Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Di Mana Gelembung Akan Berakhir?

Aku selalu penasaran, ke mana gelembung akan berakhir.

Mereka dapat tercipta dari berbagai hal, tetapi akan selalu berakhir di atas sana, entah menjadi apa.

Cahaya yang masuk juga demikian, menyoroti seluruh negeri dan memberikan sensasi yang berbeda. Sejak kecil, aku selalu penasaran dengan bentuknya. Lalu, perlahan keingintahuanku mengarah ke hal yang lebih dasar; tentang sesuatu di atas sana.

Ibuku selalu mencemaskan rasa keingintahuanku. Dalam peribahasa yang sudah mendarah daging, keingintahuan dapat menjeratmu dalam jaring, sama seperti ikan-ikan yang terbawa pergi dan tidak akan kembali. Batasan itu tampak begitu jelas, tetapi hal di baliknya tidak pernah membuat semua pertanyaanku terjawab.

Dari sekian pantangan yang ada, pertemuan dengan makhluk di atas sanalah yang paling krusial.

Mereka adalah manusia.

Mereka adalah makhluk hidup yang cerdas. Namun, kecerdasan mereka mengancam keberadaan dunia ini dan makhluk hidup lain, termasuk kami.

Dahulu kala, manusia-manusia yang melihat keberadaan kami akan dilenyapkan dengan cara apapun. Ada beberapa dari mereka yang terbuai, ada pula yang tetap bertahan di atas sana dan membawa pulang kabar tentang kami. Namun tampaknya itu sia-sia, sebab hingga kini kami masih dianggap mitos.

Seiring berjalannya waktu, keadaan mulai berubah. Kami tidak boleh lagi muncul di permukaan karena kehidupan manusia yang katanya semakin canggih.

"Bahkan jika kalian ingin mengakhiri hidup kalian, jangan pernah mengakhiri hidup kalian di permukaan. Ingat itu." Lagi-lagi, suara ibuku terdengar ketika keraguan menyelinap di hatiku.

Sejak kecil, kami semua didoktrin untuk tidak pernah naik ke permukaan, apapun yang terjadi. Ada banyak cara untuk mengakhiri hidup, tetapi naik ke permukaan adalah cara yang tidak termaafkan. Keberadaan kami masih menjadi mitos, jadi kemunculan satu dari kami akan menguak rahasia lautan yang telah disembunyikan rapat-rapat.

Namun, semua keingintahuanku telah menumpuk menjadi satu. Aku benar-benar ingin melihat apa yang terjadi di atas sana.

Kugerakkan siripku ke atas, menguatkan hati untuk melihat apapun hal yang ada di sana, sebelum akhirnya cahaya yang lebih menyilaukan menyambutku lebih dulu.

Mataku melebar ketika melihat pemandangan di depanku. Sesuatu yang jauh dan biru di atas sana jelas bukanlah ujung permukaan yang dapat dicapai. Sesuatu yang berwarna putih menyebar secara acak juga tak bisa membuatku berhenti berdecak kagum. Kehangatan menyelimuti setiap kulitku yang berpisah dengan batas permukaan.

Ini adalah keindahan yang selama ini disembunyikan oleh nenek moyang.

Dalam hati, aku berjanji bahwa ini hanya akan terjadi sekali seumur hidupku. Semua keindahan ini akan kukenang selamanya dalam pikiranku.

Atau itulah yang kupikirkan.

"Crystal, kemana saja kau kemarin?"

Teguran dari ibuku membuatku berhenti menggerakkan ekor. Kulirik sejenak Ibu yang masih melihatku penasaran, tetapi hanya kubalas dengan senyuman tipis.

"Aku hanya berenang-renang."

"Dengan siapa?" tanyanya lagi.

"Sendirian."

"Hati-hati, Nak," pesannya.

"Aku tidak akan tersesat," ujarku.

Jawaban yang meragukan hanya akan membuatnya curiga, jadi aku akan menjawab apa adanya dan memastikan bahwa beliau tidak akan mengira apa yang sebenarnya kulakukan.

Aku baru mulai menyadari bahwa kunjunganku ke permukaan semakin rutin, membuatku semakin candu dan menjadi kebiasaan yang tidak termaafkan ..., waktu badai besar datang dan memisahkanku dari samudra kelahiranku.

***

Bagian kolong kapal itu lewat lagi, membuat bayangan yang membatasiku dan cahaya.

Kudongakkan kepalaku ke permukaan, memeriksa apakah air masih terlalu jernih untuk membuat keberadaanku terlihat. Keberadaanku jauh dari perairan dangkal, tetapi tampaknya mata manusia tidak setajam itu untuk melihat keadaan di dalam air.

Sudah beberapa tahun sejak aku hanyut di dekat permukaan yang dekat dengan manusia, sebanyak itulah pertanyaanku terjawab.

Batasan yang tidak tampak itu bernama langit, lalu bercak putih yang menemaninya adalah awan. Awan-awan putih yang berkumpul akan menjadi hitam, lalu mendatangkan hujan.

Dulu, aku hanya bisa melihat titik-titik hujan yang jatuh dari bawah permukaan, tetapi sekarang aku bisa merasakan sesuatu yang familier jatuh dari sesuatu yang lebih atas lagi. Rasa penasaranku memang belum terjawab sepenuhnya, tetapi tentu ada informasi baru yang terus menambah setiap waktunya.

Aku juga punya kesempatan untuk mengenal manusia lebih dekat, meskipun selama ini aku hanya melihat mereka dari kejauhan.

Mereka persis seperti dongeng yang diceritakan turun temurun, mereka mempunyai sepasang kaki. Sama seperti batasan permukaan yang kami punya, mereka juga punya batasan yang tidak diperbolehkan.

... Namun, mereka berani melanggar batasan itu.

"Raven, jangan berenang jauh-jauh!"

Suara itu tidak sengaja terdengar ketika aku sedang mengumpulkan kerang. Aku mendongak, lalu mendapati sepasang kaki sedang mengayun di bawah permukaan. Jaraknya tidak terlalu jauh denganku, sehingga membuatku diam memperhatikannya. Manusia ini tahu cara untuk tetap mengapung, tampaknya.

Kaki itu terus mengayun dan bergerak teratur, sebelum akhirnya tubuh manusia itu mulai perlahan turun di bawah permukaan. Rasa penasaran kemudian muncul lagi, ketika kulihat tangannya mengayun dengan kuat, menciptakan gelembung-gelembung yang kemudian kembali naik ke atas.

Pertanyaanku masih sama; kemana gelembung-gelembung itu akan berakhir?

Jadi, kuperhatikan manusia itu sampai ia berhenti menciptakan gelembung dari tangannya. Tubuhnya perlahan turun ke bawah, lalu kali ini gelembung tercipta dari mulut dan hidungnya.

"Raven! RAVEN!"

Suara itu tampak begitu putus asa. Itu juga menjadi pertanda bahwa aku tidak bisa memeriksa keadaan gelembung yang naik ke atas. Aku tidak boleh mempertaruhkan keingintahuanku untuk sesuatu yang bisa kupastikan lain kali.

Kudengar, manusia yang mati tenggelam akan kembali ke permukaan, jadi kupikir ini adalah kesempatan yang bagus untuk menyentuh kulit manusia. Jadilah, kujangkau tanganku ke wajahnya dengan jemariku.

Ada sensasi aneh yang tidak bisa kujelaskan. Ia juga dingin karena menyesuaikan suhu dengan sekitarnya, tetapi mereka tidak sedingin itu--karena sebenarnya mereka memang tidak seharusnya di sini.

Apakah aku harus menyelamatkannya? Sempat terbesit pemikiran konyol semacam itu.

Namun, ketika sedang memastikan keadaan manusia itu, sepasang mata hitamnya terbuka. Aku sontak berenang menjauh, lalu seiring terciptanya jarak kami, berbagai macam pemikiran mulai mengganggu benakku.

Apakah dia melihatku? Haruskah aku menariknya lebih ke bawah dan membiarkan tekanan membunuhnya?

Namun, belum sempat melakukan apapun, kolong kapal raksasa telah muncul kembali. Aku semakin yakin bahwa aku harus berenang menjauhinya, sebelum ada saksi lain yang membuat dua pernyataan yang sama dan membahayakan keberadaan kami.

Manusia itu tertolong, keingintahuanku tidak terjawab, sepertinya itu akan menjadi kenangan sekali seumur hidup.

"Tuan Muda Raven, kalau sampai Tuan tahu, kami semua tidak akan bisa dimaafkan. Kami mohon, jangan berenang di lautan lagi."

"Kalian berlebihan, kakiku hanya kram."

"Untung saja teman Tuan Muda melaporkan kepada kami, kalau tidak--"

"Kalau begitu, jangan beritahu Ayah," katanya.

Manusia itu melanggar batasan, tetapi dengan seenaknya meminta orang lain untuk menjaga rahasianya. Bisa-bisanya dia bersikap seperti itu.

"Raven! Jangan melakukan hal aneh lagi! Apa kau ingin mati konyol dan masuk di berita utama tentang atlet renang yang tenggelam di lautan?!" Omelan itu entah mengapa terdengar lucu, meskipun aku tidak sepenuhnya mengerti.

Selanjutnya, yang kutahu, Raven ada di kategori manusia yang berbeda dari yang lainnya.

.

.

.

Raven datang lagi. Kali ini keberadaannya ada di atas tebing yang tinggi.

Ia jauh dari permukaan, tetapi juga tampaknya masih jauh dari langit. Namun, aku bisa melihat raut kesedihan dari wajahnya.

Aku berenang mendekat, jelas menyadari bahwa aku menyimpan banyak keingintahuan terhadap manusia itu. Kali ini ia membuang sesuatu ke laut. Warnanya beragam, ada beberapa bagian yang mengapung dan ada pula yang tenggelam. Karena berenang di dekat benda itu, ada aroma wangi yang tercium olehku.

"Selamat ulang tahun, Ibu," katanya pelan.

Hanya itu, karena selanjutnya aku tidak lagi mendengar suaranya.

Kugerakkan ekorku lagi untuk berenang mendekat lagi. Suaranya memelan dan jaraknya yang jauh membuatku agak sulit mendengar suaranya.

"... Aku rindu."

Apa Raven juga terpisah dari ibunya?

Aku sangat memahami kesedihannya, sebab aku juga mengalami hal itu.

Sepertinya Raven menangis.

Tanpa sadar, aku berenang mendekati tebing itu.

Jaring-jaring tiba-tiba telah mengepungiku. Aku terlalu terkejut untuk mencerna semuanya, karena tubuhku perlahan mulai terangkat naik ke atas, hingga berpisah dari permukaan. Untung pertama kalinya, aku melihat ekorku yang mengkilat karena tidak ada di dalam air.

"Tertangkap! Hahahaha! Akhirnya! Sudah kubilang, aku benar-benar melihat putri duyung kemarin! Lihat, ini putri duyung!"

Keingintahuanku menjeratku, sama seperti ikan-ikan yang terjerat di jaring.

Aku panik, tetapi hal yang pertama kali kulakukan adalah mendongak untuk melihat keadaan Raven.

Mata hitamnya jelas menatap ke arahku, sekali lagi, seperti waktu itu. Aku tidak bisa membaca raut wajahnya, tetapi dia menjauhi tebing itu dan pergi dari sana.

Keberadaanku telah ditemukan.

"Kita harus menjualnya! Bayangkan, berapa harga yang bisa kita dapatkan hanya ini! Ini rahasia kita berdua, jangan memberitahu siapapun!"

"Tapi ini kapal milik Tuan, pasti akan ketahuan! Dimana kita akan menyembunyikannya?"

"Tetap ikat jaringnya, biarkan dia tetap hidup. Setelah kita memastikan harga hidup atau harga mati lebih mahal, baru kita akan mengeksekusinya."

Manusia ..., memang tidak bisa dipercaya.

Sifat mereka memang diceritakan apa adanya. Begitulah kenyataan yang kudapati saat ini.

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Waktu itu, seharusnya aku menenggelamkan Raven. Seharusnya aku tidak pernah mendekati permukaan.

Sekarang, nasibku tidak jauh beda dengan gelembung.

Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan mereka setelah ada di atas permukaan.

Bagaimana gelembung akan berakhir? 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro