Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🦄10. Rumah Clary🦄

Gendhis termenung sendiri di dalam kamarnya. Ia ingin memberi kabar sukacita  pada sahabat baiknya, Clarisa Wanda yang lola itu. 

Bergegas Gendhis turun ke lantai bawah setelah mandi sore. Dengan langkah ringan khas Gendhis yang selalu bersemangat, dia menghampiri rumah Clary di depan. Gadis itu mengetuk pintu depan dengan tak sabar. Terdengar langkah tergopoh semakin mendekat, diikuti bunyi derik daun pintu yang sedikit susah terbuka karena bergesekan dengan lantai.

"Hih, aku kira siapa! Ayo masuk!" Tanpa disuruh Gendhis sudah menyeruak masuk dan memilih langsung masuk ke kamar Clary. Kamar itu sungguh rapi dan bersih, membuat nyaman yang memasukinya.

"Eh, mana nenek sihir?" tanya Gendhis langsung mendaratkan pantatnya di ranjang yang empuk membuat badannya terpental naik turun.

Clary paham yang dimaksud oleh Gendhis. "Pergi bentar. Arisan? Ngrumpi? Entahlah ... " jawab Clary dengan mengedikkan bahunya. Gendhis hanya manggut-manggut mendengar jawaban Clary. Niatnya selain curhat, dia ingin mendekati ibu tiri jahatnya Clary. Siapa tahu bisa menjadi pasien kakak kelasnya.

"Cla, aku ada kabar gembira loh!!" kata Gendhis memulai sesi curhatnya. Dia mengambil posisi nyaman dengan bersila di atas kasur dan memeluk bantal di dadanya.

"Kabar gembira apa?" Clary mengernyitkan alisnya. Dia menduga Gendhis akan bercerita panjang kali lebar kali tinggi. Mengingat kemampuan otaknya yang tak begitu baik dalam mencerna informasi, setidaknya dia harus menyediakan telinga dahulu untuk menampung, sehingga dia bisa sedikit demi sedikit mengolah apa yang informasi yang didengarnya.

Clary akhirnya memilih duduk di ranjang, di depan Gendhis. Dia menyediakan mata, dan telinga untuk memperhatikan cerita yang menurut teman baiknya itu kabar baik.

"Mau tahu aja, apa mau tahu banget?" tanya Gendhis dengan menaik turunkan alis.

"Banget!" jawab Clary antusias.

"Gini, siapin hati dan otak ya! Jangan lama-lama loading-nya dan jangan kaget loh." Mata Gendhis semakin terang dengan binar harapan. Dia berdeham sejenak, mengatur pita suaranya untuk menyampaikan kabar sukacita itu. "Cla, gila nggak sih? Aku kan jadian sama Lud. Trus tiba-tiba orang tuanya mau ngelamar aku!" Gendhis berbicara dengan semangat empat lima, tapi yang diajak bicara ....

.
.
.
Untuk sesaat tak ada tanggapan. Wajahnya datar, tak ada bias keterkejutan sama sekali. Melihat respon Clary yang biasa saja, spontan Gendhis kecewa. Dia selalu tampak heboh sendiri, dan Clary selalu bersikap datar. Mungkin, tingkat kelolaan Clary semakin parah seiring berjalannya waktu. Gendhis menghela napas kasar

"Ngelamar buat Lud?" Satu tanggapan, dan itu membuat Gendhis bertambah kesal.

Gendhis berkerut kening seketika. "Buat kakeknya!" Suara Gendhis terdengar geram yang tertahan.

"Hah? Kamu dapat kakek-kakek?" Clary ternganga tak percaya. Kontan Gendhis menepuk jidat. Bicara dengan Clary kadang butuh kesabaran tingkat tinggi.

"Ya buat Lud, Cla! Masa iya aku mau sama kakek-kakek? Cakep-cakep koyo ngene?" Gendhis menggertakkan geligi gemas sambil kedua tangannya mengepal bergetar di samping kedua pipi Clary.

"Ooo! Beneran mereka mau ngelamar?" tanya Clary lagi yang dijawab anggukan Gendhis berulang kali dengan sangat yakin.

"Gimana, kabar baik banget, kan? Akhirnya predikat jomblo legend-ku lenyap. Oooh, terharu aku!" Gendhis lega, akhirnya otak lola Clary menangkap informasi penting yang disampaikannya.

Clary ikut mengangguk-angguk bingung. Kapan mereka pacaran? Apa Lud tidak terpaksa? "Kok cepet banget? Lud sehat, kan?" Gendhis memasang muka datar yang gusar. Bayangkan dibilang Lud tak sehat karena menjadikan Gendhis pacarnya.

Gendhis mengembuskan napas kesal. Kenapa semua orang seolah tak mendukungnya. Papanya sempat ragu dan Clary pun demikian. Apakah aneh seorang Lud bersanding bersama Gendhis? Apakah Gendhis tak pantas bagi Lud?

"Claryyyyyy!!! Kamu sama aja kaya Papa deh!" sergah Gendhis dengan pandangan tak suka. Wajahnya sudah tertekuk dan kusut seperti pakaian yang belum disetrika.

"Ya aku kan takut kamu salah pilih ... kayak aku. Mana tahu Lud punya kelainan sampai cepet-cepat dinikahin gitu," terang Clary berusaha menenangkan Gendhis.

Gendhis menepuk jidat untuk kedua kali. "Dia pejantan tangguh, kok." Suaranya setengah berbisik. Matanya celingak celinguk. Sambil mendekatkan mulut ke wajah Clary, gadis yang tak pernah kehabisan energi itu melanjutkan kata-katanya, "Mami pengen kami bikin banyak anak ...."

Clary terbengong heran. Apalagi sekarang Gendhis cekikikan sendiri dengan mata menerawang. Ia mulai khawatir dengan kesehatan rekan lamanya ini.

"Kok tahu dia penjantan tangguh?" Ia ikut-ikut berbisik seolah takut orang lain ikut mendengar girls talk mereka.

"Hehehe, nebak aja," jawab Gendhis sambil garuk-garuk kepala dan memberikan cengiran maksimal. Wajahnya mulai terlihat ragu.

"Cek dulu, Ndhis. Siapa tahu dia ACDC. Sakitnya tu di sini!" Clary menepuk dada. Mata Gendhis mulai bergoyang. Clary hafal, itu artinya ia tengah berpikir.

"Gimana ngeceknya Cla? Aku kan polos. Xixixi kamu lola gitu ternyata gercep masalah gituan. Tolong bimbing saya master." Gendhis memberi penghormatan ala-ala pendekar kungfu.                     
    
"Hah? Apa maksudmu minta bimbing aku? Aku harus ngecek Lud?" Mata Clary melebar maksimal. "Nggak mauuuu!""

"Kok nggak mau? Emang cara ngeceknya kaya apa?" Gendhis tak paham maksud Clary, dan justru Clary yang kini bingung.

Clary mengerucutkan bibir. Alisnya mengernyit ke pangkal hidung mencoba memaksa otak lemotnya bekerja lebih ekstra. Diketukkan jari telunjuk di bibir monyongnya seolah memaksa ide keluar. "Dicobain sama seseorang kali, ya?" Mata Clary berbinar bisa melontar satu ide yang dianggapnya brilian.

"Gilaa Clary!" pekik Gendhis semakin gusar.

"Kok gila?" Clary heran usulnya tak diterima oleh gadis manis itu.

"Lha itu kamu bilang dicobain? Gimana nyobainnya?" Clary semakin bingung.

"Nyobain apa maksudnya?" Gendhis kini yakin kalau dirinya telah salah mendatangi orang.

"Maksudmu dicobain apa?" Dan sekarang Gendhis yang ikut terserang kelemotan otak Clary. Gendhis menjadi was-was, semakin lama disitu Gendhis bisa terjangkit virus lola temannya.

"Dicobain tanya ke orang yang tahu. Emang kamu ngebayangin apa?" Dengan nanar, Gendhis menatap mata bening Clary. Ia baru sadar si polos ini pasti tidak berpikiran aneh-aneh. Sekarang mengapa ia yang merasa menjadi manusia mesum?

Otak Gendhis memang sering berkhayal yang bukan-bukan. Apalagi ketika Gendhis pernah melihat body Lud yang hot dengan lekukan otot yang terpahat sempurna, membuat kepalanya sering dihinggapi imajinasi liar yang susah dikendalikan.

Gendhis menepuk-nepuk pelipis seraya menelengkan kepalanya berusaha mengusir kemesuman yang mulai menyusup lobus otaknya. "Hih, Cla ... kamu bikin aku jadi omes aja."

"Omes?" Clary justru mengingat nama komedian yang bernama Ananda Omesh.

"Otak mesum, Cla, bukan Ananda Omesh." Clary meringis, tak menyangka sahabatnya tahu apa yang dipikirkan. Dan, Gendhis hanya menghela napas panjang menyadari betapa Clary, teman baiknya ini adalah gadis yang lola dan polos.

Mereka termenung sejenak, masing-masing dengan pemikirannya. Tiba-tiba suara Clary memecah kebisuan mereka. "Ndhis, kalau pacarmu selingkuh, kamu bakal ngapain?"

Melihat mata yang redup milik Clary, Gendhis merasa ada yang tidak beres dengan hubungan sahabatnya dengan sang pacar.  "Heh! Kalo aku, nggak pake mikir, Cla. Langsung putus, cari yang lain!"

"Tapi papanya Iyud udah kasih uang ke Mama buat nikahan. Trus uangnya dikembaliin?" kata Clary lirih.

"Iya, kembaliin aja! Kita nggak butuh merendahkan harga diri demi uang. Iyo nggak?"

"Iya, sih." Gendhis memeluk Clary erat. Setidaknya Gendhis menganggap pelukan seorang sahabat bisa meringankan penat di hati Clarisa Wanda.

***

Sewaktu hendak pulang, saat keluar dari kamar, Tante Suwi, sang mama tiri Clary sudah ada di depan televisi dengan mendekap setoples nastar buatan anak tirinya. Melihat Tante Suwi wajah Gendhis berubah semringah. Ia mendekati Tante Suwi dan mencium punggung tangan yang berlumuran remahan nastar.

"Sore, Tante." Dengan sopan Gendhis menyapa perempuan bertubuh gemuk itu. "Baru pulang dari mana tante, kok cantik banget dandanannya?" Mulailah rayuan gombal Gendhis menjaring mangsa dilancarkan.

Tawa Tante Suwi menggelegar memenuhi ruangan. "Kamu bisa aja Gendhis. Ternyata mulutmu manis kaya wajahmu, Nduk!" Tante Suwi mencubit dagu Gendhis gemas. Gendhis hanya memberikan cengiran kuda yang tanggung sambil matanya melirik ke arah Clary yang heran melihat Gendhis begitu akrabnya dengan sang mama tiri.

"Tante tahu nggak, biar Tante tambah cantik, Tante harus perawatan gigi juga nih. Biar kalau senyum ... wow ... kinclong! Semua mata memandang ke arah Tante," kata Gendhis merayu dengan mimik yang meyakinkan.

"Oya?" Alis Tante Suwi yang digambar tak simetris kanan kini itu naik ke atas.

"Iya, Tante. Kalau Tante mau, Gendhis bisa rekomin kakak kelas Gendhis yang top markotop. Calon dentist nge-hits beberapa tahun ke depan."

"Kenapa bukan kamu?" Clary ingin meledak tawanya mendengar Tante Suwi justru ingin dirawat oleh Gendhis. Mengingat kecerobohan Gendhis, bisa saja gigi yang sakit sebelah kanan yang dibor atau dicabut sebelah kiri.

"Gendhis belum saatnya co-ass, Nte. Tapi tenang aja. Gendhis akan menjadi asistennya kok." Gendhis menepuk pundaknya dengan bangga.

"Baiklah. Beritahu Tante, kapan saja Tante siap," ujar Tante Suwi. "Gretong kan?" bisiknya lagi.

"Pasti, Tante!" jawab Gendhis mantap. "Kalau gitu, Gendhis pulang dulu. Dinikmati lagi nastarnya, Tante."

Biar giginya banyak yang bolong .... ujar Gendhis dalam hati.

💕Dee_ane💕💕

Mampir juga ke rumah teman Gendhis :
furadantin as Clary "Sang Jomlo Dadakan"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro