Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[] Teror

Teror
Oleh: Ntrufayme

[] Horror x Comedy []

•••

Matahari perlahan tenggelam di peraduannya. Memancarkan sinar kuning kemerahan yang membuat suasana alam terasa lebih tenang. Terlihat beberapa burung beterbangan kembali ke sarangnya. Terdengar juga suara anak-anak burung menyambut kedatangan sang induk yang seharian mencari makanan untuk mereka.

Di sebuah tempat yang begitu nyaman berdiri sebuah rumah mini malis dengan warna yang serba putih dan dihiasi beberapa taman bunga di sekitar lingkungannya. Terdengar suara sedikit riuh yang memecahkan keheningan sore ini. Tampaknya penghuni rumah tersebut tengah berbincang-bincang.

"Kami akan kembali besok pagi," ucap seorang wanita tua yang sedang membereskan beberapa barang ke dalam tas hitam.

Tak jauh dari wanita itu, berdiri seorang gadis yang tengah bersender di tiang pintu.

"Jangan lupa kunci pintu, kalau ada yang datang lihat dari jendela, baru buka pintu," sambung wanita tua itu memberi pesan.

Gadis yang sedang bersender hanya mengangguk pelan. Ia kemudian berjalan meninggalkan wanita di hadapannya.

Dengan langkah yang santai, gadis yang bernama Lussie Andini Ratih berjalan menuruni anak tangga menuju ke dapur untuk mengambil minuman dan juga beberapa makanan untuk ia taruh di dalam kamar nanti malam. Ia berbelok ke kanan, menuju kulkas. Saat hendak membuka pintu kulkas, Lusie mendadak terdiam, jantungnya seolah berhenti berdetak. Aliran darah mengalir dengan kencang. Dari bayangan pintu kulkas, Lusie melihat ada sesuatu dibelakang-Nya.

Ia menarik nafas, lalu menghembuskannya. Perlahan ia memutarkan badan, dan...

"Daaaarrr!"

Lusaie tercekat, tubuhnya kaku untuk beberapa detik. Ia sontak memukul anak yang berdiri di hadapannya sekarang.

"Kamu ya dek, kebiasaan."

"hahahahahahaha." Adiknya tertawa dengan puas melihat ekspresi sang kakak yang terlihat sangat takut. Ia segera berlari menuju lantai atas

Lusie mengabaikan tawa sang adik. Ia lalu mengambil sebotol air minum, tak lupa dengan beberapa piring buah.

"Lussie ... aku menemanimu malam ini," ucap sang adik dengan nada rendah dari tangga. Ia mencoba mengganggu sang kakak kembali.

"Hih," gerutu Lussie

Ia kembali berjalan menaiki tangga menuju ke dalam kamar nya. Ia tak sengaja berpapasan dengan sang ibu yang baru saja selesai membereskan barang-barangnya.'

"Kamu jaga adikmu ya."

"Iya ibu."

Dari kejauhan sang adik muncul kembali dan berkata,

"Ibu yakin memintanya untuk menjagaku? Menjaga dirinya saja ia tak sanggup hahahaha."

"Eren!" ujar Lussie dengan nada kesal.

Sang adik lantas menutup pintu kamarnya sambil terus tertawa.

"Udah-udah, berantem terus. Ibu berangkat dulu kalau gitu" wanita tua yang di ketahui adalah Ibu dari Lussie pun pamit.

Keduanya lalu berpisah. Ibu Lussie menuruni anak tangga menuju garasi mobil, sementara Lusie kembali berjalan menuju ke dalam kamarnya. Ia segera menutup pintu kamar dan gorden, serta menyalakan apa saja yang memancarkan cahaya.

Tak lupa ia segera duduk di kasur dengan selimut yang telah menutupi seluruh bagian kakinya. Ia tak sebegitu mendengar suara dari kamar sang adik. Namun, dengan samar-sama tampaknya Eren tengah menyetel sebuah musik dengan suara yang sedikit keras.

*****

Jam terus berputar, saat itu menunjukkan waktu pada pukul 19.45 WIB. Suasana rumah berubah menjadi sepi. Kamar adiknya juga tak lagi terdengar suara musik. Lusie terbangun dari tidurnya. Ia merasakan kesunyian di sekitarnya, hanya ada suara jangkrik dan katak yang saling bersahutan di luar sana. Rasanya sangat aneh berada di ruangan tersebut.

Lusie berdiri dari kasurnya , ia mengambil sebuah jeruk lalu mengupasnya. Ia duduk di bangku yang sering kali ia gunakan untuk belajar. Dia melihat wajahnya dibalik kaca miliknya. Mencoba memandangi betapa cantiknya dirinya malam itu. Dengan rambut panjang, alis yang sedikit tebal dan juga pipi yang terlihat memerah, menambah kesan cantik kala itu.

Sembari memakan jeruk yang telah ia kupas, Lusie mencoba mengecek Hp nya, barangkali ada notifikasi yang telah ia lewatkan seharian ini.

"Gak ada," ucapnya.

Ia lalu beranjak dari duduknya dan kembali memeriksa jam disamping-Nya. Ia sangat heran, tumben sekali sang adik sudah tertidur di kamarnya, karena sama sekali tak terdengar suara sedikit pun.

"Syukur deh, bisa tenang kalau begitu" batinya Lussie

Tak lama setelah itu terdengar suara hujan dari luar. Lusie membuka gorden kamarnya, terlihat hujan sangat deras. Suasana semakin mencekam, udara dingin mencoba masuk melalui celah-celah kecil kamarnya. Ingin rasanya ia membangunkan sang adik saja, tapi mana mungkin ia bisa bangun. Apalagi kondisi kamarnya yang sudah terkunci rapat.

Lusie kembali duduk, kali ini ia duduk di pinggir ranjang. Rasanya bosan jika hanya berdiam diri di dalam kamar. Sebenarnya suasana seperti ini lebih enak di habiskan dengan menonton film, tapi hanya ia sendiri yang saat ini masih terbangun.

"Arrgghhhhhh" Lussie merebahkan badan nya ke kasur miliknya.

******

Tutt tutt....

Ponsel miliknya tiba-tiba berbunyi, terlihat satu panggilan masuk. Lusie segara mengambil ponsel tersebut dan mengangkatnya.

"Hallo?"

Tak ada jawaban.

"Dengan siapa ya?"

Masih tak ada jawaban.

Berhubung masih saja tak ada respons dari penelepon, Lussie akhirnya mematikan sambungannya. Ia kembali merebahkan badanya, tapi sesaat kemudian bel rumah berbunyi dibarengi dengan ketukan pintu.

Lusie bangkit dari tidurnya. Perasaannya sedikit was-was. Antara takut dan juga sedikit penasaran. Ia mencoba untuk tetap berpikir positif, kemudian membuka pintu kamar dan berjalan keluar.

"Eren?"

Lusie memanggil sang adik dari luar seraya mengetuk pintu kamar sang adik. Berharap Eren terbangun dan mau menemaninya mengecek orang yang ada di luar sana. Namun, setelah beberapa lama ia berdiri, sang adik tak ada jawaban juga. Karena tak ingin tamu tersebut menunggu lama, ia segera bergegas ke bawah.

Saat hendak membuka pintu, ia teringat pesan sang ibu untuk mengintip terlebih dahulu dari balik jendela.

Bulu kuduk Lussie meremang. Ia tak begitu berani untuk mengintip keluar. Untuk beberapa saat ia hanya berdiam dibalik pintu, sementara di luar sana sosok itu terus mengetuk pintu dan juga memencet bel rumah.

Setelah mengumpulkan sedikit keberanian, Lusie mencoba mengintip dari jendela. Betapa kagetnya dia saat menyadari sosok berjubah hitam berdiri di teras rumah membelakanginya. Sosok itu terlihat berbadan besar dan juga tinggi. Lusie menutup mulutnya agar tak berteriak.

Perlahan, kakinya mundur ke belakang. Ia berusaha untuk tidak menimbulkan suara sehingga sosok yang berdiri di depan sana tak mengetahui kalau di rumah ini ada orang. Sekarang ia bingung harus berbuat apa, sementara rasa takut terus saja menghantui pikirannya.

Lusie teringat kalau sang ayah menyimpan sebuah balok besar di bawah tempat cucian piring. Sekarang ia terpikir, mungkin ini alasan mengapa sang ayah selalu menyimpan kayu di dalam rumah. Yah, paling tidak untuk berjaga-jaga seperti ini.

Tok tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar pelan ,tetapi sangat nyaring. Lussie semakin terlihat panik. Ia terus berusaha menemukan balok kayu milik ayahnya. Hingga akhirnya ia menemukan balok tersebut di bawah meja makan. Lusie mencoba meraihnya, tetapi ia merasakan sebuah tangan memegangi pundaknya saat itu.

Ia berbalik dan mengarahkan balok itu ke arah belakang.

"Aiihh kamu"

Ternyata sosok yang memegangi pundaknya itu adalah sang adik yang terbangun karena suara bel yang terus berbunyi.

"Kamu mendengarnya?" Lusie bertanya

Sang adik mengangguk pelan. Mereka lalu duduk di bawah meja dan mencoba untuk tetap tak bersuara.

Blep

Listrik mendadak padam. Eren sontak memegang tangan sang kakak dengan erat. Sementara Lusie terus mencoba untuk menenangkan sang adik. Ia sembari merogoh saku celananya, mengambil ponsel yang sempat ia bawa turun ke bawah. Setelah itu, dinyalakan lampu dari ponsel tersebut.

Suasana semakin mencekam. Hujan juga terus saja turun dengan deras. Di luar, sosok itu masih saja terlihat berdiri di teras rumah sambil terus mengetuk pintu dan menekan bel rumah.

"Siapa sih kak?" tanya Eren di sela takutnya.

"Gakk tau," balasab sang kakak yang masih terlihat sedikit takut

Tiba-tiba ponsel milik Lussie berbunyi kembali. Dengan nomor yang sama seperti tadi, panggilan itu masuk kembali. Namun, saat Lussie mencoba berbicara seorang yang berada pada panggilan itu, langsung menutup sambungannya.

Blep

Lampu kembali menyala. Keduanya terlihat sedikit lega. Lusie meminta sang adik untuk membawa bongkahan kayu satunya. Mereka berjalan mendekati pintu. Sang adik memastikan dengan mengintip dari jendela. Sayangnya, tak ada siapa-siapa di luar sana.

Dengan memberanikan diri, Lussie membuka pintu depan. Kosong. Tak ada siapa-siapa di luar. Lantas, siapa yang tadi berdiri di depan teras rumahnya?

Mata Lussie menatap sekeliling. Tak satu pun ia melihat bayangan atau apa saja yang ada di sekitarnya. Di luar masih saja hujan, tak mungkin ada orang yang kesini. Tetangga-tetangga nya juga terlihat sepi semua, tampaknya mereka sudah tertidur pulas dibalik selimut masing-masing. Sesekali ia menggosokkan tangannya untuk mendapatkan energi panas yang bisa menghangatkan suhu badanya. Sementara sang adik berdiri ditengah pintu sambil terus memandang sekeliling.

Dari kejauhan, Lussie melihat jejak sepatu yang cukup besar di teras bawah. ia lalu berjongkok seraya terus memastikan bahwa itu adalah jejak manusia. Namun, tak seharusnya ada tamu yang berkunjung disuasana dan juga jam yang sudah cukup larut seperti ini. Apalagi hujan juga masih cukup deras.

Kresek

Terdengar suara beringsik dari tanaman yang tak jauh dari hadapannya saat ini. Lussie berdiri menatap sang adik, keduanya diam untuk beberapa waktu. Tiba-tiba muncul sosok hitam tersebut dari balik semak. Lusie dan sang adik lantas segera berlari. Keduanya menutup pintu dengan sangat kencang kemudian menaiki anak tangga.

Jelegar!

"Huwaa."

Lussie dan sang adik berteriak sangat kencang dibarengi suara petir yang sangat keras dan juga kilatan putih yang cukup terang. Saat itu juga, ia melihat bayangan hitam memantul ke dapur. Bulu remangnya semakin berdiri, ia memeluk sang adik yang sudah tak bisa berbicara lagi karena rasa takut yang ia rasakan.

Mereka kembali melangkah, menuju ke dalam kamar. Lussie langsung menutup rapat pintu kamarnya, sementara Eren langsung menutupi dirinya dengan selimut milik sang kakak. Keduanya saling berpelukan karena takut. Nafas Lussie sedikit tersengal, ingin rasanya ia menelepon sang Ibu.

Saat hendak membuka ponsel, lagi-lagi nomor yang sama tadi kembali menelepon. Lusie berteriak, lalu menutup ponselnya.

*******

Sinar matahari mencoba masuk melalui ventilasi jendela. Terdengar sayup-sayup angin menderu di luar sana. Suasana masih tampak dingin dengan sisa air yang berjatuhan dari atas genting. Lussie terbangun, tak terasa mereka berhasil melewati malam mencekam dengan selamat. Ia memandangi sang adik yang terlihat masih pulas dengan tidurnya. Kemudian dia berdiri dan membuka gorden kamarnya.

Lusie lalu mengambil ponsel miliknya, terdapat lebih dari sepuluh panggilan tak terjawab dari nomor yang semalam dan juga ada satu pesan yang masuk melalui Whattsap-nya. Lussie membuka pesan itu lalu membacanya.

"Selamat malam. Maaf mengganggu waktunya. Saya Anton, Kurir yang menghantarkan paket di rumah Anda tadi malam. Saya memohon maaf bila mana saya telah membuat saudara panik dan ketakutan, itu bukan maksud saya. Alasan mengapa saya semalam terus mengetuk pintu rumah karena seseorang yang menitipkan paket untuk Anda meminta saya untuk segera menghantarkan kepada Anda. Disisi lain, saat itu hujan cukup deras, fikir saya ada baiknya jika saya menumpang untuk meneduh sejenak, karena begitu banyak paket yang juga saya bawa malam itu. Saya memohon maaf telah mengganggu waktu Anda. Sementara ini, paket Anda saya bawa kembali, karena ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan"

Lussie lantas tertawa membaca pesan dari kurir tersebut. Jadi sedari malam sosok yang berdiri di depan teras tersebut adalah kurir paket yang juga menumpang untuk meneduh. Kalau aja ia tahu, tak seharusnya ia dan sang adik harus sembunyi-sembunyi dan menahan takut malam itu.

Ia lalu keluar dari kamar dan mengecek ke depan. Memang benar bawah jejak sepatu itu adalah jejak milik manusia. Sekarang bagaimana caranya ia harus membersihkan teras rumah yang terlihat sangat kotor ini. Setidaknya sebelum sang ibu pulang.

"Kak?" panggil Eren

Lusie menoleh.

"Apa masih ada yang aneh kak?"

Lusie terdiam sejenak. Ia lalu meninggalkan adiknya. Eren menatap kakaknya

"Sepertinya dia yang aneh," ucap Eren.

Tamat

[] Gempita Shastra []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro