FOURTEEN
Jatuhnya asteroid ke Hiddenland membuat suhu tanah melonjak drastis, juga gelombang kejut yang kuat sekali. Banyak manusia, terutama hewan, yang tak punya tempat untuk melarikan diri.
Dampak hantaman mengakibatkan letusan gunung berapi, gempa bumi, gelombang laut dahsyat, serta kebakaran di mana-mana. Debu beterbangan, membuat langit menjadi gelap gulita.
Saat matahari tenggelam, suhu pun turun dan menjadi sangat dingin. Panas ekstrem yang dikeluarkan oleh meteor yang diumumkan kemudian sebagai asteroid emas oleh Rozcozmoz, juga menghancurkan bebatuan kaya belerang, sehingga menciptakan hujan asam.
Dingin ekstrem terjadi secara global di mana-mana. Begitu juga di Ruzia. Usai bencana, Mosca bahkan berubah menjadi kota yang hampir mati. Selain kelaparan, hanya ada kejahatan di sana sini.
Yang paling sering terjadi adalah perebutan bahan makanan, obat-obatan, juga perlengkapan kebutuhan hidup lainnya. Selain itu, banyak warga biasa, terutama anak-anak muda, memilih bergabung ke geng besar, atau membentuk geng-geng kecil, demi mempertahankan nyawa mereka sekaligus berlomba untuk menjadi penguasa.
Tak ada yang ditakutkan lagi selain rasa lapar, dingin, dan penyakit di Mosca. Mereka yang beruntung, masih bisa tinggal di rumah atau bangunan layak huni, bisa bernapas sedikit lega meski cukup banyak pula yang hidup serba kekurangan dan seadanya.
Bagi yang tak beruntung, mereka terpaksa hidup luntang-lantung, mencoba mencari makan sebisa mungkin, atau berakhir mati kelaparan di jalanan. Namun, sebagian besar dari warga justru harus merenggang nyawa akibat perampokan, penganiayaan, dan pembunuhan. Lebih tepatnya, mati karena keegoisan.
Manusia sanggup berubah menjadi brutal ketika berhubungan dengan kebutuhan hidup mereka. Banyak orang mempertahankan diri dengan cara apa pun, selama itu bisa memperpanjang kehidupan mereka meski hanya untuk sementara.
Aira mendengar dan mengetahui semua itu dari kamar saja. Dia dan Airy cukup beruntung masih memiliki persediaan makanan dan obat-obatan yang ada di bungker, tetapi tentu saja itu tak akan bisa cukup untuk waktu yang lama. Keduanya harus segera pergi, atau akan berakhir sama, yaitu kematian pula.
Sudah beberapa bulan mereka menghabiskan waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia luar usai bencana. Tentu ini akan berbeda dari sebuah perjalanan biasa. Kemungkinan besar bakal terjadi banyak hambatan dan kendala pastinya.
Meski demikian, itu bukan hal menakutkan bagi keduanya berkat bakat juga kemampuan yang dimiliki kini. Namun, Aira masih mencemaskan Airy, yang belum stabil dan terkadang tak bisa mengontrol kekuatan serta dirinya sendiri.
Airy tak hanya akan berbahaya bagi orang lain, tetapi juga mungkin buat dirinya sendiri. Aira tak mau itu semua terjadi, tetapi sudah waktunya mereka benar-benar harus pergi.
Malam pergantian bulan begitu hening tanpa suara. Hanya ada suara angin di antara guguran salju di pusat kota.
"Kau sudah mengecek lagi semua perbekalan untuk perjalanan kita?" tanya Aira seraya menyuapkan sesendok sup krim hangat ke mulutnya.
Airy mengangguk sambil menunjuk ke arah dua tas ransel besar di pojok ruangan. Dia pun tampak menikmati santapan malamnya. "Semua pakaian kita yang bisa dibawa sudah ada di situ. Sisanya, perlengkapan lain-lain termasuk bahan makanan, camilan, dan minuman sudah ada di mobil. Aku menyisakan sedikit untuk kita gunakan selama kita masih menunggu di sini. Bagaimana menurutmu kondisi RC?"
Aira menghela napas. "Kukira dia akan baik-baik saja. RC mungkin hanya berubah menjadi seperti orang tua yang kadang pikun, tetapi masih bisa mengenali kita. Hanya saja, kita belum dapat mengandalkan dia seratus persen selama di perjalanan nanti. Aku sudah mengisi penuh daya RC, berjaga-jaga jika kita akan pergi sewaktu-waktu. Selama ada matahari, dia akan baik-baik saja. Soal mengemudi, kita bisa melakukannya secara manual bergantian. Itu tak masalah, bukan?"
Airy mengangguk acuh tak acuh. "Selama kita terus bersama. Tenang saja, aku yang akan menjaga kita bertiga."
"Kau dan RC masih tanggung jawabku," balas Aira sambil tersenyum.
Kepala Airy meneleng. Dia menaikkan sebelah alis sambil berdecak-decak. "Kau hanya bisa membaca emosi dan pikiran setiap orang, serta data benda. Kekuatanmu jauh berbeda dengan kekuatanku, Aira. Aku yang lebih bisa diandalkan untuk melindungi kita. Kenapa kita tak pergi saja besok? Lebih cepat bukankah akan lebih baik? Aku sudah bosan di sini terus."
Aira menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tak mau berdebat. Kita lihat saja nanti. Yang jelas, kau harus tetap berusaha belajar mengendalikan diri, Airy. Terakhir kau melakukannya secara lepas kendali malah justru hampir membuat dirimu dan orang lain mati."
Airy melengos. "Itu karena aku belum terlatih. Sekarang, aku sudah jauh lebih baik. Percayalah. Kau tenang saja."
"Ingat, adanya kekuatan, berarti ada tanggung jawab sekaligus juga beban. Jangan pernah menyalah gunakan. Kau tak mau mama dan papa bersedih melihat kita dari surga ketika tahu kita berbuat kejahatan, bukan? Membunuh manusia tidak sama dengan bermain hati seperti yang dulu biasa kau lakukan."
Airy mendengkus. "Iya, aku tahu. Kau cerewet sekali." Dia terdiam sejenak sambil mengaduk-aduk sup krim. Sama seperti Aira, gadis itu pun sebenarnya sedang tak ingin berdebat kali ini. "Aku tak pernah mengira. Aku ternyata merindukan Sasha, Karl, dan Viktor saat ini."
"Mereka teman-teman terdekatmu, bagaimana pun cara kau memperlakukan mereka terkadang, mengaku saja. Mereka selalu memahami dirimu, bukan?"
Airy mengangguk sambil menyuapkan lagi sesendok sup. "Ya, jujur aku mengakui itu. Mereka tetaplah yang terbaik, selain Sora."
"Aku pun tak mengira akan merindukan Dimitri." Aira tertawa pelan. "Aku rindu keceriaan sekaligus kekonyolannya. Ada kemiripan sifat antara dia dan Yury."
"Kita masih belum tahu bagaimana nasib mereka," gumam Airy. "Kita mungkin saja tak bisa melihat mereka lagi. Kenapa semua yang kita sayang selalu lebih dulu pergi?"
"Mungkin agar kita bisa lebih belajar menghargai yang akan datang nanti," jawab Aira singkat.
"Sora .... Aku sangat menyesal. Kenapa aku harus bertengkar dengannya malam itu." Airy memasang wajah muram.
Aira mendesah. "Terkadang takdir memiliki cara sendiri untuk memastikan segala sesuatu berjalan dengan seharusnya, sesuai tujuan yang sudah ditentukan."
Airy menatapnya intens. "Apa tujuan kita dilahirkan? Kenapa kita bisa memiliki bakat aneh yang tak dimiliki manusia-manusia biasa lainnya? Ada kaitan apa antara tanda lahir kita yang berbentuk tato simbol gemini dengan kemampuan supernatural yang kita miliki saat ini?"
Aira menggelengkan kepala. "Aku pun selalu dihantui oleh pertanyaan-pertanyaan itu. Percayalah. Kita mungkin hanya akan menemukan jawaban saat berada di luar sana. Yang jelas, aku berpikir, ini berkenaan dengan sebuah tanggung jawab."
Airy mengernyit. "Tanggung jawab terhadap apa dan siapa?"
Hening sejenak. Aira tampak merenung untuk beberapa saat sebelum menjawab tegas, "Terhadap kehidupan dan manusia-manusia lainnya."
"Maksudmu?" Airy menaruh sendoknya perlahan. "Kenapa harus begitu?"
"Mungkin karena kita termasuk orang-orang terpilih yang bertanggung jawab untuk kehidupan Maple World selanjutnya."
Airy menyipitkan mata. "Kenapa harus kita?"
"Itulah yang harus kita cari jawabannya. Yang jelas, hidup kita di Ruzia dan juga kehidupan di Hiddenland sudah tak akan sama lagi. Kita bisa jadi beruntung atau sial, tergantung pada apa yang akan kita lakukan dengan bakat yang kita miliki sekarang. Menyia-nyiakannya dalam kejahatan, atau memanfaatkannya untuk kebaikan."
Airy mengerutkan kening. "Aku jadi ingat akan ucapan Sora saat kami pertama bertemu."
"Apa?"
"Tentang kenapa seorang yang egois bisa menjadi pahlawan. Sora bilang, dia benci karakter gadis pahlawan di novel Pahlawan-pahlawan Super karena dianggap tak memiliki hati untuk melakukan kebaikan, tetapi malah justru menjadi pahlawan. Dia sempat kaget ketika tahu akulah yang menjadi pemeran gadis itu."
Aira menaruh sendok ke mangkuk yang telah kosong. Dia menyentuh lengan Airy lembut. "Tidakkah itu terdengar seperti dirimu?"
Airy tersenyum tipis. "Kau juga berpikir begitu, bukan? Ya, aku pun kini menyadari, dia telah membicarakan tentang aku saat itu tanpa dia sadari."
Senyum mengembang di bibir Aira kemudian. Dia pun telah membaca apa yang Airy pikirkan.
"Airy, kita sudah bisa berangkat besok. Tujuan kita adalah mencari tempat penuh keajaiban."
***
Aira membawa RC7-11 melaju pelan. Jalanan tampak lengang tanpa terlihat tanda-tanda kehidupan. Bangkai-bangkai mobil terlihat bergelimpangan, terbengkalai, tertutup salju sebagian.
Dari kejauhan Aira dan Airy melihat sekumpulan kecil orang tengah mengerumuni sesuatu dan sebagian lagi memandang ke arah mereka, berdiri menghadang. Keduanya pun saling bertukar pandang.
Aira mau tak mau, terpaksa harus menghentikan mobilnya. Dia bisa mendengarkan apa yang ada di kepala sekumpulan orang-orang yang kemungkinan besar merupakan warga kota.
"Ini tak bagus. Mereka merencanakan sesuatu," gumam Aira.
"Apa yang mereka inginkan?" tanya Airy.
"Kita. Semua."
Airy tentu saja cukup mengerti arti ucapan Aira. "Mereka menginginkan kita dan juga semua yang kita miliki."
"Ya." Aira mencengkeram kemudi dengan kuat. "Mereka telah melakukan sesuatu pada gadis di tengah kerumunan itu."
"Dasar keparat," geram Airy seraya memandang ke arah sekumpulan orang-orang itu. Dia melepas sabuk pengaman. "Jika begitu, serahkan saja padaku."
"Airy." Aira memberinya tatapan penuh teguran. "Mereka warga biasa."
"Mereka bukan lagi warga biasa, ketika sudah memilih menjadi anggota geng!" ucap Airy ketus tertahan.
"Ingat apa yang kau katakan pada Sora soal ...."
Airy menepuk-nepuk bahu Aira pelan. "Tak sepertimu, aku tidak bisa memasang perisai untuk melindungi pikiranku darimu, Saudari. Karena itu, aku sengaja membiarkanmu membacanya agar kau menyetujui perjalanan ini." Dia menyeringai.
Wajah Aira sontak memucat. Dia tak percaya telah terkena tipuan adiknya. "Airy!"
"Hidup akan selalu tentang siapa yang kuat dan siapa yang lemah, Aira. Kekuatan bukan berarti tanggung jawab atau seperti yang kau katakan, beban. Kekuatan adalah hadiah, sebuah berkat, tak selalu hanya ditujukan untuk kebaikan. Itu sangat naif. Kekuatan akan jadi penentu siapa yang layak menjadi pemenang dalam kehidupan. Dan aku memilih untuk menikmati dan menggunakan semaksimal mungkin kekuatanku ... untuk menang."
Airy membuka pintu dan keluar setelah terlebih dulu mengedipkan mata. Tubuh Aira menegang saat membaca rencana yang akan dilakukan gadis itu pada sekumpulan orang yang menghadang mereka.
"AIRY! JANGAN LAKUKAN ITU!"
Namun, Airy mengabaikan seruan Aira. Seperti sang kakak, dia pun merasa lelah karena terus kehilangan orang-orang yang berharga.
Tentu saja gadis itu tak akan membiarkan siapa atau apa pun direnggut lagi darinya. Tidak juga akan dia biarkan orang-orang jahat bertindak semena-mena pada kaum lemah tak berdaya.
"Hei! Kalian! Kemari!" teriak Airy.
Sekumpulan lelaki yang menghadang dan berkerumun segera berjalan menghampiri sembari berteriak-teriak riuh. Sebagian dari mereka membawa senjata dengan penampilan rata-rata begitu kotor dan lusuh.
Airy dan Aira bisa melihat lebih jelas sekarang kondisi gadis yang tadi dalam kerumunan. Baju sobek, darah di wajah dan tubuhnya yang hampir seperti tak berpakaian. Dia tergeletak dalam diam, dengan dua buah lubang peluru di kepalanya.
Sudut kanan bibir Airy sontak menyunggingkan senyuman mengerikan. Mata abu-abunya mulai memancarkan cahaya keperakan seiring tato yang seakan berkilauan.
Aira melihat kilauan tato itu dan tahu persis apa yang telah dan akan terjadi. Hatinya berkecamuk antara ingin membiarkan atau menghalangi.
Namun, saat mengingat apa yang mereka telah lakukan dan dengar dari pikiran orang-orang itu, dia merasa Airy benar kali ini. Ini bukan lagi soal memilih harus bersikap jahat atau berbaik hati.
Karena, pilihan sekarang adalah keadilan yang hakiki. Tentang hidup atau mati. Semua akan berawal dari hari ini.
Airy memfokuskan tatapan ke arah orang-orang yang juga tengah menatapnya. Jari gadis itu bergetar saat menunjuk ke arah tepi jalan raya.
"Yang melakukan hal terkutuk pada gadis itu, pergi ke sana, gali lubang dan kubur diri kalian sendiri hidup-hidup di sekitarnya. Jangan pernah mencoba bernapas. Karena, kalian tak pantas untuk hidup. Yang lain, tunggu dan diam di sini."
Bagaikan mayat hidup, orang-orang yang tadi mengerumuni gadis di tepi jalan kembali ke sana dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Airy tanpa protes. Sisanya hanya terus menatap ke arah Airy seakan menunggu sesuatu.
Aira menggigit bibir menanti apa yang terjadi selanjutnya. Dia hanya mencengkeram kemudi sekuat mungkin.
Tiba-tiba terdengar suara berisik dari pengeras suara milik RC7-11. Aira terkejut dan sontak mengalihkan pandangan.
"RC! Kau bangun? RC! Kau ingat aku?"
"Aira. Aku mendeteksi ... emosi Airy ada di luar batas aman."
Aira hampir memekik kegirangan. "Kau benar! Kita berhasil! Kau sudah bangun, RC!" Dia melongok ke luar jendela mobil. "Airy! RC telah bangun!"
Airy menoleh sekilas. Namun, dia belum selesai dengan orang-orang di hadapannya. "Sejak saat ini, kalian akan menjadi anak buahku dan kakakku, Aira. Kalian akan menurut apa pun yang kami katakan." Dia menunjuk lagi ke arah para pemerkosa. "Sekarang, pergi ke sana dan pastikan mereka terkubur semuanya. Pemerkosa dilarang bernapas di udara yang sama denganku. Kalian mengerti?"
"Mengerti!" sahut mereka bersamaan.
"Lakukan eksekusi!" perintah Airy tegas.
Tanpa menunggu lagi, mereka pergi ke arah para pemerkosa yang tengah sibuk menggali lubang. Airy pun berbalik, berjalan menuju mobil dengan bibir mengembang.
"Pertama, selamat atas bangunnya RC," ujar Airy di jendela ke arah Aira. "Kedua, aku sudah tahu bagaimana cara kita mencapai tujuan kita selanjutnya."
Aira menatap Airy cukup lama sebelum memberi senyuman seakan sebuah persetujuan. "Aku sudah membaca rencanamu dengan jelas. Kau benar. Itu cara yang bagus untuk membantu kita mencapai tempat tujuan kita yang baru."
"Kita bisa menjadi penguasa di Maple World," ujar Airy.
Aira mengangguk. "Kita akan buat semua orang bekerja untuk kita, membangun sebuah dunia yang baru."
"Dengan bakat serta kemampuan yang kita miliki dan kita gabungkan bersama, kitalah sang Penguasa."
Kedua saudari kembar itu saling tersenyum puas sebelum Airy masuk ke dalam mobil, duduk di sebelah Aira. Mereka kemudian memandang ke arah orang-orang yang masih menunggu di luar sana.
"Aira, Airy. Di mana kalian? Data kalian berbeda. Aira! Airy! Data kalian berbeda. Kalian siapa?"
***
Tamat.
27/06/2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro