TWO
"Putri Mosca, bangun. Putri Mosca, bangun. Waktunya olahraga. Waktunya olahraga."
"Putri Mosca, bangun. Putri Mosca, bangun. Waktunya olahraga. Waktunya olahraga."
Airy menggeliat. Dia membuka mata perlahan, lalu menyipitkan mata ke sosok robot hitam di dekatnya. "RH2-22, kau cerewet sekali."
"Putri Mosca ...."
"Iyaaa, aku bangun!"
Airy ingin sekali menendang sang robot, tetapi kemudian sadar bahwa dia sendirilah yang mengatur cara bicara RH2-22. Sambil mengacak-acak rambutnya yang cokelat lurus sepinggang, bibir gadis itu memperdengarkan derai tawa bernada geli.
Dia bisa membayangkan wajah kusut dan masam Aira, setiap dibangunkan oleh gaya bicara yang diterapkannya di RH2-22. Mata abu-abu Airy menatap ke sekeliling. Ruang tamu tampak rapi. Meja pun telah bersih kini.
Airy ingat sekali bagaimana kacaunya ruang tamu semalam. Pandangannya kemudian membentur pada lembaran kertas-kertas dialog dan naskah film tentang pahlawan-pahlawan super yang dia baca tadi malam.
Gadis itu meraih tumpukan kertas yang telah tersusun rapi di tepi meja. Lantunan musik klasik terdengar dari ruang tengah. "RH1!"
Suara mesin berbunyi halus saat si robot pengurus rumah perlahan meluncur mendekat. "Apa perintahmu, Airy?"
"Pesankan sarapan untukku."
"Aku telah memesannya. Itu akan tiba dalam beberapa menit lagi."
"Baiklah. Kau boleh lanjutkan tugasmu. Oh, kumohon, ganti musiknya!"
"Segera dilaksanakan, Airy." RH1 kembali meluncur ke arah ruang tengah.
Tak lama kemudian terdengar instruksinya. "Mainkan daftar lagu Airy." Lantunan musik penuh energi pun terdengar kembali memenuhi ruangan.
"RH9, lanjutkan penyedotan debu ke ruangan lain."
Suasana semakin riuh oleh suara musik yang cukup keras ditambah bunyi desis yang keluar dari robot pengisap debu. Benda itu pun mulai lagi bergerak maju dengan lampu berkedip-kedip bercahaya biru.
Airy mengabaikan naskah, lebih terlihat fokus memandangi lembaran dialog di tangan dengan saksama. Dia sudah hapal isi naskahnya sekaligus skenario setelah membaca hampir semalaman. Kepala gadis itu mengangguk-angguk mengikuti lantunan lagu kesukaan.
Airy
Airy memutar bola mata saat mendengar suara Aira di dalam kepalanya. Gadis itu diam-diam memaki bakat bawaan yang membuat dia selalu terhubung dengan Aira.
Telepati sialan!
Hei, aku dengar itu!
Airy mendengkus tanpa mengalihkan perhatiannya dari kertas berisi dialog di tangan. Dia terus membolak-balik lembaran.
Ada apa lagi? Aku masih harus menghafal dialog. Sebentar lagi Sasha datang menjemputku dan kami akan pergi ke tempat syuting.
Aku bertemu calon kakak iparmu di dalam lift museum. Dia seksi dan tampan yang mampu menghangatkan dinginnya ruangan!
Gerakan tangan Airy pun sontak terhenti seraya menelengkan kepala. Mata gadis itu pun mengerjap-ngerjap jenaka. Segaris senyuman usil terbit di bibirnya.
Aww ... staf baru?
Sepertinya begitu. Aku baru kenalan tadi, tapi belum tahu dia staf di bagian mana. Lelaki itu terkesan misterius. Namanya Sora.
Hmm ... jika kau ingin mendapatkan persetujuanku tentang si pemikat hatimu yang baru itu, aku harus melihatnya dulu. Perlukah aku datang berkunjung ke situ?
Tentu. Datanglah. Seperti biasa, bantu aku mendapatkannya.
Oh, ayolah. Aku sudah membantu dan memberimu contoh berkali-kali bagaimana cara menggoda dan merayu. Kaulah yang selalu membuat mereka kabur pada akhirnya. Gunakan keseksianmu, bukan kecerewetan dan kecerdasanmu, Aira.
Aku selalu kehilangan kata-kata setiap ingin menggoda atau merayu lelaki tampan! Kau tahu itu! Soal mereka yang kabur, itu bukan salahku! Salahkan mereka yang berpikir terlalu lamban dan bodoh saat membuat kesalahan, terutama dalam hal berbohong!
Aira, bagaimana kau bisa hidup tanpa aku, huh? Aku selalu harus membantu masalahmu untuk mendapatkan kekasih.
Pertanyaan sama juga berlaku untukmu, Saudari Lebih Muda Lima Menit. Ingat, siapa yang sibuk menggantikan posisimu saat kau harus menghindari kejaran mantan-mantan serta para penggemarmu yang gila?
Airy memutuskan mengakhiri komunikasi melalui pikiran mereka dengan tawa kecil disertai suara mendengkus dari hidungnya. Dia kembali fokus ke lembaran kertas tanpa lagi berminat membalas kalimat terakhir dari Aira.
***
Airy baru saja keluar dari ruang ganti diikuti Sasha. Asistennya itu berambut ikal diikat satu, mengenakan blus lengan pendek dilapisi mantel krem dan celana panjang senada, berjalan di sampingnya sambil membacakan agenda.
Airy sendiri memakai atasan hitam yang hanya menutupi bagian dada, serta rok panjang senada dengan belahan samping sepanjang paha, yang dilapisi oleh mantel panjang berbulu berwarna sama. Saat melangkah santai, Dia menangkap sosok manajernya, si Mata Duitan Viktor, yang tengah berjalan cepat dengan langkah gemulai dari kejauhan.
"Airy Kesayanganku. Kau tahu, aku baru saja dapat telepon dari Dominik. Kau dapat tawaran iklan mobil pintar versi terbaru. Mobil terbang!" Mata hijau Viktor berbinar. "Kau tahu berapa angkanya? Itu seharga ...."
"Lewatkan saja. Kau tahu aku tak suka membintangi iklan." Airy menjawab seraya mengeloyor pergi, meninggalkan si manajer berambut klimis begitu saja.
Tak hilang akal, Viktor membalik badan dan berusaha mengejar Airy. Dia bahkan mengabaikan senyuman dan sapaan aktris dan aktor yang melewatinya.
"Dengar, Sayang, kau ...."
Airy menghentikan langkah secara mendadak, membuat Viktor sontak membentur belakang tubuhnya.
"Aww!" seru sang manajer sambil mengusap-usap ujung hidungnya yang terkena bagian belakang kepala Airy.
Airy berbalik, menatap setengah enggan pada Viktor. "Aku katakan sekali lagi. Aku. Tidak. Mau. Main. Iklan. Titik. Aku harus segera pergi ke museum. Aira butuh bantuanku." Dia menoleh ke Sasha. "Pergi dan minta Karl untuk segera menjemput kita."
Tanpa disuruh dua kali, Sasha segera meraba mantel, merogoh dan meraih ponsel dari saku. Dia pun buru-buru menelepon sambil melangkah cepat meninggalkan Airy dan Viktor sebelum terlibat ketegangan di antara kedua orang itu.
Viktor menyorotkan tatapan protes beberapa lama, hingga akhirnya memutuskan memejam sejenak dan menghela napas panjang. Dia tahu, berdebat dengan Airy tak akan pernah menang.
Gadis itu tersenyum tanpa rasa bersalah sambil menaik-turunkan kedua alisnya ketika Viktor kembali membuka mata. "Nah, kuanggap kita sudah sepakat lagi soal ini. Baiklah. Aku pergi dulu!"
Airy pun berbalik kembali, lalu melenggang pergi. Tinggallah sang manajer yang memilih diam menatap punggungnya, mengernyit kesakitan mengusap-usap dada yang sebenarnya tak nyeri.
***
Meski mata terpejam, tetapi Airy bisa mendengar ocehan Sasha yang tengah mengobrol dengan Karl. Sesekali dia menyunggingkan senyuman saat menangkap nada suara asistennya itu terkesan sangat berusaha menggoda sang sopir.
"Karl, kau harus berikan Sasha kesempatan paling tidak satu kali untuk berkencan, atau dia akan terus memberimu kode yang sebenarnya cukup dimengerti, tetapi kau pura-pura tak memahami," celetuknya tanpa membuka mata.
"Apakah sejelas itu, Airy?" sahut sang sopir sambil tertawa kecil tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan di depannya.
Sasha menyembunyikan wajahnya yang memerah. Dia kini justru memilih sibuk melihat-lihat ponsel sebelum kemudian terperangah saat menyadari sesuatu.
"Mmm, Airy, aku lupa, kau ada temu janji dengan Zigor. Dia mengajakmu makan malam bersama. Bagaimana ini? Apa bisa kita ke museum setelahnya saja? Kau tahu, dia lelaki yang rumit."
Airy spontan membuka mata lebar, hampir mendelik ke arah Sasha. "Zigor? Si aktor pendatang baru itu? Dia mengundangku makan malam bersama? Kau menerimanya?"
Sasha menelan ludah dengan susah payah. "Dia memutuskannya begitu saja saat menelepon tepat ketika kau sedang syuting. Dia bilang kau akan setuju. Kau tahu, Zigor adalah keponakan pemilik rumah produksi film yang kau bintangi saat ini. Aku takut menyinggungnya jika salah bicara."
"Katakan padanya, teruslah bermimpi karena aku sedikit pun tak berminat makan malam dengannya."
Sasha pun memilih diam-diam mematikan ponselnya tanpa lagi berani berkata-kata.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro