Dunia Atas
Sejak saat itu, aku selalu berharap hujan datang di tengah terik mentari. Aku ingin melihat pelangi di langit biru.
Ya, sejak aku harus melakukan perjalanan udara ke kota ini. Aku harus ikut paman dan bibi merantau ke negara lain setelah kepergian orang tuaku.
Di tengah perjalanan di dalam pesawat, aku melihat sebuah kereta melaju tepat di samping pesawat. Awalnya, kukira itu hanya bayanganku, tetapi tidak hanya sekali, kereta pendek itu kulihat lewat berkali-kali.
Hingga seseorang di dalam kereta ada yang melambai padaku. Sosok laki-laki seumuranku itu tersenyum remeh, seolah hanya bermain-main.
Kuputuskan berjalan ke belakang untuk mencari letak pintu sembari mengucek mata. Sesampainya di depan sebuah pintu kaca yang memperlihatkan pemandangan luar, aku semakin tercengang.
Kereta tadi sudah tidak ada, tetapi anak laki-laki seumuranku tadi datang sembari mengetuk pintu. Ia menunjuk-nunjuk dirinya, laku menunjukku dengan bibir bergerak-gerak. Entah apa yang tengah ia bicarakan, suaranya sama sekali tidak terdengar.
Lalu, saat ia menjentikkan jarinya tepat saat aku berkedip, tubuhku sudah berada di luar. Sontak jantungku hampir jatuh saat menoleh ke bawah. Aku berdiri di udara. Tidak, perlahan mataku bisa melihat sebuah pembatas bening yang tengah kupijak.
"Ba-bagaimana bisa?" tanyaku dengan suara sangat kecil.
"Selamat datang di dunia atas, Pemilik Mata Ocu," ucap laki-laki itu dengan wajah terkejut. Sepertinya, ia tidak menyangka aku bisa melihatnya.
"Pemilik mata apa? Siapa pemiliknya?" Aku segera menggeleng, itu tidak penting. "Bukan-bukan. Kenapa aku bisa ada di sini? Siapa kau? I-ini mimpikah?"
Laki-laki itu berjalan lebih dahulu di depanku yang entah kenapa langsung kuikuti. Benakku terus bertanya-tanya sembari melihat sekeliling yang perlahan seperti memunculkan gambaran-gambaran dunia yang tengah bergerak.
Semakin berjalan, aku sadar bahwa yang kuinjak kini adalah sebuah benda putih yang terlihat lembut, tetapi keras. Aku berada di atas awan!
Mungkin ini memang mimpi. Hari ini cuaca sedang cerah. Aku pasti ketiduran di dalam pesawat.
"Jarang sekali orang bisa melihat dunia atas sepertimu. Kami biasa menyebutnya pemilik mata ocu. Mata ocu adalah saat seorang manusia bisa melihat dunia atas juga dunia bawah. Hanya sekitar satu persen orang di duniamu yang memilikinya."
Melihat sekeliling, perlahan terdapat kehidupan seperti di duniaku. Terdapat bangunan-bangunan yang seperti samar-samar atau bening, pepohonan hijau segar, lalu rumput-rumput hijau yang seakan memberi sumber kehidupan.
"Ja-jadi ...."
"Ya, kau berada di kehidupan di atas awan. Kami tinggal di sini sudah bertahun-tahun berpindah-pindah. Memang, terkadang cuaca sedang hujan, sehingga kami harus memindah awan ini ke tempat lain agar tidak turut hujan dan hancur. Ketika sedang panas cerah seperti ini, terkadang para peri di sini memberi hujan pada satu daerah tertentu. Ya, tentu saja ketika kami tengah berada di dekat duniamu. Artinya, awan ini tidak terlalu tinggi di langit. Sehingga terjadilah hujan panas yang perlahan memunculkan pelangi."
Aku menyimak sembari tercengang. Hingga perlahan langkah kami mulai melambat. Kami berhenti di depan sebuah bangunan yang terlihat cantik karena bening seperti di air. Banyak orang berlalu-lalang di sana, seperti di duniaku saja. Beberapa dari mereka menaiki sebuah kapas putih yang melaju di jalanan.
Sungguh, dunia indah yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Di sini damai sekali, tidak ada polusi udara meskipun aku tengah berada di pinggir jalan besar.
Jalanan di sini berbeda, tidak berwarna hitam, melainkan abu-abu terang. Orang-orang menaiki awan sebagai kendaraan yang berjalan mengambang sekitar sepuluh sentimeter dari tanah.
"Tunggu." Aku menahan laki-laki itu ketika akan berbelok di bangunan besar tadi. "Kenapa pemilik mata ocu itu hanya sedikit? Lalu, kenapa kau mau mengajakku berkeliling?"
Laki-laki itu menatapku penuh arti, lalu berjalan saja dengan langkah cepat. Ia tidak memasuki bangunan besar menjulang tinggi yang terlihat cantik itu, tetapi melewati gang kecil di sampingnya. Mau tidak mau aku harus mengejar laki-laki itu kalau tidak ingin tersesat di sini.
Ia berhenti ketika berada di gang sempit panjang yang seakan menelan kami itu.
"Namamu pasti Vena, 'kan? Namaku Athan. Saa—"
"Bagaimana kau tahu?"
"Itu tidak penting. Saat ini, Peri Mai sedang mengontrol dunia ini. Ia menjadi sangat protektif setelah menjadi pemilik sah dunia yang kami tempati ini. Jika kau sampai ditangkap—"
"Hahahahaha! Kau pasti sedang membawa manusia, 'kan, Athan?" Seorang wanita berwajah cantik dengan bibir merah merona tengah mengepakkan sayap putihnya di atas genteng. Pasti dialah Peri Mai itu.
Sontak Athan langsung menggenggam tanganku yang juga langsung kutepis. Ia tidak sopan sekali memegang tangan orang lain tanpa permisi. Ia segera menoleh dengan wajah meminta maaf, lalu mengulurkan tangannya agar kupegang.
Belum sempat aku memegang tangannya, tubuhku terangkat ke atas sampai mencapai genteng yang sama dengan si peri yang dimaksud Athan.
Dalam sejenak, tiba-tiba aku berada di sebuah bangunan besar lainnya. Aku didudukkan di atas kursi putih dengan ditatap tajam oleh banyak orang bersayap. Mereka benar-benar memiliki sayap putih di balik badannya.
"Manusia, apa yang kau lakukan di dunia orang? Kau menyusup? Dari mana kau dapat mata ocu yang hampir punah itu?!"
Semua orang bersayap atau biasa disebut peri itu bertanya dengan nada lantang bersamaan.
Dengan keadaan seperti ini, aku seperti syok. Baru saja aku merasa sesak karena berada di tempat sempit tadi, kini harus berada di tengah-tengah kerumunan para peri.
"A-aku tidak tahu."
Aku seperti akan kehabisan napas saja berada di sini. Hingga seorang wanita berwajah lembut datang dengan senyuman.
"Tolong dimaafkan saja. Dia sedang kebingungan dengan dunia ini. Mungkin juga kehidupannya di dunianya sedang tidak baik-baik saja."
"Apa?! Apa maksudnya Peri Kia berkata seperti itu?! Itu melanggar aturan dunia atas!" Salah seorang peri lainnya menyanggah.
Lalu, Peri Mai datang dengan langkah anggunnya. Ia yang paling mencolok di sini karena berwajah sangat cantik dan tegas.
"Kau akan dikurung sementara waktu di penjara sampai ada yang menjemputmu pulang ke duniamu!"
Setelah kalimat tegas itu, tiba-tiba tubuhku dikurung di jeruji besi yang sedikit gelap. Namun, aku masih bisa mendengar suara-suara dari luar.
Tiba-tiba aku teringat dengan masa kecilku yang dibacakan cerita oleh Mama sebelum tidur. Katanya, dunia ini terbagi menjadi tiga. Dunia yang kami tempati, dunia atas, lalu dunia bawah. Hanya dunia tengah yang tidak bisa melihat dunia atas maupun dunia bawah. Sehingga banyak orang tidak mempercayai hal itu.
Mama juga berkata kalau dunia atas dan dunia bawah terbentuk karena orang yang telah mati di dunia tengah. Orang mati ada yang ke dunia atas juga dunia bawah. Jika ia ke dunia atas, maka ada kemungkinan akan bereinkarnasi dan hidup kembali di dunia tengah. Namun, jika ke dunia bawah, sudah pasti akan hilang, tidak bereinkarnasi.
Dunia atas bukanlah dunia sementara untuk seseorang singgah sebelum bereinkarnasi. Akan tetapi, katanya, semakin lama, seseorang yang telah mati dan masuk dunia atas belum tentu akan bereinkarnasi lagi.
Rumit. Dahulu, aku tidak terlalu mengerti dan hanya mengangguk-angguk saat Mama bercerita.
Ketika aku berkedip, seseorang tengah berdiri di hadapanku dengan senyumnya.
"Ayo, kita pulang."
"Athan? Pulang ke mana?"
Laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk aku gandeng. Tanganku dengan refleks menerima uluran itu, lalu berdiri.
"Di sini, aku tidak punya kesempatan bereinkarnasi hidup ke dunia tengah. Banyak orang yang tinggal di sini sampai mati karena tidak bisa kembali hidup di duniamu. Tapi, ada seorang baik hati yang memberikan kesempatannya kepadaku. Dia Peri Kai. Seorang peri yang barusan diangkat dan diberi tugas mendamaikan dunia atas. Dia memiliki kesempatan itu, tetapi memberikannya kepadaku. Padahal dia baru saja masuk dunia atas ini, pastinya lebih menginginkan kesempatan itu daripadaku yang sudah bertahun-tahun tinggal di sini."
Kami tiba di ruangan lain ketika Athan menjentikkan jarinya. Di luar, di tempat kami bertemu tadi. Ia menggenggam erat tanganku, lalu memintaku menutup mata.
Sebelum itu, aku melihat Peri Kai tengah menatap ke arah kami dengan senyum sendu. Aku semakin tidak asing dengan wajah cantik itu. Wajah yang selalu kupandangi kala aku masih kecil dahulu.
Mama.
Tepat ketika kututup mataku, air mataku berjatuhan. Orang yang sangat kurindukan tidak akan bereinkarnasi hidup di dunia ini lagi. Ia akan hidup sampai mati di dunia atas.
Hatiku terasa perih mengingat kematian Mama seminggu yang lalu. Ia mengalami kecelakaan bersama Papa. Namun, aku juga bersyukur bisa melihat lagi wajah Mama meski untuk terakhir kalinya.
Hari itu, ketika sudah di dunia tengah, aku menyadari bahwa Athan yang menggandengku sudah tidak ada. Ia pasti tengah bereinkarnasi lagi ke tubuh seorang bayi yang baru lahir.
Lalu, hujan turun di saat panas terik. Awan tebal berwarna putih itu tengah mengguyur daerah bandara tempatku turun barusan. Sehingga perlahan awan itu menunjukkan sebuah pelangi indah yang terlihat jelas di mata setiap orang yang memandang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro