Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

THIRTEEN

"Oh, aku ingat!" seru Yury. "Autumntia! Tom menyebut tentang Autumntia, tempat yang dia kunjungi saat berada di Maple World!"

Aira mengangguk. "Ya, kau telah memberitahuku soal itu, tetapi Tom tidak bilang jika dia menemukan artefak ini di sana, bukan?"

"Memang tidak, tetapi bisa saja, bukan? Tom mengunjungi Maple World dan menemukan artefak di sana, lalu memutuskan membawanya ke Maplearth secara diam-diam. Entah untuk tujuan apa, tetapi setidaknya ini menguntungkan bagi kita." Yury menyentuh lengan Aira, meremasnya lembut.

"Bukankah ini artinya pemikiran kita benar, soal benua lain selain Hiddenland, itu kemungkinan besar adalah Autumntia, yang disebut Tom sebagai tempat keajaiban. Tempat tinggal ras manusia yang berbeda dengan kita, yang memiliki sulap atau sihir seperti yang kulihat di Maplearth."

Airy balas meremas jemari Yury. "Jika itu benar, maka semua masuk akal. Tentang alasan kenapa pihak atas di Rozcozmoz menyingkirkanmu setelah merampas artefak milikmu ini. Hiddenland menyembunyikan suatu fakta tentang benua lain, yaitu Autumntia. Pasti ada suatu rahasia besar yang mereka telah rahasiakan dari kita semua."

"Hanya satu yang tak kumengerti."

"Apa?" tanya Aira dengan suara lirih.

Yury memandanginya intens. "Siapa yang mengirimkan artefak ini kepadamu. Jika ini sebenarnya harus dirahasiakan, lalu pihak mana yang menginginkan informasi tentang artefak ini?"

"Pihak yang juga sama seperti kita? Ingin mencari tahu soal benua lain selain Hiddenland?"

Yury menjentikkan jari di depan wajah Aira. "Tepat sekali! Itu dia!"

Aira mendesah. "Sepertinya aku harus menanyakannya pada Sora, tentang siapa yang mengirimkan artefak ini sesungguhnya."

Di saat bersamaan, Airy melangkah ke ruang tamu dengan wajah merengut. Sora berjalan di belakangnya, layaknya seorang bocah yang penurut.

"Nah, akhirnya kalian ke sini. Diskusi kalian sepertinya tidak lancar saat di kamar?" ledek Yury.

"Aira! Aku mau tidur di kamarmu!" sungut Airy mengabaikan nada meledek dari Yury sambil menjatuhkan diri ke sofa di samping Aira.

Sora duduk di hadapan mereka sambil terus memandangi Airy. "Kau mau aku bagaimana lagi? Aku sudah berjanji tak akan pernah lagi menemuinya atau pun mempercayai semua kata-katanya. Biar pun dia bilang akan mati saat ini, aku tak akan pergi ke rumahnya. Ini masih belum cukup?"

"Pokoknya aku tak ingin tidur denganmu malam ini!" sentak Airy. Dia meraih lengan Aira dan menarik-nariknya laksana anak kecil yang manja. "Aira, aku mau tidur denganmu!"

Yury berdecak-decak sambil memperhatikan Airy dan Sora. "Kalian yang bermasalah, kenapa aku dan Aira yang harus ikut menderita?"

"Salahkan dia!" tunjuk Airy ke arah Sora dengan raut wajah sebal.

"Kau kekanakan," gerutu Sora pelan.

"Lihat?!" Airy sigap menegakkan punggung sambil menoleh ke Sora. "Kau mulai kasar padaku!"

Mulut Sora membuka dengan ekspresi seakan tak percaya. "Jelaskan definisi kasar yang sebenarnya seperti apa, Sayang?"

Airy menyipitkan mata. "Tak usah berlagak sok manis."

Sora menatap Aira. "Aku tak sanggup bila terus begini. Kau temani adikmu. Yury, kau bisa tidur denganku atau tidur di sofa ruang tamu, terserah!" Dia baru saja hendak beranjak ketika Aira menghentikannya secara mendadak.

"Tunggu, Pak Direktur. Maksudku, Sora. Bisakah kau memberitahuku, siapa pengirim artefak ini?"

Sora mengangkat bahu. "Papaku. Kau seharusnya tahu. Dia hanya mempercayaimu untuk segala sesuatu mengenai benda bersejarah museum." Usai berkata itu, dia pun berlalu.

Di saat Aira dan Yury saling berpandangan, Airy malah justru mencoba mengamati artefak. "Ini apa? Buku?"

"Artefak."

Airy mendengkus. "Tentu saja aku tahu, Tuan Mantan Astronaut. Maksudku, bentuknya ini sepertinya menyerupai buku, eh, lebih tepatnya kitab? Apa yang menarik dari benda ini?"

"Sudah larut malam, kita sebaiknya tidur saja." Aira segera beranjak, meninggalkan sofa sambil menarik lengan Airy.

"Selamat malam," ujarnya pada Yury sambil memberi senyuman dan kecupan jauh.

Yury pun memberi balasan yang sama. "Selamat malam, Bintangku. Tidurlah yang nyenyak. Semoga mimpi indah."

Airy mendengkus. "Kalian norak dan menyebalkan!" Dia ganti menarik lengan Aira, mengajaknya melangkah lebih cepat meninggalkan Yury sendirian di ruang tamu.

***

2 Februari 2222, dini hari di Mosca.

Suara gemuruh terdengar di dini hari, disusul desingan-desingan keras, lalu tanah yang bergetar hebat. Langit terlihat terang bercahaya ketika kilat-kilat cahaya kecil dari meteor menghujani Mosca, menghantam banyak bangunan, tanah bersalju, semua benda di lokasi terbuka, tanpa terkecuali pula pepohonan di hutan lebat.

Kaca-kaca gedung pecah, meledak bersamaan dengan bunyi alarm mobil yang nyaring memecah sunyi. Kerikil-kerikil berhamburan masuk menembus bangunan, menciptakan aroma hangus dari kobaran api.

Gelombang kejut pun seketika menulikan beberapa saat. Para warga yang tengah keluar, juga hewan yang sedang berada di luar sarang terpental kuat. Api, asap, dan debu hitam dengan segera menyelimuti hampir di semua penjuru kota terpadat.

Lampu-lampu kota mati seketika. Mosca seketika berubah menjadi lumpuh dan gelap gulita. Semua mesin dan segala yang menggunakan sumber daya listrik mendadak berhenti berfungsi tanpa daya.

Kepanikan mulai melanda. Jeritan bercampur teriakan dan tangisan terdengar di mana-mana. Mobil-mobil saling bertabrakan, juga alat-alat transportasi lain terganggu dan bahkan ada yang terhenti begitu saja, tanpa diketahui nasib orang-orang di dalamnya. Sebagian manusia tampak tewas bergelimpangan di jalan raya.

Di kedalaman hutan Mosca, pohon-pohon pun turut terkena, terbakar, berderak patah, dan tumbang. Hewan-hewan liar terlihat kaku tak bergerak, bergelimpang.

Benda-benda di dalam kabin banyak yang berjatuhan dan rusak seketika. Sebagian atap runtuh berikut dinding serta kaca-kaca jendelanya.

Aira terbangun, terbatuk-batuk dalam kepulan asap debu di kegelapan. Meski sempat kebingungan, dia pun segera menyadari keadaan. Gadis itu menekan salah satu tombol di jam tangannya untuk membuat sedikit pencahayaan.

"Airy! Bangun! Gempa!"

Airy terbangun dan gelagapan seketika. "Hah?! Gempa?!"

Belum sempat Aira merespons, mereka dikejutkan lagi oleh suara atap yang kembali runtuh berikut kaca-kaca jendela, hancur berserakan. Kerikil-kerikil menembus masuk dari atas, menciptakan lubang berdiameter empat atau lima sentimeter pada lantai kayu menyisakan asap mengepul, bau terbakar, dan debu beterbangan.

Aira yang berhasil menghindari reruntuhan bersama Airy, bangkit terbatuk-batuk lagi sambil berusaha menutup hidungnya dengan kain baju bagian lengan. Dia menatap samar ke bagian atas dan ke sekeliling sisa hunian.

Airy pun melakukan hal sama. "Gempa?! Lalu itu tadi apa?! Batu dari luar angkasa?! Kita diserang alien dari planet mana?!"

Aira mendekatkan mulutnya sambil menekan tombol kecil di jam tangan. "RC! Bangun! Apa yang terjadi?!"

"Aku mendeteksi serpihan-serpihan asteroid jatuh ke hampir semua lokasi di Hiddenland dalam berbagai ukuran. Menurut situasi saat ini, bungker adalah pilihan teraman untuk ...."

Aira hanya seakan mendengar suara dentuman dari jauh disusul guncangan hebat lagi, serta hilangnya kontak dengan RC7-11. "RC! RC! RC7-11, bangun!"

"RC mati?!" teriak Airy panik dalam tangis.

Aira berusaha menahan rasa nyeri di kepala, dada juga sesuatu yang menyekat tenggorokannya. "Kita harus ke bungker. Lekas, Airy!"

"Kita harus mengecek Sora dan Yury dulu!"

"Mari kita cek bersama!"

"Tidak! Kita berpencar saja biar lebih cepat! Aku akan cek Sora di kamarnya! Kau pergilah mengecek Yury di ruang depan!" teriak Airy.

Tanpa ingin berdebat, Aira segera memimpin jalan sambil memberikan penerangan. Mereka berusaha secepat mungkin keluar kamar, lalu berpencar menuju target masing-masing sesuai yang direncanakan. Keduanya berlari terhuyung-huyung dalam intensnya guncangan.

"Sora!" teriak Airy sambil setengah berlari, meraba-raba dinding yang tersisa, menuju kamar lelaki itu.

Namun, setibanya di sana, tangis gadis itu pun pecah saat melihat kondisi Sora yang tak bergerak dengan mata terpejam dan tubuh tertimpa tiang di antara reruntuhan. Airy hanya bisa menjerit memanggil nama lelaki itu sambil berusaha mengguncang-guncangkan tubuhnya. Tidak ada sahutan, bahkan tak ada tanda-tanda kehidupan.

"SORA!"

"Airy!" Aira muncul tiba-tiba dari belakang, berusaha menariknya menjauh dari tubuh Sora. "Kita ke bungker! Sekarang!"

Airy hanya bisa merasakan tarikan di lengannya dalam keremangan cahaya dari jam tangan Aira. Matanya samar terus memandang ke arah tubuh Sora. "Sora mati! Sora mati!" Dia masih terus menjerit histeris.

"Ya, begitu juga dengan Yury!" Suara Aira terdengar serak bergetar. "Hanya ada kita berdua sekarang! Dengarkan aku! Kita harus selamat! Kau dengar?!" Diam-diam dia bergidik dan bersyukur karena Airy memutuskan tidur bersamanya malam ini. Karena, jika tidak, bisa terbayang apa yang akan terjadi.

Airy hanya bisa menangis tersedu-sedu sambil membiarkan Aira menariknya pergi. Dia bahkan tak sempat melihat apalagi menanyakan di mana letak posisi tubuh Yury. Mereka segera berlarian di antara guncangan dan riuhnya suara atap dan tiang yang mulai runtuh semuanya kini.

Baru berhasil keluar kabin, mereka segera diserbu oleh hujan debu, tanah yang terbelah, dan gempa yang belum berakhir. Aira tak mau membuang waktu.

"Ke bungker! Ikuti aku!" teriaknya sambil terus berlari..

Airy menurut dan pasrah mengikuti. Mereka melewati RC7-11 yang meski terlihat mulus tanpa kerusakan, tapi sekilas tak menunjukkan tanda kehidupan sama sekali. Bersama Aira, keduanya langsung menuju pintu bungker di sisi kiri.

Namun, jalur masuk ke bungker ternyata sudah terbakar dengan lubang hitam berasap pula. Mereka tak mungkin menyentuh pintu, apalagi membukanya.

"Lari! Kita pergi saja dari sini!" ujar Airy terengah.

"Tunggu! Aku tak bisa meninggalkan RC!" teriak Aira.

"RC sudah mati!"

"Kita belum tahu pasti! Aku akan menghidupkannya kembali!"

"Kau sudah gila, Aira!"

"Memang! Tapi aku tak mau kehilangan lagi!"

Airy terdiam kala menyadari suara serak Aira. Sang kakak jarang sekali terlihat mengeluarkan air mata. Kini dia melihatnya.

"Baiklah, ayo kita bawa RC dan kita akan coba menghidupkannya kembali," ujarnya lirih kemudian.

Mereka segera berbalik, kembali lari menuju posisi RC7-11 berada dan segera masuk ke dalamnya. Aira mencoba menyalakan mesin, mengambil alih fungsi dalam mode manual dan ternyata berhasil setelah beberapa kali mencoba.

"Kau akan baik-baik saja, RC. Kita bertiga akan baik-baik saja," gumam Aira dengan suara bergetar.

Airy hanya diam memejamkan mata dan bersandar, tak punya tenaga lagi untuk menyahut. Dia membiarkan semua dalam kendali Aira yang terus berusaha mengebut.

Beberapa kali mobil bergerak oleng karena guncangan gempa. Namun, kesigapan Aira berhasil mengendalikan laju kemudinya. Mereka pun segera melaju meninggalkan hutan pinggiran kota seiring gempa mulai berhenti, tak lagi terasa.

Sepanjang jalan yang mereka lalui penuh pemandangan yang menyedihkan. Aira dan Airy hanya bisa menatap ngeri bercampur kesedihan saat melihat pusat kota dalam kehancuran.

Banyak gedung-gedung dan bangunan-bangunan lain hanya tersisa reruntuhan. Asap dan debu masih terlihat menutupi pandangan. Terlihat masih ada beberapa orang berlarian di jalan, berteriak sambil seakan mencari-cari, serta menangis meminta pertolongan. Mayat-mayat tergeletak, bergelimpangan. Mobil-mobil terparkir sembarangan, bahkan mungkin ada yang sengaja ditinggalkan setelah terkena tabrakan.

Kepulan asap dari rumah-rumah dan alat-alat transportasi yang masih terbakar terlihat di sana sini disertai debu beterbangan. Pusat kota yang biasa ramai oleh mobil-mobil di jalanan, kini berubah jadi pemandangan orang-orang berlarian.

Aira dan Airy hanya mampu memandangi itu semua dalam keheningan. Mobil mereka terus melaju pelan.

Namun, ada hal yang tak disangka-sangka. Aira terkejut tiba-tiba saat mendengarkan bunyi yang sangat nyaring diikuti kemudian suara-suara yang datang bertubi-tubi seakan menyerang telinga dan kepalanya.

"Ah!"

Aira hampir kehilangan kendali saat mendadak bunyi denging diserta rasa nyeri menyerang telinga serta kepalanya. Dia merasakan sesuatu tengah menjalar di bagian belakang leher, di posisi tanda lahirnya berada.

Airy tentu saja segera menyadari hal itu. "Aira, kau kena- ah!"

Gadis itu pun turut merasakan sesuatu di belakang lehernya, disertai nyeri pula di bagian kepala. Namun, tak seperti Aira, dia justru lebih merasakan ada yang berbeda dengan pandangan matanya.

Airy mencoba mengerjap-ngerjapkan mata sambil menahan rasa nyeri di kepalanya. "Aaah!"

Aira makin merasakan sakit luar biasa saat seakan membaca emosi milik adiknya. Dia pun menjerit sambil menahan tangis kesakitan sebelum mempercepat laju mobil agar segera tiba di rumah mereka.

***

Tanda lahir telah berubah menjadi tergambar jelas membentuk simbol gemini, persis seperti yang Aira lihat di salah satu situs web di internet, juga pada bayangan penglihatan yang terbaca olehnya. Aira mengingat ketika dia dan Airy sama-sama saling mengamati bentuk tato yang ada di belakang leher mereka.

Airy berkali-kali memandangi tato milik Aira sambil mencoba mencocokkan dengan gambar yang ada di kertas. "Betul, tato ini sama persis dengan yang kau gambar. Bagaimana bisa kau tahu bahwa ini adalah simbol rasi gemini?"

"Internet." Aira hanya menjawab singkat saat itu. Pikirannya masih berfokus pada apa yang dia alami sewaktu di mobil saat dalam perjalanan menuju rumah mereka.

Sejak seminggu yang lalu, Aira bisa mendengarkan suara-suara atau isi pikiran orang lain. Dia pun menyadari bakatnya seakan menguat, ditambah perubahan tanda lahirnya dan Airy.

Terus terpikir oleh Aira, apa ada keterkaitan dengan simbol rasi gemini? Bila memang begitu, kenapa kebangkitan kekuatan barunya serta perubahan tanda lahir yang kini berbentuk tato itu muncul tak lama setelah bencana asteroid terjadi?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkecamuk di benaknya. Dia bahkan sempat bertanya-tanya apakah pada Airy juga terjadi hal yang sama.

Saat itu Aira belum ingin mencecar sang adik untuk menceritakan tentang apa yang terjadi padanya di saat hampir bersamaan. Dia berencana akan memberitahu pelan-pelan, mengingat Airy masih sedang rasa syok dan penuh kesedihan.

Ketika tiba di rumah pintar mereka, semua hanya tinggal reruntuhan, kecuali garasi, kamar Aira, dan bungker rahasia. Keduanya hanya bisa mencoba mencari dan mengumpulkan apa yang masih bisa berguna.

Beruntung mereka masih memiliki RC7-11, selain kamar Aira yang masih utuh dengan toilet, beberapa peralatan, perlengkapan dapur, minuman serta bahan makanan di bungker kecil, sebuah lemari dengan pakaian yang masih bisa diselamatkan, serta garasi. Keduanya terpaksa harus merelakan para robot asisten yang rusak parah serta harus siap meninggalkan rumah pintar kapan pun meski dengan berat hati. Hidup harus terus berjalan, tak bisa begitu saja berhenti.

Aira paham persis bagaimana arti RH2-22 bagi Airy sejak dulu kala. Dia pun mengerti betapa menderitanya sang adik ketika kehilangan Sora, lelaki yang benar-benar dicinta.

Begitu pula dengan Aira. Tak mudah baginya, membiasakan dan menyadarkan diri, bahwa dia sudah tak lagi bisa melihat atau mengobrol dengan Yury selamanya.

Namun, Aira pun tahu, tak bisa dan tidak mungkin terus menyembunyikan soal rahasia yang selalu dia simpan sendiri. Soal tanda lahir, tato rasi gemini, bakat membaca benda melalui sentuhan, bahkan ditambah lagi, bakat barunya, yaitu membaca pikiran dan emosi orang lain.

Aira tak mau menambah beban pikiran pada Airy. Karena itu, dia memutuskan belajar pengontrolan agar bakatnya bisa terkendali. Termasuk mencoba membangun penghalang atau pelindung pikiran dan isi hati.

Awalnya Aira hampir setiap saat mencoba membayangkan sebuah tembok tebal untuk menjadi perisai pelindung pikiran dan isi hati. Meski beberapa kali gagal, dia pun terus saja berusaha melakukan dengan penuh konsentrasi.

Airy suatu hari memandangi Aira intens cukup lama. "Kau memblokirku ya? Kenapa aku tak bisa mendengar isi pikiranmu sekarang?"

Saat itulah, Aira tahu bahwa dia telah berhasil mengendalikan kemampuannya. Sehingga, tak perlu lagi merasa kesakitan dan tersiksa setiap mendapat serangan bunyi, suara, atau isi pikiran semua orang yang bahkan dirinya tak tahu mereka siapa. Butuh hampir seminggu untuk bisa melakukannya.

Sejak itulah, Aira pun memberitahukan semua rahasia pada Airy dan begitu pula sebaliknya. Dia malah justru dikejutkan pula oleh bakat sang adik yang menurutnya sangat mengerikan.

"Aira, apa rencana kita selanjutnya? Sampai kapan kita bertahan di kamar ini?"

"Sampai kita siap berkelana, menghadapi dunia yang baru."

Airy menaikkan sebelah alisnya. "Maksudmu, aku belum siap? Lalu kita akan bepergian dengan RC7-11 yang belum normal seutuhnya? Ke mana?"

"Ke mana saja dan ya, kau belum siap, sampai kau bisa belajar atau menemukan cara untuk mengendalikan kekuatan pengendali pikiranmu itu."

Airy menyeringai. "Tapi sejujurnya kau menyukai tipuan ilusi dariku, bukan?"

Aira mendesah. "Itu tidak lucu, Airy. Bakat kita tidak seharusnya menjadi alat untuk mempermainkan orang lain, melainkan sebagai pelindung."

Airy menaikkan sebelah alisnya. "Aku memang melakukan itu, bukan?"

Mata Aira sontak menyorot tajam ke arahnya. "Dengan menghipnotis mereka yang bermaksud ingin merampok bahan makanan kita?"

"Bukankah itu lucu? Melihat mereka menari sambil membuka pakaian di jalanan?" sahut Airy enteng.

"Kau bahkan masih membuat mereka berhalusinasi melihat sesama jenis di antara mereka sebagai lawan jenis. Kau gila!"

Airy tergelak beberapa saat, lalu berhenti tiba-tiba. Mata abu-abunya berkilat, bercahaya perak, seakan penuh pesona.

"Kau beruntung, kau bisa melindungi diri dengan perisai pelindungmu dari bakat baruku. Karena, aku bisa melakukan apa pun demi keuntungan atau kebaikan kita, menjaga dan melindungi hak milik kita, serta yang terpenting adalah ... aku akan sangat mampu, membalas berkali-kali lipat pada siapa pun yang berbuat atau berniat jahat. SIAPAPUN."

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro