Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[] Sang Kiai dan Rahasianya

Sang Kiai dan Rahasianya
Oleh: annanyous

[] Action x Drama []

•••

Pesantren Darul Khairat, pesantren yang sudah berdiri sejak ratusan, maaf, puluhan tahun ini kalau dilihat dari luarnya seperti lingkungan pesantren dengan pagar di luar bangunan didalam pada umumnya. Tapi begitu masuk, maka akan ditemukan pesantren seperti biasa.

Bukan itu istimewanya, pesantren ini dipimpin oleh seorang Kiai yang terkenal karena perlakuan baik dengan bengisnya. Sebut saja beliau adalah Kiai Sahal Abdullah, Sang Kiai bukannya jahat. Hanya saja wajahnya membuat orang yakin beliau adalah mantan ketua preman pasar yang tobat setelah masuk pesantren dan mendalami ilmu agama sebelum akhirnya menjadi seorang Kiai.

Sang Kiai adalah seorang perantau dari Banjarmasin, walau begitu ia sudah berapa kali menetap, hanya saja selalu berakhir pindah kembali. Saat tinggal di Kalimantan Tengah, ia terpaksa pindah karena perang antar suku di pulau Kalimantan. Sang Kiai sudah pernah menggariskan takdirnya di berbagai kejadian luarbiasa. Luarbiasa kelam, karena dahulu Kiai adalah bagian dari para pemuda yang memberontak bahkan tega membunuh yang bukan sekutu.

Semua itu hanya masa lalu, sekarang sang Kiai adalah sang Kiai. Ia memimpin para santri dengan bijaksana seperti biasanya. Walau demikian tetap ada saja halangan dari dunia luar tentang caranya mengajar dan tentang betapa tuanya pesantren tersebut.

Seperti hari ini, Sang Kiai harus berhadapan dengan rentenir dan makelar bangunan serta orang-orang yang mengaku pemilik dari tanah pesantren tersebut. Sudah berbagai cara mereka membujuk, menyeret, bahkan menarik keluar sang Kiai dari tempat bersemayamnya tersebut. Sayangnya sang Kiai bagaikan akar yang tidak mau lepas dari dalam tanah bahkan setelah pohonnya dirobohkan.

Konon katanya sudah berbagai santet yang dikirimkan untuk Kiai, tapi nihil, Sang Kiai masih bisa menertawakan kebodohan orang yang mengirimkan santet padanya. Menurut gosip warga setempat, Sang Kiai bisa memakan semua kiriman santet padanya tanpa merasa sakit sama sekali.

"Lah memakan gimana? Dikira santet makanan," tuturnya sebelum tergelak di hadapan wajah santri yang tadi menceritakan soal santet tersebut. "Kalau saya makan santet, saya gak bakal kenyang dong cuma makan angin yang bawa santet."

Sang santri cuma garuk-garuk kopiahnya, mau bagaimanapun pria yang akrab disapa Abah Kiai oleh banyak santrinya itu ada benarnya.

"Kamu lebih percaya santet dari saya, Gus?"

Santri bernama Gusnawan itu segera menggelengkan kepalanya. "Enggak, anu, abah. Tadi cuma gak sengaja denger gosip tetangga saya." Jelas Gusnawan.

Sang Kiai cuma bisa geleng-geleng kepala. Sudah banyak anak yang mulai tidak mengaji karena gosip semacam ini. Mulai dari katanya pesantren itu banyak hantunya. Lalu hutan yang di dekat pesantren itu pernah punya kejadian mengerikan. Sampai-sampai pada gosip yang sangat mengada-ngada dimana Abah Kiai memelihara seekor naga untuk menjaga pesantren.

Semakin majunya teknologi, semakin sempit pemikiran warga. Karena melihat manusia berkostum penyelamat bumi, imajinasi mereka terhadap gosip-gosip tersebut juga ikut berkembang. Untung saja mereka tidak membayangkan kalau pesantren tersebut bisa terbang, setidaknya dengan begitu sang Kiai tidak menganggap para warga itu gila.

Namun warga tidak tahu satu hal tentang Kiai-nya, sang Kiai adalah seorang pendekar yang tangguh. Dan malam itu adalah buktinya.

Malam itu, agak larut setelah sholat Isya menjelang tengah malam. Sang Kiai yang berencana melaksanakan shalat tahajud harus kedatangan tamu yang menjadi salah satu tamu tidak diundang dan tidak disukainya.

Ketika itu sang Kiai baru selesai merapikan tempat yang akan digunakannya untuk shalat tahajud sebelum mendengar sebuah salam terdengar dari arah luar. Ia keluar dari ruang masjid, sebelum mengedarkan pandangan kearah ujung luar pesantren tepat kearah sesosok manusia yang diduganya adalah seorang pria dengan pakaian serba hitam, topi hitam, dan masker hitam.

Kalau sang Kiai adalah penggemar fasion, ia pasti sudah kagum dengan cara pemuda itu berpakaian. Tapi nyatanya sang Kiai tidak begitu, lihat saja pakaian sederhana yang dipakainya. Hanya selembar kaos tipis sudah kusam, celana hitam panjang yang belum di cuci dua hari dan peci yang jarang lepas dari kepala. Sang Kiai buru-buru menghampiri tamunya itu, walau dengan jalan tergopoh-gopoh karena sudah tua. Ia membukakan pintu pagar sebelum akhirnya berdiri berhadapan dengan pemuda tersebut.

"Walaikumsallam, maaf saya telat jawabnya." Ucap sang Kiai. Tapi pemuda itu tidak bereaksi, ia hanya mengucapkan salam tadinya seolah memancing sang Kiai untuk keluar dari sarang sebelum menantangnya.

Mata sang Kiai akhirnya menatap pemuda itu dengan tatapan was-was. Ia menyimpitkan matanya sedikit, menatap mata dibalik masker dan topi pemuda tersebut. Entah mengapa sang Kiai seperti mengenal pemuda tersebut.

"Bercanda, saya gak kenal sama sekali sama dia." Batin sang Kiai.

Tangan orang itu bergerak ke sakunya, menarik sesuatu keluar dan yang dapat sang Kiai tebak kalau orang ini nampak benar-benar akan membunuhnya karena benda di saku pemuda itu adalah sebilah pisau. Bukan pisau dapur yang biasa Gusnawan gunakan untuk memotong ikan hasil tangkapannya di tambak yang tak jauh letaknya dari pesantren. Tapi benar-benar pisau yang digunakan untuk membunuh orang lain, bagaimana sang Kiai tau? Karena sudah pernah melihatnya.

"Kalau mau melawan saya, jangan disini. Kita mundur sedikit ke tepi hutan sana. Kasian kamu, nanti repot harus menyeret mayat saya ke pinggir sana buat di kuburkan." Saran sang Kiai pada pemuda yang nampaknya tidak peduli itu.

Tanpa aba-aba pemuda itu menyerangnya, berusaha menyabetkan pisau tersebut pada bagian manapun di tubuh sang Kiai. Namun, kelihatannya pemuda itu salah lawan karena sang Kiai tiba-tiba mundur dengan refleks cepat yang sama. Sang pemuda terkejut, begitu juga sang Kiai terlihat dari bagaimana astagfir yang keluar dari mulut sang Kiai.

"Haish kamu ini, sudah saya bilang di pinggir sana." Ucap Sang Kiai menunjuk pinggiran hutan. Lagi-lagi pemuda itu mengabaikannya sebelum mencoba menggoreskan pisau itu pada tubuh sang Kiai yang berhasil ditepis dengan cepat.

Sang Kiai mundur hingga membentur pagar, tepat ketika pemuda itu hendak kembali menyerangnya, pisau yang terangkat tinggi itu hampir menembus pundak sang Kiai sebelum sang Kiai lagi-lagi menghindar membuat kausnya robek terkena hunusan pisau. Pisau itu menancap di pagar cukup dalam, membuat gerakan pemuda itu terkunci seketika.

Mata pemuda itu terbelalak, begitu juga sang Kiai. Sang pemuda kaget karena pisaunya yang menancal di pagar, sedangkan sang Kiai khawatir bagaimana harus memperbaiki pagar tersebut nantinya.

Tanpa aba-aba pemuda itu mengarahkan tinjunya membuat sang Kiai terdorong kebelakang. Tinju itu tepat mengenai pipi sang Kiai, walau nampak lebam tapi sang Kiai manis bisa menahannya. Ia hanya khawatir harus menjelaskan bagaimana lebam ini tercipta di usianya yang kemarin lusa baru masuk kepala tujuh pada santri-santrinya nanti.

Sang Kiai tidak menghindari serangan-serangan itu sekarang. Ia membiarkan pemuda itu mencoba menghajarnya, sampai akhirnya pemuda itu nampak kelelahan. Sang Kiai juga kelelahan, bagaimanapun juga ia sudah tidak muda lagi. Tulang-tulangnya bisa lapuk dan patah kapan saja karena usia.

Melihat pemuda itu mulai kewalahan, sang Kiai akhirnya mengirim serangan balas menggunakan peci miliknya, menampar si pemuda dengan peci tersebut. Entah angin darimana, tamparan peci tersebut membuat pemuda itu meringis kesakitan. Bagaimana tidak, sang Kiai memukulnya seperti orang kesetanan. Menurut sang Kiai, pecinya ini punya kekuatan ajaib karena dijatuhkan dari ketinggian bangunan apapun, pecinya tidak akan rusak.

Pemuda itu kembali menyerang sebelum kembali ditangkis. Bahkan tanpa terasa mereka sudah mundur ketempat yang sang Kiai inginkan. Dan disaat itulah sang Kiai yang merasa diuntungkan, tak ayal langsung mengunci gerakan pemuda itu dengan cepat sebelum membantingnya ketanah. Membuat pemuda itu lagi-lagi mengerang kesakitan.

Nampaknya kali ini sang pemuda menyerah, ia salah pilih lawan walau sang lawan sudah dimakan usia. Sang Kiai membuka masker pemuda tersebut dan tentu saja ia tidak mengenal pemuda itu, tapi satu hal yang Kiai tau, pemuda itu kiriman dari warga yang kesal karena Kiai belum juga angkat kaki dari pesantren.

Ia menepuk pipi milik pemuda tersebut yang nampak lebam karena kekuatan pecinya. "Kamu, nanti tolong sampaikan sama yang ngirim kamu kesini." Ucap sang Kiai pada pemuda setengah sadar tersebut.

"Bilang sama mereka, yang bikin babak belur itu naga peliharaan pesantren. Oke?" Ucap sang Kiai.

Begitu sang Kiai melepas kunciannya pada pemuda tersebut. Pemuda itu berlari tergopoh-gopoh meninggalkan sang Kiai dengan pesan yang harus disampaikannya pada sang tuan bahwa barusan ia bertarung dengan seekor naga.

Dan sejak hari itu, rumor soal naga pesantren semakin tersebar luas. Tidak ada lagi tamu misterius, hanya saja banyak rentetan pertanyaan bertubi para santri yang kaget melihat wajah guru mereka lebam sebelah dan ada pisau yang menancap di pagar. Sang Kiai cuma bisa bilang kalau malam itu ada naga yang berusaha menghancurkan pagar pesantren dan mengatakan naga itu juga akan menyerang para santri jika mereka tidak mau mengaji.

Alhasil para santri menjadi taat dan turun lebih sering dari biasanya. Sedangkan sang Kiai hanya bisa tertawa, karena rumor salah itu bisa jadi bumerang untuknya mengajak para anak di desa tersebut menjadi santri yang lebih taat dalam mengaji dan tidak lupa beribadah.

Tamat

[] Gempita Shastra []



















Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro