Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🦄4. Jebakan Belut🦄

Mengetahui Belud, cowok ganteng layaknya oppa Korea itu ada di kos sebelah, berjarak tak sampai 10 meter dari kamarnya, membuat Gendhis selalu terngiang-ngiang lelaki itu.

Gendhis dengan sikap berlebihannya kadang memandangi tembok dengan tatapan kosong seolah manik matanya mempunyai kemampuan seperti sinar X-ray yang bisa membuat tembok itu menjadi transparan, dan dia bisa melihat apa yang dilakukan lelaki rumah sebelah.

Namun, semakin Gendhis menatap tembok itu gadis itu tahu bahwa itu hanya khayalan konyolnya belaka. Tembok itu tetap kokoh berdiri membatasi kamarnya dengan lingkungan luar. Pepatah "Jauh di mata, dekat di hati" tidak berlaku bagi Gendhis. Yang ada Gendhis justru merasa "Dekat di mata, jauh di hati". Lud benar-benar seperti belut licin yang susah ditangkap oleh Gendhis. Jangankan ditangkap, didekati saja susah.

Gendhis menghela napas panjang. Ia hanya menundukkan kepala dan duduk di tepi ranjang di hari pertamanya pindah di kos Edelweis itu. Suasana malam sudah semakin larut. Bulan dan bintang menggantung di langit cerah, secerah hati Gendhis yang berbunga.

Gendhis menajamkan telinga, meraup semua bunyi-bunyian di sekitarnya. Hanya suara jangkrik yang menemani malam mereka, dan terdengar sayup gemuruh suara tawa berat khas para lelaki berkumpul di kos sebelah.

Gendhis menghampiri jendela. Ia membuka perlahan daun jendela untuk melihat apa yang terjadi di luar, tepatnya di kos sebelah. Begitu jendela terbuka, angin berembus kencang memasuki kamar, mengibarkan gorden yang tadinya tenang menjuntai di ambang jendela.

Gendhis mengintip sekilas, dan dia melihat jendela kamar Belud terbuka. Tampak Lud dan beberapa lelaki duduk bercengkerama sambil sesekali tertawa.

Mata Gendhis berbinar saat mendapati tawa Lud. Wajah lelaki itu tampak lain bila mengumbar tawa dan senyum.

"Bisa juga dia ketawa." Mata Gendhis masih tertuju pada sosok yang membuatnya terpesona. "Manis." Gadis itu terkikik dan tersenyum hingga pipinya menggelembung.

Namun, sejurus kemudian mereka bersitatap, membuat tawa Lud terhenti seketika. Bola mata Gendhis membulat, dan segera ia menutup cepat celah jendela yang terbuka sedikit saat mengintai.

Jantung Gendhis berdebar. Ia yakin lelaki itu mengetahui bahwa Gendhis mengamatinya.

"Aku tutup ya jendelanya. Aku kaya lihat penampakan!" Suara yang terdengar itu adalah suara Lud. Gendhis sudah hafal suaranya karena dua kali pertemuan mereka.

Beberapa detik kemudian terdengar bantingan jendela tertutup kasar, disertai suara kikikan yang samar.

Apa??? Penampakan?? Cewek manis gini dibilang penampakan??

Gendhis menyibak rambut tanggungnya, menepis rasa kesal karena mendengar sesuatu yang tak mengenakkan di pendengaran.

Tenang Gendhis, jangan geer!! Sapa tahu dia emang indigo, bisa lihat penampakan ...

Gendhis terdiam sejenak, berpikir.

Kalau dia indigo, berarti bener dong disini ada penampakan. Wuuuaaaa ....

Gendhis bergegas meloncat ke kasurnya dan menutup tubuhnya dengan selimut. Dia komat-kamit merapal doa, berharap yang dipikirkannya tidak ada.

Dan malam ini, Gendhis memilih tidur dengan ditemani nyala lampu.

***

Hari ini Gendhis harus berangkat ke kampus karena ada rapat panitia untuk persiapan ospek fakultas. Seminggu lagi tahun ajaran baru akan dimulai. Para mahasiswa baru akan diorientasi dalam kegiatan ospek. Namun, pagi ini Gendhis sedikit bingung karena dia tidak punya kendaraan. Daisy si bebek merahnya mengalami kerusakan di ban saat jatuh ditabrak Lud dan jarak kos ke kampus cukup jauh.

Otaknya berpikir bagaimana caranya ia berangkat ke kampus. Dan ia pun berencana menggunakan ojol, berharap Lud yang menjadi sopirnya. Namun kali ini keberuntungan tidak berpihak padanya. Bukan Lud yang menjadi pengemudi ojek tetapi orang lain.

Akhirnya Gendhis benar-benar berangkat dengan menggunakan ojol. Perjalanan sekitar 20 menit, dan dia sampai di kampus pukul 8.30. Masih ada waktu setengah jam untuk menunggu.

Kampus masih lengang, karena kegiatan perkuliahan belum aktif. Hanya ada beberapa mahasiswa S1 dan residen yang terlihat melintas. Gendhis menyusuri bangunan kokoh beberapa lantai itu. Ia hendak menuju ke ruang sidang untuk rapat.

Dalam perjalanan pikiran Gendhis masih melayang pada peristiwa semalam yang membuatnya nyaris tak tidur nyenyak.

Ya elah ... penampakan? Sebegitu mengerikannya aku dan disamakan dengan penampakan. Mbak Kunti ... ih dia cantik, tapi sayang punggungnya bolong. Wewe gombel? Masa mukaku sama kaya nenek-nenek. Apes ... apes! Mak, anakmu dikatain penampakan!

Gendhis terlonjak saat pundaknya ditepuk dari belakang. Lamunannya buyar. Gadis itu menoleh dan mendapati lelaki tinggi berkulit putih menyapanya.

Albert Sinaga namanya. Lelaki berdarah Batak itu tidak pernah menganggap Gendhis aneh. Dia tidak mempermasalahkan kecerobohan Gendhis dan kulit eksotisnya. Menurut Albert, Gendhis seperti dewi fortunanya.

Selalu saja Gendhis tampil sebagai penolong Albert. Pas Albert lupa bawa alat, eh, Gendhis punya alat lebih. Pas mau bikin tugas,dan sekelompok dengan Gendhis, gadia itu dengan sukarela membuatkan atas nama kelompok kecil, sementara Albert bisa menikmati petualangan dengan para gadis yang menggandrunginya. Karena itulah, Albert menjadi teman baik Gendhis di kampus di saat teman-temannya jengah dengan kecerobohan Gendhis.

"Ngelamun aja?" sapa Albert.

Melihat Albert yang menyapanya, Gendhis langsung mewek, dan mengadakan sesi konseling pribadi yang sudah sangat dihafal oleh mahasiswa itu.

Albert duduk di kursi sebelah Gendhis. Memperhatikan wajah kusut sahabatnya.

"Albert!" Bibir Gendhis melengkung ke bawah membuat Albert mendorong wajah Gendhis yang mendekat.

"Stop it! Jangan kasih lihat wajah jelekmu!"

"Tuh kan, jelek. Baru semalam dikatain mirip penampakan!! Wuaaaaa!" Suara Gendhis membuat seluruh mahasiswa yang sudah ada di ruang itu memandang ke arah Albert dan Gendhis. Buru-buru Albert memelototi Gendhis dan membungkam mulut gadis itu dengan tangannya.

Albert pun menarik Gendhis duduk di serambi depan ruang kuliah.

"Ih, kau ini!" Logat Batak Albert keluar. "Orang bakal mikir aku gangguin kamu tahu nggak sih!" desis Albert.

Gendhis menurunkan tangan Albert dan kemudian lelaki itu mengusapkan telapak tangannya ke celana kainnya.

"Be, salivaku toksik banget ya? Kok kamu langsung usap gitu?" tanya Gendhis yang cepat sekali terdistorsi perhatiannya.

"Ih, jorok kali, Ndhis! Baru tahu nih ada cewek sejorok kamu. Berubah dikit napa? Pantes cowok pada anti sama kamu." Mendengar itu, bibir Gendhis langsung maju 5 cm membuat Albert terkekeh. "Kali ini mau curhat apa lagi?"

Mata Gendhis berbinar. Memang walaupun terbilang playboy, Albert yang paling mengerti Gendhis. Hanya saja di antara semua cowok, entah kenapa Gendhis sama sekali tidak menaruh hati pada Albert. Padahal, semua teman-teman cewek di kampus sering memandang iri Gendhis karena terlalu dekat dengan lelaki itu.

Gendhis pun mengubah posisi duduk mendekat ke arah Albert. Dengan tatapan mata yang sendu, dia mulai sesi curhat kilatnya. Mulai dari pertemuan dengan Lud, pindahnya Gendhis di kontrakan yang ternyata sebelah rumahnya adalah rumah kontrakan Lud, tentang kecelakaannya dan tentang kejadian semalam saat mendengar Lud mengatakan melihat penampakan.

Albert tidak bisa menahan tawanya dari awal Gendhis bercerita sampai akhir. "Jadi, si cowok itu bilang ada penampakan pas lihat kamu?"

Gendhis mengangguk-angguk. Bibirnya masih melengkung. "Gendhis, Gendhis. Stalker banget sih! Dia risih tahu nggak?" komentar Albert terus terang.

"Jadi, bener dia risih dan bilangin aku penampakan saking nggak sukanya?" tanya Gendhis dengan tatapan polos.

Albert hanya mengendikan bahu, tak bisa menjawab. Karena kalau menjawab terus terang, ia yakin akan melukai hati teman baiknya.

Gendhis menghela napas panjang. "Nasib ya, Be. Bener-bener deh, aku kayanya jadi perawan tua. Jomlo legend bener!" keluh Gendhis, dan ia pun menyudahi sesi curhatnya.

"Mau sama aku?" tanya Albert disambut decihan Gendhis.

"Buat jadi dayang para selirmu?" Gendhis memicingkan mata tak suka. "Sepertinya kamu jadi pilihan terakhir kalau nggak ada cowok lagi."

Albert tergelak. Rayuan tak mempan pada gadis manis berkulit eksotis itu. Gendhis memang sudah mengenalnya sebagai laki-laki yang suka bergonta-ganti pacar.

Tiba-tiba Albert menjentikkan jari. Mata sipitnya membelalak, dan dengan senyuman merekah dia menarik dagu Gendhis menghadap ke wajahnya.

"Apaan?" tanya Gendhis tak antusias.

"Kamu kan bilang, kalau si Belud atau siapapun namanya itu tadi kasih nomer hp karena udah nabrak kamu. Kenapa nggak hubungi dia aja?" saran Albert berapi-api.

"Hubungi buat apa?" Gendhis malas menanggapi.

"Hubungi kalau kamu terluka parah akibat kecelakaan itu. Katanya kalau kamu butuh apa-apa suruh hubungi nomernya. Ya udah sekalian aja kerjain dia. Lagian siapa suruh menyakiti hati temanku yang baik hati dan tidak sombong ini." Albert mengelus rambut tebal Gendhis.

Gendhis mengerjap dengan mata besarnya yang berbulu lentik. Binar suka cita kembali muncul dari matanya.

"Ide bagus." Tapi sesaat kemudian, Gendhis menunduk. "Tapi itu bohong, Be. Kamu mau aku jadi pendosa. Dosaku dah tumpah ruah kemana-mana, masa harus ditambahin lagi?"

"Ya elah. Ini nggak bohong kali. Tuh liat tanganmu lecet gitu. Bilang aja tanganmu lecet, kakimu sakit, Daisy Duck juga lecet, makanya kamu butuh pertanggung jawaban. Kalau dia cowok jantan, pasti nggak akan menjilat ludahnya sendiri," kata Albert seperti setan yang membisikkan ajakan tak baik.

Gendhis memicingkan mata, melihat dalam-dalam iris hitam kelam Albert. "Kamu Albert Sinaga kan? Atau jangan-jangan setan? Tapi nggak ada tanduknya atau ekornya."

Albert berdecak malas. "Ya udah, kayanya saranku sia-sia deh!"

"Tapi Be, saran setan itu emang menggiurkan, ya?" kata Gendhis cepat-cepat.

"Jadi?"

"Jadi ..." Gendhis memandang Albert, "cus hubungi dia!"

Dan akhirnya, Gendhis menerima tawaran jahat dari Albert. Dia mengambil gawai dan mencari nomor kontak Lud. Dengan cepat jemarinya menyentuh deretan huruf qwerty untuk menuliskan pesan di WA nya.

[Gendhis]

Pagi Mas Lud, apa kabarnya? Ini aku Gendhis, yang kemarin Mas tabrak. Masih berlaku kan janji Mas?🙄

Gendhis mengirimkan pesan itu dengan wajah yang puas. Dalam hati, dia berharap agar Lud termakan dalam jebakannya, dan ia mempunyai waktu untuk pendekatan kepada pria itu.

Lama tak ada balasan, bahkan sampai rapat berakhir dan Gendhis hendak melanjutkan persiapan lainnya untuk menyambut mahasiswa baru, tetap saja tak ada tanggapan. Sampai akhirnya pukul 12.05, saat Gendhis dan teman-teman panitia ospek makan siang di kantin kampus, tanda pesan WA masuk berbunyi.

[Belud]

Janji yang mana?🤔

Gendhis berdecih. "Langsung banget, nggak pakai basa basi. Nyapa met siang dulu kek." Gendhis pun langsung mengetikkan balasan mumpung Lud terlihat sedang online.

[Gendhis]

Janji yang disuruh hubungi kalau butuh sesuatu.

[Belud]

Emang kamu kenapa?

[Gendhis]

Aku kan kemarin kamu tabrak, Mas ...

[Belud]

Aku lihat baik-baik saja.

[Gendhis]

Kapan lihatnya?

[Belud]

(typing)

Gendhis berdecak karena Lud terkesan lama mengetik. Sampai akhirnya balasan datang.

[Belud]

Nggak sengaja tadi pagi lihat pas kamu berangkat kuliah.

[Gendhis]

Idih ... perhatian ya ternyata... Jadi terharu ...😭🤧

Tidak ada respon dan terpaksa Gendhis mengetik pesan lagi.

[Gendhis]

Aku terpaksa naik ojol karena aku nggak bisa nyetir. Motorku rusak dan tanganku keseleo.

[Belud]

Ya udah ke dokter. Motorku bawa ke bengkel. Biayanya berapa aku transfer.

[Gendhis]

Eits, aku nggak butuh duit. Aku butuh sopir yang bisa nganter kemana-mana pas gini.

[Belud]

Ada sopir ojol ....

[Gendhis]

Ya udah deh, kayanya Mas Lud emang mau jilat ludah sendiri. Biar kutanggung semua sendiri.

[Belud]

Maksudmu?

[Gendhis]

Kupikir Mas bener - bener mau tanggung jawab kalau aku ada apa - apa akibat kecelakaan itu. Ternyata ....

[Belud]

Iya ... ya, aku tanggung jawab. Jadi aku harus ngapain?

[Gendhis]

Jadi sopir pribadiku selama aku sakit. Deal?

[Belud]

(typing)

[Gendhis]

Gimana nih deal apa nggak? 🙄

[Belud]

Iya

[Gendhis]

Kalau gitu entar jemput aku di FKG jam 3 ya, Mas. 😉

***

Di seberang, suara Lud menggema di seluruh pujasera di area kampus. Semua orang memandang ke arah lelaki yang sedang memelototi gawainya sambil mengumpat karena tak sengaja masuk dalam jebakan gadis berkulit eksotis itu.

.
.

Lud yang terkena jebakan belut

💕Dee_ane💕💕

Ikuti juga kisah teman2 Gendhis
furadantin as Clary

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro