Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Outside the Aelmere

 Desa Aelmere adalah sebuah desa dengan hanya satu peraturan, yaitu tidak boleh keluar dari benteng raksasa yang mengelilingi desanya, tak ada gerbang yang bisa digunakan untuk keluar. Meski begitu, tidak ada warga yang keberatan akan peraturan tersebut. Di desa itu segala yang kau butuhkan sudah ada, semua warga hidup dengan tentram dan damai.

Gio adalah seorang remaja laki-laki yang urakan dan selalu jadi biang kerok. Suatu hari, dengan rasa keingintahuannya yang tinggi, ia keluar dari rumahnya, memanjat benteng tinggi nan kokoh tersebut. Matanya menjelajah sekitar, menjamah dunia luar yang selama lima belas tahun hidupnya tak pernah ia sapa.

Hanya ada padang rumput yang membentang luas, tiada satu pohon pun, tak ada yang benar-benar menarik perhatian atau aneh. Ia tak pulang, hanya terus berjalan dan berjalan hingga menemukan apa yang ia inginkan, yaitu alasan mengapa warga di desa tidak boleh ada yang keluar dan kenapa semua warga patuh pada peraturan itu. Apa hal terburuk yang akan terjadi?

Bukannya semakin temaram, langit di atasnya malah makin menyilaukan. Hanya padang rumput tanpa ujung. Namun, kali ini ia mendengar gemeresik di antara semak-semak. Bukannya merasakan ada bahaya mengancam, dirinya justru senang, akhirnya ada sesuatu yang menarik untuk dicari tahu. Tanpa pikir panjang lagi, ia mendekat.

Semakin dekat, semakin jelas suara itu di indra pendengarannya, semakin terpompa pula adrenalinnya. Didapatinya sepasang mata yang menyala. Bukan masalah besar, mungkin hanya seekor kucing, pikirnya.

Merasa tempat bersembunyinya terusik oleh keberadaan manusia, hewan itu melompat dari semak-semak. Matanya berwarna kelabu menyala, pupilnya yang berbentuk seperti belah ketupat berwarna merah pekat, telinganya amat lebar, bentuknya serupa kucing hutan, kedua lubang hidungnya amat kentara jika dilihat dari sisi depan, bulu putih menyelimuti area sekitar mulut dan dagunya sehingga kelihatan seperti janggut, makhluk itu setinggi rusa, kakinya yang mirip rusa pun hanya dua, bintik putih memenuhi tubuhnya yang berbulu cokelat, yang lebih aneh, ekornya berbulu lebat, tetapi bentuknya mirip ekor ikan.

Itu adalah snakhagr. Hewan yang selama ini ia kira hanya ada dalam cerita rakyat desa setempat, penuh takhayul yang siapa pun tak akan tahu jika makhluk itu benar-benar nyata.

Gio jelas kaget, kakinya berjalan mundur. Namun, sebuah batu kecil seakan menghalanginya hingga tersandung. Tubuhnya terjungkal ke belakang, alih-alih menghantam tanah, badannya justru jatuh ke dalam sebuah jurang yang gelap tanpa pencahayaan. Ketika akhirnya lelaki itu merasakan tubuhnya menghantam sesuatu. Saat membuka mata, sinar mentari yang menyilaukan kembali menyambutnya. Memberanikan diri untuk bangun, ia kembali berada di sebuah padang rumput, dikelilingi dua semak perdu sekaligus. Gio melongok, dua ekor snakhagr kembali melompat, membuatnya jatuh kembali dalam jurang. Siklus yang sama terus terjadi, dengan jumlah semak-semak dan snakhagr yang terus berlipat ganda.

***

Menjelang malam, orang tua Gio mulai panik mencari anaknya, seluruh penjuru desa telah mereka susuri, bahkan warga-warga yang mengetahui juga ikut mencarinya. Karena telah buntu, akhirnya mereka menyambangi rumah sang kepala desa.

Sepasang suami-istri itu duduk di kursi kayu di ruang tamu sang Kepala Desa. Sang wanita berderai air mata, suaminya memasang wajah cemas. Meski sering membuat onar, Gio tetaplah anak mereka, dan mereka amat sangat menyayanginya.

"Tunggulah matahari terbit, jika anak kalian tak kunjung kembali, maka sudah menjadi tanggung jawabku untuk mencari." Sang Kepala Desa menatap takzim. Ucapan itu tak cukup untuk mencerahkan pikiran kedua orang tua Gio.

Sang ibu yang telah sangat sedih berkata, "Tak bisakah mencari sekarang? Bukankah esok pagi itu waktu yang terlalu lama?"

"Jika ia masih ada di area dalam desa, ia akan pulang sendiri tak sampai sehari, jika ia keluar dari desa, maka aku butuh waktu untuk mencari keberadaannya," jawab Kepala Desa masih dalam intonasi tenang.

***

Kabar hilangnya lelaki itu diumumkan ke seluruh desa. Dalam kurun waktu semalam, Gio tak kunjung kembali.

Kepala Desa menyimpulkan, hanya ada satu kemungkinan, anak mereka telah pergi ke luar desa. Karena tak mungkin menunggu Gio terlahir kembali dalam raga yang berbeda, seorang diri Kepala Desa keluar mencari anak itu, meski ada risiko besar yang harus ia tanggung jika gagal, yaitu kembali terjebak dalam siklus halusinasi hingga dijemput ajal.

Ia pernah ada dalam posisi itu, dulu sekali saat ia masih seorang remaja labil, waktu itu ia adalah anak seorang tukang kayu. Ia tergoda dengan pesona dunia luar yang diceritakan oleh legenda-legenda setempat. Ia akhirnya keluar dari desa dan mendapati keindahan itu hanyalah semu, di luar sana tak lebih indah dari desanya yang tentram, semua gambaran utopis itu hanya ada di buku dongeng. Namun, ada satu hal yang rupanya sebuah kenyataan. Hewan itu ... hewan yang berbentuk aneh itu tak hanya ada dalam ilustrasi. Bedanya ia tak menerkam seperti yang diceritakan oleh dongeng-dongeng, ia membunuh dengan cara lain, tanpa setitik pun sentuhan, yaitu membuat kewarasan orang terkikis.

Dengan bekal keberanian dan sebuah jimat yang dibawa seorang kakek tua saat ia lahir, ia berangkat ke dunia luar.

Kalung yang berliontin batu permata berwarna hijau itu diberikan seorang tetua desa saat ia lahir dalam wujud baru. Sang tetua tahu bahwa ia adalah seseorang yang pernah melakukan kesalahan dan telah bereinkarnasi, maka diberilah sebuah kalung untuk melindunginya dari tipu daya snakghar, agar ia bisa keluar dengan selamat. Mungkin sebelum ini ia tak paham mengapa ia suatu saat harus keluar dari desa, tetapi saat ini terjawab. Ia bertugas melindungi warganya, dan mencegah warganya agar tidak bernasib sama sepertinya.

Seorang diri ia memanjat tembok yang mengisolasi desa. Warga di desa tengah harap-harap cemas menanti nasib pemimpin mereka, kecemasan itu berlipat-lipat ganda bagi kedua orang tua Gio.

***

Pria itu mendapati liontin kalungnya berkilau keemasan saat ia telah berada di luar desa. Lantas ia terus berjalan, menanti apa yang sebenarnya bisa dilakukan kalungnya untuk mencegah nasib di kehidupannya yang semula terulang lagi.

Sengatan panas terasa membakar kepalanya. Keadaan di luar sini sama seperti ingatannya, padang rumput tandus tanpa ujung.

Tanpa adanya penghalang, seharusnya ia langsung bisa menemukan remaja itu jika ia tak terlalu jauh.

Lima belas menit berjalan, pria usia empat puluhan tahun itu menemukan seorang remaja lelaki yang tengah terbaring di tengah padang rumput di depan sebuah semak. Lelaki itu ditemukan dalam keadaan kejang, tubuh kaku, darah mengucur dari kedua lubang hidungnya, dan mata yang putih seutuhnya. Ia tak tahu seberapa lama seseorang dapat bertahan ketika ada dalam siklus halusinasi di tengah padang rumput yang gersang ini. Namun, ia rasa dengan kondisi Gio yang jauh lebih buruk dari mengkhawatirkan, ia telah terlambat. Namun mau bagaimana lagi? Sulit mencari seseorang ketika malam-malam di padang rumput tanpa ujung.

Seekor hewan melompat keluar dari tempatnya. Hewan itu berbentuk seperti singa betina dengan warna cokelat yang lebih gelap serta bintik-bintik putih yang memenuhi bagian punggungnya. Hewan itu mendesis pada sang Kepala Desa karena merasa terganggu, pria itu mundur selangkah-dua langkah sebelum akhirnya hewan yang terusik itu berjalan melewatinya.

Sejauh yang ia ingat, seharusnya hewan yang keluar dari semak itu adalah snakhagr. Dan ia yakin itu adalah hewan yang pernah merenggut nyawanya. Namun, dalam ingatannya wujud hewan itu jauh lebih abstrak.

Sebelum laki-laki itu benar-benar meregang nyawa, Kepala Desa membawanya ke Desa Aelmere dalam keadaan kejang, dahi berdarah, dan mata yang kelihatan putih seluruhnya. Tak ada yang bisa dilakukan lagi, tabib terhebat di seluruh desa pun telah angkat tangan, Gio hanya akan jadi pelajaran bagi warga lainnya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Akhirnya, para warga menyadari, snakhagr adalah alasan mengapa ke luar desa itu dilarang keras. Hewan herbivora itu memang tak memangsa, tetapi mampu menyebabkan siksaan mental dan fisik yang lebih parah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro