Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Setahun

"Semoga cepat menyusul, ya!"

"Um ... Terima kasih," ucapku saat kujabat tangan temanku yang sedang berbahagia saat ini. Yap, hari ini hari bahagianya. Lepas sudah masa lajangnya dan kini dia punya teman berbagi sendiri. Aku ikut bahagia? Tentu! Orang jahat macam apa yang sedih melihat temannya bahagia? Kalau ada, kurasa ia harus sesegera mungkin mencuci pikirannya yang kotor itu.

Aku suka tata ruang acara ini, manis tapi sakral. Lihatlah semuanya disusun apik di ruang yang didominasi warna putih ini. Bunga-bunga yang hampir memenuhi ruangan gedung dan alunan musik romantis yang--oke, ini indah tetapi pertanyaan yang dilontarkan di sini sungguh memilukan hatiku. Bukan ya tkdam mensyukuri, tapi ... paling tidak jangan rusak mood bahagia ini dengan pertanyaan itu.

"Tenang, nanti undangan tetap kusebar ke kalian kok."

*****

Orang bilang aku punya selera tinggi, terlalu sibuk bekerja dan pemilih dalam memilih pasangan. Mereka bilang, "Kenapa capek-capek jadi wanita karir? Toh kamu perempuan kan?"

Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Ada banyak hal yang sudah kurencanakan sebelumnya termasuk mendaftar seleksi menjadi relawan. Belum tahu pasti apakah aku akan diterima atau tidak. Namun yang terpenting adalah mendaftar saja terlebih dahulu.

Kuisikan semua form pendaftaran beserta persyaratannya. Setelah semuanya rampung, segera kukirim form tersebut. Setelahnya kembali kulanjutkan pekerjaanku. Tumpukan dokumen dimeja sukses menarik perhatianku kembali. Kuhela napas panjang Dan kembali kuadu hari Dan keyboard agar segera selesai tugas hari ini.

*****

Jenuh. Ialah hal pertama yang kudapati selama ini. Nampaknya pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang kau inginkan terasa sangat berar. Meski pada kenyataannya semua tugasku beres-beres saja dan hasilnya baik.

Tinung!

Suara notifikasi email masuk dari ponselku. Sesegeranya kubuka email tersebut dan senyum sumringah tercipta di bibirku. Aku lulus menjadi relawan mengajar di daerah pedalaman yang kuinginkan. Aku lulus!

"Yeahaaa!"

"Liana, berisik!"

"Eh maafkan aku, maaf aduh kelepasan."

Ibu harus tahu ini. Ah sepulangnya aku dari kantor nanti akan langsung kuberitahu saja.

****

"Apa? Pedalaman?"

"Iya, Bu."

"Kau gila ya, Liana?!"

"Tidak, Bu. Dengar, aku bisa jelaskan semua ini!"

Reaksi Ibu diluar perkiraanku. Beliau justru marah besar saat tahu aku lolos mengikuti kegiatan tersebut. Ah, ini menyebalkan!

"Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu? Resign?"

"Iya."

"Liana! Dengar, kau sudah punya pekerjaan tetap lalu kenapa repot-repot ikut kegiatan seperti itu? Lagipula itu berbahaya dan mau sampai kapan kau hidup sendiri hah?"

"Maksud Ibu?"

"Tadi Lana ke sini dan membicarakan soal rencana ia akan melamarmu minggu depan."

"Apa? Lalu Ibu terima?!"

"Tentu. Lagipula ayahmu sudah setuju."

"Engga, aku ga mau. Aku harus membicarakan ini dengan Lana sesegera mungkin."

"Tetap saja Ibu tidak akan memberimu izin mengikuti kegiatan itu."

"Tapi, Bu!"

"Tidak."

Ibu berdiri dan berjalan menjauh. Sempat kukejar dan kutahan tetapi tetap saja tidak bisa. Ibu benar-benar tidak setuju.

****

"Lana, aku menghargai sikapmu. Aku menghargai dan salut padamu bahwa tidak semua orang memiliki niat dan keberanian sepertimu. Tapi maaf, aku tidak bisa. Karena suatu hal ...."

Lana menaikkan sebelah alisnya, "Kau sudah menyukai orang lain? Atau kau tidak suka laki-laki lagi?"

"What?! Engga lah! Gila aja ga doyan laki-laki lagi!" pekikku spontan yang membuat Lana tertawa sekilas.

"Lalu apa alasannya?"

"Um... Tunggu sebentar," ucapku sembari membuka tas dan mengambil sebuah berkas. Kemudian kusodorkan pada Lana. Kubiarkan ia memahami isi berkas tersebut. Kulihat ia kembarannya dengan teliti.

"Jadi kau berniat ikut kegiatan ini?"

"Sejak dulu."

"Oke, aku bisa memahaminya. Berarti setahun saja bukan?"

"Iya, satu tahun masa bakti."

"Well, tidak masalah. Aku hanya perlu menunggu satu tahun lagi kalau begitu. Jadi," ia meletakkan berkas itu di atas meja,"lanjutkan saja. Lagipula kau bisa menjawabnya nanti saat kegiatan itu selesai."

"Waw, serius?" balasku tercengang.

"Apa harus kutarik kata-kataku lagi?"

"Jangan! Oke, terima kasih! Sampai jumpa setahun lagi!"

"Mana mungkin aku bisa menghalangi niat baik seperti itu. Lagipula, kau sudah resign kan? Kupikir itu cukup serius. Sulit meninggalkan zona nyamannya untuk hal seperti itu. Dan ... Kujamin tidak semua orang juga memiliki keberanian sepertimu. Aku salut."

"Eh, tunggu ... Bukan berarti setelah ini aku akan menerimamu loh."

"Bukan masalah. Aku bisa mencobanya lagi."

"...Baiklah aku pulang."

******

"TIDAK!"

"Ibu, aku mohon. Setahun saja."

"TIDAK!"

"Ibu," pintaku sembari memeluk kaki Ibu,"Hari ini aku meminta restu Ibu untuk memenuhi panggilan jiwaku Bu. Mungkin ini tidak ada artinya bagi Ibu. Tetapi, ini hal yang kuidamkan sejak lama. Bu, jika yang Ibu khawatirkan adalah aku, aku sangat senang mengetahuinya. Kumohon but, beri aku kepercayaan untuk hal ini."

"...berdiri."

"Bagaimana bu?"

"...berdiri."

Kulakukan apa yang Ibu inginkan. Berdiri dan menatap Ibu. Namun setelahnya Ibu justru beranjak menjauh. Yang hanya bisa kulakukan hanya menyeka air mataku dan kembali ke Lamar untuk packing. Karena besok, aku sudah harus berangkat untuk training.

Packing terasa kosong. Aku punya firasat semuanya akan baik-baik saja. Makanya aku memberanikan diri untuk packing. Entahlah, Ibu masih belum menerima.

Lebih baik aku tidur saja sekarang.

*****

Tengah malam, sebuah ketukan pintu mengagetkanku.

"Sebentar," ucapku sembari jalan sempoyongan menuju pintu lalu membukanya. "Ibu?" Ibu langsung memelukku erat. "Eh?"

Samar-samar kudengar isakan Ibu sembari berkata,"Tidak apa. Ibu izinkan."

"Yang benar?"

"Sungguh."

"Ibu, terima kasih!"

***

Dan malam itu menjadi malam yang tidak akan pernah kulupakan. Bahkan saat pesawat yang kunaiki ini lepas landas. Aku selalu percaya niat baik akan selalu bisa terlewati. Seperti hari ini dengan kelegaan hati yang kuat, aku sudah meyakinkan diri untuk pergi memilih jalan yang kupilih. Tentunya hal ini akan menjadi tanggung jawabku. Menjadi dewasa bukan pilihan, tetapi suatu kenyataan yang harus dihadapi.

Setahun lagi aku akan kembali dengan kisah baruku!

Ah, dan jawaban untuk Lana tentunya.

Tapi yang terpenting ...Aku mampu menginspirasi muridku di sana!


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro