alamiahnya selaku pertahanan hidup mulai bekerja. Orok di sekitar kakinya masih menggelepar gelagapan, ia comot dan kunyah habis. Tak lama regenerasi lukanya bekerja signifikan.
Sementara itu, di sisi bilik kaca kristal lain terdapat ruang di mana tabung-tabung bening berisikan Bio-Anima masih tumbuh belum sempurna. Nadinya berdenyut stabil. Gelembung oksigen masih mengedar nutrisi secara optimal. Keributan yang X-7 akibatkan belum sampai menginterupsi para Ahli Bio-Anima yang tampak terlalu fokus pada panel kaca berisi alogaritma perkembangan orok Bio-Anima dalam genggamannya. Sampai salah satu dari mereka memergoki dan berteriak.
X-7 yang belum mendapati pelatihan kecerdasan hanya bertindak melindungi diri. Ditambah panik menjangkiti diri. Mereka bahkan memanggil kelompok keamanan bersenjata. Suara desing melengking cepat. Seiring rentetan logam pipih menerjang setiap lapisan kaca. Celakanya, lapisan kulit X-7 telah mengalami resistensi serangan senjata api tingkat satu.
Seketika ruang persalinan Bio-Anima menjadi arena pertumpahan darah, sebelum semua orok Bio-Anima lainnya berhasil dilahirkan dengan sempurna. Dari sudut langit-langit kaca terlihat sosok tengah mengamati kejadian itu dan langsung menghilang. Meninggalkan X-7 yang masih mengamuk kebingungan. Selagi ia mengunyah semua orok Bio-Anima lainnya secepat mulutnya mampu melahap seberapa banyak, cepat atau lambat, naluri kanibalismenya tumbuh berkembang. Sel otaknya pun mulai bekerja mencerna apa yang ia lihat dan dengar.
Di saat kesunyian menelan aktivitas makan malam, dari arah balik punggung bertonjolannya terdengar tapak sepatu yang berjalan semakin kentara. X-7 yang menyadari eksistensinya menoleh. Hampir ia menyerang, tetapi sosok setinggi tidak lebih dari satu setengah meter menjulurkan tangannya yang membawa sebuah kunci perak.
"Kau akan bebas dari rasa kesakitanmu, bila kaumau membantuku."
X-7 melangkah menarik uluran tangan sosok remaja itu.
***
Jauh di lantai terbawah gedung pencakar yang sama, terlihat tatanan kursi busa melingkar berundak. Lampu sorot bertumpu pada satu titik pelataran tanah batu marmer terendah.
Setiap penghuni berbalut setelan formal, ketat, dan memiliki topeng layaknya atraksi badut pada masing-masing wajah. Mereka menggenggam sebuah unit tablet bening pada sisi tiap lengan kursi. Siap menekan angka sebanyak-banyaknya. Sedangkan, sang pembawa acara yang juga memakai penutup dari wajah burung hantu yang diawetkan berdiri di tribune dengan penampilan semarak. Pria itu berputar dengan rok tutu-nya mengembang, memperlihatkan betis berotot nan berbulu hitam lebat. Terus berputar hingga barang lelang—manusia bertubuh kuda—yang telah menyentuh seratus juta Ruqiah dibawa oleh salah satu kolektor borjuis bertopeng wajah singa asli. Lalu pembawa acara nyentrik itu berdeham, mengumpulkan seluruh atensi yang sempat carut-marut dari kekecewaan kalah memukul telak harga.
"Nyonya-nyonya dan Tuan-tuan, inilah yang kita tunggu-tunggu!" Lampu sorot itu berkeliling dari dudukan melingkar hingga kembali ke pelataran tanah berbatuan, seraya membuat napas para undangan tertahan. "Pada penutup acara lelang Mother of Bio-Anima Seeds, kami selaku Asosiasi Gem Seeds menghadirkan barang yang lebih spektakuler sebagai memeriahkan hari ulang tahun Desroat ke-79 Tahun Dest!"
Para kaum kapitalis itu bersorak kegirangan. Aroma pekat arak bercampur anyir keringat dari animo penduduk bangsawan kota menguar kuat menyelimuti atmosfer gedung aula yang didominasi tulang titanium gading gajah. Ini adalah tahun ke tujuh puluh sembilan. Tahun emas di mana setiap setahun sekali, Kota Megapolitan Desroat menyelenggarakan pelelangan benih manusia super.
"KELUARKAN BARANGNYA SEKARANG!"
Sorotan lampu podium mulai saling mengejar. Gegap gempita terus berjatuhan seiring rengkahan tanah pelataran dasar berderak. Dua jalinan rantai berdencing menarik keluar sang primadona, tak lama pintu yang terselimuti pasir tersibak kencang.
Sekejap gedung pelelangan menjadi semakin riuh ketika sebuah kotak besar yang ditutupi oleh beledu merah darah terangkat perlahan. Seiring pilar penopang bungkusan kotak besar itu menjulang, kain beledu turut tersingkap dramatis.
"SAMBUTLAH GOLDEN SEEDS! Benih manusia terlangka yang telah memiliki kode batangan kelahiran satu juta tahun lalu!!!!!"
Mata tamu undangan terbeliak nyalang, seolah tanpa kedip mereka menantikan barang apa yang akan menjadi penutup lelang tahunan di pusat Kota Desroat kali ini. Menampilkan seonggok makhluk tak kurang dari satu genggam tangan manusia dewasa. Akan tetapi, denyaran yang menyilaukan itu mampu membuat undangan berdecak kagum.
"Holy shit! Makhluk itu harus jadi milikku!"
"Si-sial, uangku habis di penawaran awal!"
Semua pasang mata bergetar. Raut wajah memerah tegang. Punggung mereka menegap dan jari-jarinya menuai tremor seraya tablet bening itu dalam kondisi siaga terisikan nominal yang menentukan siapa si pemilik barang penutup lelang itu.
Sang pembawa acara mulai mengangkat tangan tinggi-tinggi.
"Yak! Penawaran dimulai da—!"
Jari telunjuk dengan rasa percaya diri tinggi, terangkat. Seorang pria bertopeng monyet dan berbalut jas kelabu menyerukan, "TIGA TIGA!" Setelah memasukkan nominal yang ia hendaki ke dalam unit tablet—tanpa menunggu sang pembawa acara mengutarakan nominal awal—orang gemuk itu lebih dahulu mencuri garis awal.
Kontan, teriakan sumpah serapah menghujani aula remang-remang itu.
Selanjutnya, pembawa acara kemayu menyambut seruan salah satu peserta paruh baya itu. "Luar biasa! Bahkan ada yang sudah memukul tiga ratus tiga juta Ruqiah! Ada yang berani lebih tinggi lagi?" Kembali membuka peluang pada peserta lelang lain.
Hening sejenak, tetapi pasokan oksigen seolah direnggut paksa sampai-sampai ketegangan membuat makhluk mungil yang ada di dalam sangkar itu bergerak-gerak menabrak teralis kaca.
"LIMA DUA!!" Tiba-tiba, seorang wanita betopeng jaguar dengan banyak bercak kecokelatan di sekitar batang hidung menyebar hingga dahi, menyentakkan dua angka.
"WOW! LIMA DUA!!! LIMA RATUS DUA PULUH JUTA RUQIAH!!! ADA YANG INGIN MENAIKKAN LAGI!??"
Sorak-sorai kian tumpang tindih menyelimuti seluruh atmosfer Gedung Aula Asosiasi Gem Seeds. Cucuran peluh dan wewangian ekstrak feromon Bio-Anima klasifikasi 0-Z (ambang kepunahan) terlebur bersama antusiasme ingar bingar lelang. Mereka saling terhubung dengan kolega melalui perangkat elektronik nirkabel. Beresah-resah. Intip sana-sini. Curi-mencuri gagasan angka. Namun, kembali bimbang bilamana keliru mengambil keputusan nominal. Bolak-balik mengulik kabar aktual di pasar benih makhluk hidup di dunia maya. Banding-membandingkan harga. Takut kecolongan.
"Siapa lagi? Masa, tidak ada yang berani lebih tinggi?" Sang pria bergaun tutu makin menggoda kejiwaan peserta sembari sesekali menggoyang-nggoyangkan palu keputusan. Menikmati setiap gerak-gerik peserta yang kian gelisah. Ada yang meremas kepala karena frustasi, tak memperoleh suntikan dana. Pula membanting tablet yang telah berisikan nominal di bawah pesaing hingga menimbulkan tendensi semakin tegang. Kemelut emosi terpancar jelas pada masing-masing air muka peserta
"Ayo, saya hitung!" putus sang pembawa acara membangkitkan gelora amarah.
"Hei! Tunggu sebentar!"
"Jangan tutup dulu!"
Bibir sang pembawa acara nyentrik itu tersenyum mencong. "Lima ...."
"Tunggu!!!"
"Empat ...."
"Hei, KAU!!!" tunjuk salah seorang peserta dengan raut wajah memerah padam. "KEPARAT!"
Seringai sang pembawa acara justru semakin tajam tercetak. "Tiga ...."
Sebagian peserta memekik-mekik tiada henti. Saling menjatuhkan etika kesopanan dengan mengucap cela nama-nama hewan. Terjang-terjangan argumentasi. Dan sisanya menyerah, meninggalkan balai lelang—bertangan kosong.
"Dua!"
Sementara, wanita bertopeng jaguar pencetus nominal Lima Dua tersebut memilih bungkam. Ditambah posisi duduknya di pojok. Jauh dari celoteh saling himpit-menghimpit dari peserta lain. Jemari berkuteks merah menyalanya menggenggam kemayu kaki gelas anggur, ia sesap perlahan cairan merah menggelap itu. Di balik topeng jaguar, seulas senyum asimetris senantiasa terpoles pada bibir bergincu buah persiknya. Menikmati sisa pertunjukkan adu urat syaraf di depan. Dirinya merasa telah mencetuskan angka sangat tinggi hingga tidak ada yang mampu melampauinya.
Namun, di saat teguk berikutnya, tiba-tiba seorang pria bak petinju jalanan yang bertopi fedora menghampiri tribune. Mengulurkan secarik kertas pada pembawa acara, alih-alih menggunakan gawai canggih. Pria banci itu mengangguk lalu membaca saksama torehan tinta di permukaan kertas itu. Ringisan kembali terlukis sangat lebar hingga kelopak matanya terbelalak.
Tak lama, ketuk palu bergema mantap, menginterupsi pergulatan peserta lelang.
"SATU! TUTUP!"
Seketika, kesunyian mulai membekukan atmosfer sekitar.
"APA-APAAN INI??"
"Siapa yang memilikinya!?"
"Bagaimana mungkin!"
"Bajingan!"
"Hei, Moderator! Siapa yang berhasil membawa pulang Benih Super itu?"
Protes mulai bersahut-sahutan sekaligus penasaran nominal berapa dan siapa yang akan menjemput primadona—yang sejak tadi diperebutkan dalam lelang.
"LELANG MOTHER OF BIO-ANIMA SEEDS KALI INI DITUTUP OLEH SESEORANG YANG TELAH BERANI MENAWARKAN TIGA MILIAR RUQIAH PADA GOLDEN SEEDS KAMI!!!" pungkas lantang sang pembawa acara. Urat-urat di pelipis turut bertonjolan mewarnai lengkingnya.
"Lalu siapa yang membawa pulang GOLDEN SEEDS ini?"
"Orang gila mana yang berani mengeluarkan tiga miliar hanya untuk benda sebesar ibu jariku itu! Sinting!!!"
Di saat terka-menerka membubung untuk menuntut kejelasan, bibir sang pembawa acara hanya tersimpul senyum kecut. Sengaja tak menyebutkan spesifik siapa dan kedudukan apa yang dimiliki si penawar tertinggi itu. Setelahnya, sang pembawa acara turun dari tribune. Mengambil lipatan saputangan dari dalam saku jas. Lalu menyeka keringat yang membasahi seluruh wajah hingga tengkuknya.
Berakhir menyisakan gurat kekecewaan yang mulai melingkupi tiap peserta.
Wanita bertopeng jaguar tersebut masih memelotot tidak terima. Tangannya mengepal kuat di balik taplak meja. Kendati demikian, ia menahan gusar untuk tidak menghancurkan benda pecah-belah di atas meja bundar. Ia sambar tas tangan berbulunya dan lekas beranjak keluar balai lelang. Napasnya tersembur kencang dengan entakkan kuat dari sol sepatu berhak tingginya.
Namun, tak sampai di situ, terjadi ledakan masif dari ujung atas sana. Satu teriakan membuncah, mengguncang ketengangan balai lelang temaram itu. Dari ujung sana terdapat seonggok makhluk monster ramping dengan kedua sayap layaknya kelelawar. Paruhnya mencapit dan mencabik apa pun yang ada di depan.
Kepanikan merebak, satu demi satu bangunan berundak melingkar itu hancur. Langkah para undangan morat-marit mencari perlindungan. Lampu sorot ringsek menindih tubuh pembawa acara. Pihak keamanan siaga dengan senapan laras laser mereka. Tak lama kesatuan garda berderap membekuk keributan teror dalam aula.
Sayangnya, mereka berhadapan dengan sewujud makhluk purba—Pterodactylus. Senjata laser mereka tidak mampu membuat X-7 terluka serius. Memiliki regenerasi secepat satu embusan napas. Kulitnya pun semakin keras nan kokoh.
Remaja yang menunggangi reptil raksasa itu membiarkan sibuk mengunyah dan mengoyak mereka. Selagi kesempatan ada, lelaki bertudung hitam itu sesegera mungkin berlari menuju sangkar yang ada di tengah aula lelang. Ia pun membuka gembok sangkar dengan kunci peraknya, dan mengambil Golden Seed itu.
"Ibu, kau akan hidup kembali ...."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro