Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Thank You

"Jadwal minggu ini kamu shift malam di Dafodil ya"

Aku hanya menggaruk pipi mendengarnya. Akhirnya setelah sebulan bekerja menjadi perawat di Rumah Sakit Pusat ini, aku mendapatkan kerja shift malam ruang inap pertamaku yang sejujurnya cukup membuatku gugup.

Bagaimana tidak gugup. Ini adalah shift malam ruang inap pertamaku di rumah sakit ini, tidak, ini adalah pengalaman pertamaku sebagai perawat. Belum karena cerita-cerita yang selama ini kudengar waktu zaman kuliah dan magang yang selalu ada cerita menarik cenderung mistik yang terjadi ketika shift malam.

"Dafodil ya. Lantai berapa kah?" Tanyaku memastikan.

"Hmm...sebentar. Kau dilantai empat bersama Kinana, Alan, dan Farabi" kata Kak Tiwi, kepala rawat kami.

Itu membuatku tambah gugup, secara lantai empat gedung Dafodil itu cukup sepi dan butuh turun beberapa lantai jika membutuhkan sesuatu. Tapi pekerjaan tetaplah pekerjaan. Sebagai perawat yang profesional aku tidak boleh menuntut banyak hal remeh seperti ingin di lantai satu atau sebagainya.

"Ini daftar pasien di lantai empat, ada satu pasien baru yang masuk tadi siang. Pastikan semuanya baik-baik saja"

Kami berempat mengangguk.

====

Shift malam ternyata sama seperti yang diceritakan senior-senior. Sepi dan sedikit gabut. Tak ada kegiatan yang begitu berarti. Paling hanya sesekali keluarga pasien datang meminta infus baru, atau infus pasien tersumbat. Ada jadwal visite dokter di hari pertama ini dikarenakan pasien baru masuk.

Pasien baru itu datang karena habis kecelakaan motor. Dia seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun. Menurut keterangan keluarganya ia kecelakaan motor karena menghindari mobil dan berakhir masuk selokan. Saat masuk kondisinya cukup buruk dengan tangannya patah dan mengalami gegar otak ringan akibat terbentur. Dari hasil visite dokter malam ini, pasien sepertinya sering mengulang-ulang pertanyaan seperti kaset rusak.

Sepertinya besok pasien perlu di CT scan.

Shift malam kedua pasien mulai bisa diajak bicara dengan benar. Dari hasil CT scannya, sepertinya tak ada kerusakan pada otaknya, semuanya normal-normal saja. Menurut dokter dia hanya mengalami trauma akibat terbentur.

"Pagi, Sena. Bagaimana keadaanmu?"

Aku mengunjungi kamar pasien baru itu untuk mengecek tekanan darahnya malam ini. Kalau diperhatikan dia pemuda yang cukup manis meskipun tangan kanannya sekarang harus di bebat karena patah.

"Oh...Suster Natha. Selamat malam. Kurasa lebih baik" katanya kalem. Dia sendirian di ruangan ini. Memang di ruangan yang diisi dua pasien itu baru dirinya yang masuk. Tapi dia sendirian tanpa keluarga malam ini.

"Mana ibumu, Sena?" tanyaku.

"Istirahat. Adikku dalam perjalanan menggantikannya" katanya dengan senyum yang sejujurnya menurutku cukup manis.

Sial... apa sih yang kupikirkan, dia lebih muda dariku hus.

"Aku cek tensimu ya" kataku mencoba mengusir pikiran barusan dengan kembali fokus bekerja. Hmm... sepertinya tekanan darahnya cukup normal.

"Bagaimana dengan kepalamu hari ini? Masih pusing?" tanyaku.

Sena tampak berpikir sejenak.

"Sedikit nyut nyutan Suster" akunya tampak menyipit.

"Oh baiklah, seperti masih perlu istirahat ya" gumamku meletakkan obat hari ini.

Aku melihat sekitar ruangan. Ini ruangan paling ujung, dan pasien ini sendirian. Kurasa tak apa aku sedikit lama disini sampai adiknya datang.

Dan akhirnya kami berbicara cukup panjang. Sena orang yang cukup menyenangkan sebagai lawan bicara. Rupanya dia seorang mahasiswa kedokteran yang baru saja menamatkan S1 nya. Tanpa sadar waktupun berlalu sampai perawat lain datang menyeretku keluar karena dianggap mengganggu pasien.

===

"Hoaam..."

Tanpa sadar sudah seminggu saja aku berada di shift malam. Sekarang jam satu pagi dan aku mulai mengantuk. Yang lain sudah tidur duluan. Kali ini giliranku yang berjaga selama dua jam sebelum nanti digantikan oleh temanku.

Saking bosannya daritadi aku hanya menggeser layar ponsel pintarku. Melihat status Facebook teman-temanku, atau sesekali menonton Youtube secara random karena aku tak begitu memiliki kesukaan khusus.

Di tengah kegiatanku aku seperti mendengar langkah kaki dari arah lorong dalam. Aku reflek menoleh. Tampak seorang laki-laki dengan pakaian pasien mendekat ke arah meja perawat.

"Selamat malam Suster Natha"

Oh rupanya Sena yang menghampiri mejaku. Kondisinya memang sudah semakin membaik sekarang. Tadi sore dokter sudah memberi keputusan kalau ia sudah bisa diizinkan pulang besok pagi.

"Meskipun kondisimu sudah baik, tapi kenapa kamu jalan-jalan keluar? apa kamu butuh sesuatu?" tanyaku heran.

Pemuda itu menggeleng seraya tersenyum manis.

"Tidak ada sih. Aku hanya ingin bilang terima kasih selama ini, Suster Natha" katanya dengan suara riang.

"Hum? Terima kasih untuk apa?" tanyaku heran.

"Yaa... terima kasih sudah merawatku selama seminggu ini. Oh juga perawat lain. Mereka tak ada kah?" Tanyanya melengok ke ruang dalam.

"Mereka tidur, jadi sekarang giliranku yang jaga"

"Soal itu sih memang sudah jadi tugasku" kataku bangga.

Sena hanya tertawa kecil.

"Ini jadi pertemuan terakhir kita, Suster" katanya kemudian.

Ah kalau dipikir-pikir iya juga. Ia sudah boleh pulang besok pagi, berarti tak ada lagi cerita-cerita diantara mereka selagi menunggu keluarga datang. Sedikit disayangkan juga.

"Iya juga. Tapi bagus dong. Kau sudah sehat. Lain kali kau hati-hati bawa motor supaya tidak disini lagi" kekehku.

Dia hanya senyum

"Baik" katanya tiba-tiba saja menggenggam tanganku.

"Eh?"

"Suster..." katanya tiba-tiba saja nada suaranya menjadi sedikit rendah.

Lah kok tiba-tiba begini? Tindakan tiba-tiba ini cukup membuat pipiku terasa panas. Pemuda ini mau apa?

"Y-ya?" tanyaku agak canggung

"Umm..."

Aku memiringkan kepalaku, menunggu jawaban. Tampaknya Sena hendak ingin mengatakan sesuatu yang penting.

"Sekali lagi terima kasih untuk semuanya, Suster Natha" katanya pada akhirnya hanya melepaskan pegangan tangannya dariku sembari sekali lagi memasang senyum tipis.

"Oh...ya sama-sama"

Kirain dia ingin mengatakan apa. Hanya itu saja kah? Kenapa aku merasa ia masih ingin mengatakan sesuatu namun ia tidak mengatakannya?

"Kalau begitu saya balik ke kamar dulu ya, Suster" katanya lalu membalikkan badannya.

"Hum... oke, hati-hati Sena" kataku.

Dia kembali menoleh kepadaku hanya mengangguk. Lalu pergi.

Dasar ada-ada saja anak muda zaman sekarang. Bikin kaget saja.

"Natha"

"Ah" aku reflek menoleh. Oh rupanya Alan sudah bangun.

"Sudah giliranku ya?" kataku menguap.

"..."

"Alan?" tanyaku heran. Kenapa dia tak menjawab dan menatapku dengan aneh begitu.

"Oh" Alan reflek menggeleng kembali menatapku.

"Barusan kau bicara dengan siapa?" tanya masih menatapku dengan raut wajah lain.

Aku menggaruk pipiku heran.

"Aku hanya bicara dengan Sena. Pasien di kamar 5. Dia hanya ingin bilang terima kasih karena besok dia pulang" kataku

Alan tampak berpikir cukup lama mendengar penjelasanku. Terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu yang salah.

"...Yakin? Aku daritadi melihatmu bicara sendiri" katanya ragu-ragu.

"Eh?"

Aku terdiam mendengar apa yang barusan dikatakan Alan. Masa aku hanya bicara sendiri? Jelas-jelas tadi...

Sebentar. Rasanya kalau diperhatikan lagi saat Sena menggenggam tanganku, rasanya begitu dingin, dan juga...

Drap drap drap

Aku dan Alan dikagetkan dengan suara langkah kaki yang terburu-buru mendekat. Terlihat seorang remaja tujuh belas tahun tampak berkeringat dingin menghampiri meja kami. Ekspresinya tampak begitu panik. Aku kenal anak ini, dia adiknya Sena

"SUSTER. KAKAK SAYA... KAKAK SAYA GA NAFAS SUSTER –"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro