I For You
Pertemuan tidak sengaja antara Alex dan Alexa di dalam pesawat menuju Paris. Wajah si gadis berambut pirang kembali menghantuinya. Rasa rindu kepada perempuan manis itu kian membuncah. Sekian lama tak bersua, akhirnya bertemu kembali pada orang yang Alex suka.
Ketika berada di terminal Quest Alex yang kala itu sedang dk tempat pengambilan bagasi memberanikan diri untuk menyapa si gadis.
"Lexi?" sapa Alex.
Gadis dipanggil Lexi menoleh seraya memutar tubuhnya. Manik hijau itu membelalakkan kedua matanya. "Alex? Ya Tuhan, kaukah itu? Sedang apa kau di sini?"
"Aku ada kerjaan. Dan kau?"
"Hmm aku kerja di Bugatti."
Alex memandang wajah Lexi tidak percaya. Baru saja dia mengembangkan kedua tangan Lexi sudah menghambur ke dalam pelukannya. Alex pun membalas dekapan tubuh ramping Lexi.
Lexi melepas pelukan seraya memandang wajah teduh milik Alex. Pria di hadapannya tidak banyak berubah. Masih pendiam sejak Lexi mengenalnya di Junior School. Dulu tubuh Alex agak berisi karena hobi makan. Sekarang makin atletis dan tampan.
Kami banyak berbincang hingga tak terasa hari makin petang. Sebelum berpisah kami pun saling bertukar nomer ponsel untuk janjian di cafe besok sore.
Lalu lintas di jalan masih terbilang cukup ramai membuat Alex di dalam sebuah mobil Peugeot New RCZ sedang menyetir sendirian. Sesekali pemilik mata hazel melirik ke sisi jalan mencari café de Flore, salah satu café tertua dan paling terkenal di Paris. Matanya langsung menangkap café yang terletak di sudut persimpangan jalan Boulevard Saint-Germain. Laki-laki itu memutuskan menepi mobil putih nya ke sisi jalan.
Ketika memasuki ke dalam café, suasana klasik begitu terasa. Interiornya bergaya art deco, dengan lampu bercahaya kuning dan kursi booth berwarna merah. Bagian luarnya bergaya klasik dan khas Perancis dengan jendela-jendela kaca besar berbingkai kayu dan tempat duduk outdoor di pinggir kota. Para pelayannya juga mengenakan seragam hitam putih dan apron putih yang mempertahankan kesan tradisional café ini.
Setelah memesan salah satu menu favorit di café ini yaitu croissant dan chocolat chaud, pemilik rambut kecokelatan itu duduk di dekat jendela. Dengan tujuan dia bisa melihat orang-orang lalu lalang. Pria itu menghela napas panjang, acara kunjungan ke pabrik Peugeot sungguh membuatnya penat.
Di sebuah kafe yang tidak begitu luas namun nyaman Alex duduk sendiri, ditemani alunan musik jazz yang mendayu-dayu. Alex duduk diam, menanti dengan sabar menunggu Lexi sang pujaan hati. Alex teringat pertemuan kemarin dengan Lexy di bandara Paris Orly membuatnya tersenyum.
Lexi adalah sahabat karib Alex Junior School di Jerman. Alex memang pendiam, tapi apabila berada di dekat Lexi, Alex merasa nyaman dan tenang. Tingkahnya seperti bukan kebanyakan gadis-gadis pada umumnya, beda dari yang lain seperti laki-laki. Lexi selalu melindungi Alex ketika dijahilin murid berandal. Lexi tak segan-segan meninju bahkan menendang. Bagi Alex, Lexi itu adalah pahlawannya.
Dari Junior, high school hingga kuliah di tempat yang sama. Kami seperti tidak dapat dipisahkan. Hingga suatu peristiwa yang dibenci Alex. Lexi menghilang tanpa kabar. Kata ayahnya Lexi pindah. Kemana harus mencari? Hari itu Alex membawa sebatang cokelat Hersey kesukaan Lexi, sekaligus ingin menyatakan rasa sukanya.
Mengingat itu hati Alex berkecamuk. Benarkah?
"Alex."
Alex menoleh. Matanya terpaku. Hari ini ada yang berbeda. Lexi memakai rok cokelat susu di atas paha. stocking hitam membalut kakinya. Sweater turtle neck hitam dibalut long coat senada dengan roknya. Rambut pirangnya dibiarkan digerai begitu saja.
"Kenapa kau memandangku seperti itu?" Lexi merasa jengah ditatap intens seperti itu.
Alex gelagapan salah tingkah. "Ah, tidak. Hanya saja kau yang dulu telah berubah." Alex mengisyaratkan Lexi duduk di hadapannya lalu memanggil pelayan.
"Menu yang sama denganmu," jawabnya pendek saat pelayan datang. Tak lama pesanannya datang. Dia langsung meminumnya.
Alex memandangnya dengan intens. Ada yang salah di sini. Lexi tidak banyak bicara. Sesekali matanya melirik Alex dan pipi agak merona. Dia semakin salah tingkah, tapi Alex akui dia tambah cantik.
"Apa lihat-lihat?!" bentak Lexi.
Oh, ternyata dia masih saja galak tidak mengurangi wajahnya yang manis. "Apa aku tidak boleh memandangmu?" tanya Alex tertawa geli.
"Enggak boleh!" Lexi menggembungkan pipinya.
"Hahahaha!" Alex tertawa terbahak-bahak. Gadis ini wajahnya lucu ketika marah. "Aku memandangimu karena kita sudah lama tak bertemu," jawab Alex santai sambil melipat kedua lengan di dada.
Suasana kembali hening. Diam-diam Lexi mencuri pandang. Alex yang dia kenal tidak sama seperti dulu lagi. Alex yang sekarang makin tampan. Dulu tubuhnya gemuk sekarang errr ... seksi, atletis dibalut kemeja biru langit blazer biru tua, warna kesukaan Alex.
"Aku rindu kau, Lexi. Kemana saja kau selama ini. Kau pindah enggak bilang-bilang. Padahal aku membawakan cokelat Hersey kesukaanmu." Ada nada kesal terselip di perkataan Alex.
Lexi meneguk ludah. Perempuan itu sadar itu memang kesalahannya. Pindah tanpa memberi kabar kepada Alex. Lexi ada alasan.
"Kau tahu kan? Kedua orangtuaku sudah lama bercerai. Aku tinggal dengan Ayah di Munchen sedangkan ibu di daerah Ruhr." Lexi memberi jeda kemidian melanjutkan perkataannya. Ibuku sakit dan membutuhkanku."
"Bohong."
"Aku tidak bohong!"
"Kau menghindariku."
Pertanyaan bertubi-membuat kepala Lexi menjadi pusing. "Aku tidak menghindar. Oke fine. Lebih baik aku pergi saja." lexi beranjak dari tempat duduk dan meraih mantelnya.
Alex setengah berlari menyusul Lexi. "Lexi, tunggu dulu!" Ketika berada di luar Alex berhasil meraih lengannya.
"Lepaskan!" Lexi berusaha melepas cengkraman tangan Alex namun gagal.
"Tidak, aku tidak mau melepaskanmu," sahut Alex kalem.
"Kumohon, Alex," ucap Lexi lirih.
"Jelaskan padaku dulu, Alexa."
Lexi makin kesal. "Ya benar, aku memang menghindar karena kudengar kau akan bertunangan dengan anak pejabat!"
Dahi Alex berkerut. Kedua alisnya terangkat ke atas. Oke, Alex bingung sekarang. "Apa? Tunangan? Aku?"
"Iya!"
"Kata siapa?"
"Kata kakakmu!"
Oke, Alex mengerti sekarang. Ini salah paham. Pria itu itu tersenyum simpul. "Soal pertunangan itu memang betul."
Hati Lexi kembali terluka. Dia bersiap pergi dari hadapan laki-laki yang diam-diam telah mencuri hatinya.
"Tapi aku bilang, aku sudah mempunyai gadis yang kusuka. Sejak dulu. Gadis itu selalu melindungiku."
Mata hijau Lexi membulat dan menoleh. Seakan tidak percaya apa yang dikatakan Alex barusan. Jadi selama ini ....
"Ich liebe dich." Alex maju perlahan. Sedangkan Lexi masih terpaku. Tangan besar dan hangat menyentuh pipi si gadis. "Aku benar-benar cinta kau."
Lexi berusaha untuk tidak menangis. Namun, air mata jatuh juga membasahi pipi. Perempuan itu menghambur ke pelukan pria yang dia cintai. "Danke sehr, Alex."
END
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro