ELEVEN
"Sasha! Tanyakan apa mereka sudah pergi?"
Airy berkacak pinggang sambil mondar-mandir di ruangan ganti. Sesekali dia melirik ke Sasha yang fokus bicara dan mendengarkan seseorang melalui ponsel di tangan sebelum menoleh ke arahnya.
"Viktor bilang para penggemarmu sudah pergi, tetapi masih ada Andrei, mantanmu yang ke ... ah, nomor berapa aku upa. Dia datang bersamaan dengan Zigor dan sedang mengerubutinya saat ini. Mereka saling bertengkar dan memaksa Viktor untuk membawa mereka padamu."
"Apa?! Katakan padanya, dengan cara apa pun, jangan pernah membiarkan kedua idiot itu mendekatiku atau aku akan memecatnya!"
Airy benar-benar berharap ada Aira saat ini. Karena, semua akan jadi lebih mudah setiap sang kakak datang dan menyamar sebagai dirinya untuk membantu mengelabui.
Namun, Aira masih tetap bersembunyi darinya meski mereka masih saling bisa bertelepati sesekali. Tetap saja, Airy merasa telah ditinggalkan sendiri.
Sasha menatap ke ponsel sambil meringis. Dia menyalakan tombol pengeras suara, lalu perlahan menyodorkan benda itu ke hadapan Airy. Terdengar suara Viktor yang tengah menyumpah-nyumpah di antara teriakan dua lelaki lain. "Kurasa, pesanmu langsung diterima ...."
Airy memandang datar ke ponsel dan Sasha bergantian. Dia meraih benda tersebut dari tangan sang asisten, lalu memutus kontak tanpa berkata apa pun sebelum menyerahkannya kembali. "Kita pergi lewat pintu belakang."
Sasha terperangah. "Tapi ... bagaimana dengan Viktor? Dia ...."
"Dia tak akan mati menghadapi dua lelaki idiot itu! Percayalah padaku! Viktor hanya perlu membuka kancing kemeja atau celana, lalu Andrei dan Zigor pasti akan memilih lari kabur secepat mungkin meninggalkannya. Lekas hubungi Karl! Terserah bila kau mau ikut aku atau menunggu Viktor di sini!"
"Aku ikut!"
Bila sudah begitu, memang tak ada pilihan lain selain mengikuti Airy, mau tak mau. Sasha pun segera menghubungi Karl si sopir sambil terbirit-birit mengikuti langkah sang aktris menuju pintu.
***
Sora menghela napas panjang saat melihat Airy yang berkali-kali mengerang kesal sambil mengacak-acak rambutnya dan sesekali berteriak. Meski demikian, dia tak bisa berhenti memandangi penampilan gadis itu yang terlihat cantik memesona walau hanya dalam balutan celana panjang jin biru serta kaus putih lengan panjang tanpa kerah dengan bagian leher membuka lebar sebatas ujung pundak. Terlihat sederhana kali ini, tetapi anehnya tetap memikat, hingga mampu membuat jantung lelaki itu menggila dalam detak.
"Aira sialan! Dia bersembunyi di mana sebenarnya?! Aku tak percaya kita bahkan belum bisa menemukan kakak idiotku itu selama berhari-hari!"
"Tenanglah," sahut Sora terus berusaha tenang seraya kembali fokus menyetir dan menatap jalanan di depan. "Ini bahkan belum seminggu. Kita pasti akan segera menemukan kakakmu."
Airy mengerucutkan bibir sambil melirik sebal ke arah Sora. "Aku bisa bergerak lebih cepat jika saja tidak harus menunggumu selesai bekerja! Kenapa kau harus selalu ikut denganku? Tidak bisakah kita menjalani urusan kita masing-masing?"
Sora seakan tak terganggu oleh nada suara ketus dari Airy itu. "Kenapa harus sendiri jika kita bisa melakukannya berdua. Lagi pula, kekasih macam apa aku jika tega membiarkanmu mencari kakakmu sendirian? Ditambah lagi kau akan mengendarai motozca. Tidak bisa!"
Airy melengos. "Siapa bilang aku sendirian? Ada Karl dan Sasha yang akan menemaniku! Lagi pula, mengendarai motozca itu lebih simpel dan bisa jauh lebih mempersingkat waktu!"
"Tapi kau tanggung jawabku, selama kakakmu belum ketemu," sahut Sora mulai terdengar bernada sedikit tegas. "Dan aku tak suka membiarkanmu sendirian menghadapi masalah. Aku harus menemanimu kapan pun sebisaku."
"Lantas apa kau juga berniat akan mengikutiku saat syuting juga?" cibir Airy.
"Bisa saja jika kau tak keberatan. Aku sudah menawarkan, tetapi kau selalu menolak dan bahkan mati-matian melarangku pergi menemuimu ke tempat syuting."
"Karena, itu akan sangat mengganggu konsentrasiku, Sora!"
"Bagaimana bisa kau menganggap kehadiranku akan mengganggu? Aku hanya berencana duduk diam sambil mengawasimu saja di sana. Apa yang salah?"
"Aku tak suka lelaki posesif, apalagi jika terlalu agresif saat cemburu!"
"Oh, tapi kau tak pernah protes saat aku agresif di atas ranjang!"
"Itu berbeda!"
Sora tertawa saat melihat wajah Airy yang cemberut. "Kau sangat menggemaskan jika sedang marah seperti ini, kau tahu?"
"Dan kau menyebalkan saat bersikap seolah kau selalu bisa mendominasiku!"
Sora mengangkat bahu. "Kenyataannya begitu, bukan?"
Airy mendelik. "Kita hanya baru beberapa hari berkencan, tetapi kau sudah bersikap seakan aku adalah milikmu!"
"Aku selalu serius dalam hal apa pun, termasuk soal berkencan dan aku akan memastikan semua terkendali agar hubungan kita berhasil. Bukankah itu yang selalu diinginkan para gadis?"
Lelah berdebat, Airy melempar pandang ke kegelapan malam melalui jendela. Saat ini dia sungguh sangat merindukan Aira.
"Apa yang membuatmu masih tak puas dengan diriku? Tidakkah kau berniat serius pula dengan hubungan kita?"
Tiba-tiba mata Airy tertumbuk pada sebuah bar, hingga tak begitu peduli dengan pertanyaan Sora. Seketika saja, dia berpikir kenapa tak mencoba tempat yang tak akan terpikirkan olehnya bakal didatangi oleh Aira.
"Stop di situ! Bar itu!"
Sora mengerutkan kening sambil menepikan mobil sesuai perintah Airy. Dia mencoba melihat-lihat situasi. "Bar Morze? Kau yakin Aira ke situ? Kau bilang dia tak memiliki toleransi tinggi terhadap alkohol dan hampir tak pernah menginjak tempat semacam itu."
Airy membuka sabuk pengamannya dengan tergesa. "Justru itu! Siapa tahu, bukan? Dia bisa saja sengaja memilih tempat yang tak akan pernah terpikirkan olehku! Kita sudah mencarinya hampir di semua tempat yang bisa kupikirkan dan semua itu sia-sia!"
Sora ikut melepaskan sabuk pengamannya. "Hmm, masuk akal juga. Hei, pake mantel dulu!" Dia meraih mantel biru dari jok belakang dan mengacungkannya yang segera disambar oleh Airy dengan raut wajah sebal. Lelaki itu mengawasi selama dia memakainya.
Keduanya pun kemudian turun bersamaan dari mobil bercat hitam keperakan. Sora berusaha menyamakan langkah dengan Airy yang begitu tergesa berjalan menerobos salju yang bertumpukan.
Begitu memasuki bar, mereka segera menuju bartender yang sedang meracik minuman di balik meja. Sora dan Airy duduk di depannya.
"Dua vozka," ujar Sora kepada Alex, sang bartender.
Alex hanya mengangguk sambil terus tak henti memandang heran ke arah Airy. Tentu saja, dia merasa kenal dengan wajah itu walau terlihat berpenampilan sedikit beda. "Nona? Kau meluruskan rambut? Kenapa kau kembali ke sini lagi? Kau sudah berhasil menemukan Yury?"
Airy sontak mengangkat sebelah alis dan butuh waktu beberapa detik kemudian sebelum dia mencondongkan tubuh seakan hendak terjun menyerang seraya menjerit histeris pada Alex. "Kau kenal kakakku?! Bagaimana bisa?! Di mana dia?! Aira, di mana dia! Katakan padaku!"
Alex spontan mundur beberapa langkah. Dia tampak terperangah. Matanya menatap Sora dan Airy bergantian. "Kau dan nona itu ... bersaudara? Jadi, kalian ada dua?"
"Hei, kekasihku sedang bertanya! Kenapa kau malah bertanya balik?Lekas jawab pertanyaannya!" sergah Sora tak sabar.
Alex berusaha menyembunyikan rasa gugup bercampur panik. Dia berpikir apakah telah berbuat kesalahan atau tidak. "Maaf, aku kira salah orang. Aku tak kenal dengan yang namanya Aira, tetapi seorang gadis sangat mirip denganmu pernah datang dan minum di sini, lalu tertidur karena mabuk. Hanya itu."
Mata Airy hampir melompat keluar saat mendengar itu. "Aira?! Dia mabuk?! Minuman apa yang kau beri padanya?! Vozka?! Dia bertoleransi rendah terhadap minuman alkohol!"
Alex balas menatap gusar kini. "Mana aku tahu dia bertoleransi tinggi atau tidak. Dia bilang butuh sesuatu yang bisa membuatnya melupakan sesuatu. Jadi, kubuatkan saja vozka campur. Aku hanya bermaksud membantu!"
"Lalu di mana dia sekarang?" Kali ini Sora mengambil alih sejak melihat Airy seakan kehilangan kewarasan kini.
Alex menggelengkan kepala. "Terakhir dia menemuiku di sini untuk menanyaiku di mana tempat temanku, Yury, biasa berada. Dia langsung pergi. Kurasa gadis itu pergi ke sana."
"KE MANA?!" Sora kembali bertanya dengan penuh penekanan dan tatapan tajam.
Alex berpikir sejenak sebelum mengangkat bahu. "Jika benar ke sana, berarti dia ada di pinggiran kota. Bar Voda."
"VODA?!" Mata Airy kembali hendak melompat keluar. "Kau tahu itu tempat macam apa?! Kau membiarkannya pergi ke sana?! Sendirian?! Kau tak punya otak ya?!"
Sora buru-buru merangkul dan memegangi tubuh Airy yang hendak menerjang Alex dengan wajah kalapnya. Tanpa peduli teriakan serta makian gadis itu yang terus meronta-ronta, ditambah tatapan dari berpuluh-puluh pasang mata, dia menaruh lembaran uang ke meja. "Untuk minuman."
Usai berkata itu, Sora pun bergegas memaksa dan membawa Airy pergi dalam rangkulan. Jeritan serta makian gadis itu terus membahana di seantero ruangan.
***
Sora menghentikan mobilnya di depan sebuah bar yang ada di tepian kota. Sesuai petunjuk yang dikorek paksa dari Alex, ditambah informasi dari Airy yang masih terlihat emosi, dia berhasil menemukan Voda.
Tanpa menunggu persetujuan, Airy melepas sabuk pengaman dan bergegas turun dari mobil Sora. Dia buru-buru melangkah menuju pintu Bar Voda.
Begitu membuka pintu, Airy langsung disambut oleh tatapan sekumpulan lelaki berpenampilan liar dan bertato. Sora yang berhasil menyusul pun spontan memegangi tangannya.
"Wow! Lihat siapa yang datang! Gadis tadi lagi! Wah, kali ini kau berpenampilan baru dan membawa pasangan baru? Luar biasa sekali kecepatanmu berganti penampilan dan kekasih." Lelaki berkepala botak pun mengakhiri kalimatnya dengan berdecak-decak.
"Di mana kakakku, Aira?! Sergah Airy seketika tanpa basa-basi.
"Apa maksudmu?!" tanya si Botak berang bercampur bingung.
"Airy, tahan nada bicaramu. Mereka anggota geng. Jangan bertindak konyol," bisik Sora. "Biar aku saja yang bicara."
"Maafkan kekasihku ini. Dia hanya panik. Kami sedang mencari kakaknya, Aira. Wajahnya mirip dengan kekasihku. Kalian melihatnya di sini? Bisakah kalian katakan di mana kami bisa menemukannya?"
Hening sejenak sebelum tawa meledak terdengar riuh dalam ruangan. Para lelaki liar itu tergelak sambil membuat suara-suara keributan.
"Oh, lucu sekali. Yang benar saja. Tidak mungkin mataku salah melihat. Kekasihmu telah membohongimu, Kawan. Dia selingkuh dengan seorang astronaut!"
Sora mengernyit. "Astronaut? Maksudmu?"
"Dia tadi pergi bersama lelaki yang memakai topi bergambar roket! Jika tidak salah, dia memanggilnya Yury. Yury mengajaknya ke kabin. Wanitamu ini tak sepolos yang kau lihat, Kawan!"
"Aku bukan .... mmmph!" Teriakan Airy segera terbenam dalam telapak tangan Sora.
"Baiklah. Terima kasih informasinya. Aku akan mengurus kekasihku ini. Sebagai lelaki jantan, kita harus bisa mengatasi dan mengendalikan wanita kita, bukan?" Sora mengedipkan mata ke arah si Botak.
Si Botak dan para lelaki lain pun terkekeh sambil melempar tatapan penuh arti. Beberapa bahkan bersiul dan melolong sambil tertawa geli.
"Tentu, Kawan. Aku senang bisa membantumu memberi pelajaran pada wanitamu ini. Urus dan tangani dia dengan baik," sahut si Botak terkekeh sambil balas mengedipkan mata.
Sora tersenyum tanpa berkata-kata lagi. Dia segera menarik Airy agar mengikutinya keluar bar kembali.
Airy baru berhasil melepaskan diri sesaat sebelum Sora membukakan pintu mobilnya. "Apa-apaan kau ini!"
"Masuklah!" perintah Sora tegas. "Lekas!"
Airy malah memelototinya kini sambil berkacak pinggang. "Kau pikir bisa memerintahku seenaknya?!"
"Ucap seorang wanita yang begitu penurut di ranjang," sindir Sora sambil mendorong Airy agar segera masuk ke mobil. "Masuklah. Aku tahu di mana Aira."
Airy pun terpaksa menurut meski wajahnya terlihat ditekuk penuh rasa dongkol dan kemarahan. Dia duduk dan segera memasang sabuk pengaman seiring Sora menutup pintu untuknya.
Begjtu Sora menyusul masuk ke mobil, Airy pun tak perlu basa-basi lagi apalagi menunggu. Dia segera mencecar lelaki itu.
"Kau tahu di mana Aira? Bagaimana bisa? Mereka tak memberitahu apa pun kecuali mereka berpikir aku telah berselingkuh!"
"Kabin. Si Botak bilang Yury mengajaknya ke kabin. Lihat?" Sora memberi kode pada Airy agar melihat ke sekitar. "Ini pinggiran kota. Tak jauh dari hutan belantara. Jika itu benar kabin, mereka akan ada di dalam sana."
Airy pun terlihat senang, tetapi berganti cepat dengan raut wajah tak tenang. "Di dalam sana? Kita masuk ke sana?! Malam-malam begini?! Bagaimana jika mesin mobilmu tiba-tiba mati atau kehabisan bahan bakar saat kita di dalam sana?!"
"Kau ingin secepatnya menemukan kakakmu atau tidak? Petunjuk cukup jelas. Kita ke sana."
Tanpa menunggu reaksi Airy, Sora segera menyalakan mesin mobilnya. Mereka pun segera berlalu menuju jalur masuk hutan belantara.
***
"Aku masih tak percaya, kau benar-benar saudari kembar Airy, si aktris film aksi yang hendak dijodohkan denganku itu. Bagaimana bisa begitu? Entah kebetulan atau takdir, aku tak peduli. Jika orang tuaku benar-benar menyukai orang tuamu, maka aku bisa memilihmu. Mereka pasti tak akan keberatan."
Aira hanya bisa tersenyum masam mendengar ocehan Yury. "Yang mereka pilih untukmu adalah Airy, bukan aku."
"Tapi kalian saudara kembar. Seharusnya itu bukanlah sebuah soal! Mereka harus mendengarkanku dan kau akan membantuku!"
"Membantumu?" Aira menyipitkan mata.
"Menjadi kekasihku. Agar mereka berhenti mengganggu dan memaksaku pulang hanya untuk menerima perjodohan. Tidakkah adikmu tahu soal ini?" Yury menatapnya antusias. "Dia sudah punya kekasih, bukan? Berdasarkan ceritamu ...."
"Tidak, dia belum memberitahu aku soal itu. Bisa jadi, dia memang tidak tahu, atau memang belum sempat memberitahuku. Tapi, soal kekasih, ya. Dia sedang bersama seseorang. Lebih tepatnya, kekasihnya adalah atasanku di museum."
"Kau yakin?" kejar Yury. "Adikmu belum tahu soal perjodohanku dengannya? Kau yakin?"
"Yakin."
Benarkah? Oh yang benar saja, Aira. Kau tahu bagaimana liciknya Airy. Dia bisa saja sudah diberitahu soal rencana perjodohan, tetapi malah mencuri kesempatan mengambil lelaki incaranmu!
Kepala Aira menggeleng, mencoba mengusir pikiran buruknya tentang Airy. "Dia pasti belum tahu."
Yury mencondongkan kepala saat mendengar gumaman gadis itu yang hampir tak terdengar. "Hah? Apa? Kau mengatakan sesuatu?"
Aira menggeleng lagi. "Lupakan soal itu. Kita akan pikirkan mengenai perjodohanmu dengan adikku nanti. Sekarang, aku perlu informasi lebih lanjut soal benua selain Hiddenland."
Yury bangkit dari kursi, lalu berjalan ke balik meja bar kembali. Dia meraih dan membuka tutup dari botol yang berbeda, menuangkan isinya ke gelas kini.
Cairan berwarna bening pun segera memenuhi seperempat gelasnya secara perlahan. Lelaki itu memegangi gagang bagian bawah gelas dan menggoyang-goyangkan lembut sambil sesekali mengendus aroma minuman.
"Hmm ... aku tak tahu persis sebenarnya, hanya saja, ketika aku mendapat misi mengunjungi maplearth, aku berjumpa seseorang yang juga seorang astronaut. Dia mengaku pernah mengunjungi Maple World, tetapi bukan Hiddenland."
Kening Aira berkerut. "Mengunjungi Maple World, tapi bukan Hiddenland? Lalu di mana dan tempat apa itu?"
"Dia hanya menyebut tempat itu dengan nama Autumntia. Sebuah tempat penuh keajaiban."
"Bagaimana dia bisa ada di Planet Maplearth? Lalu di mana letak Autumntia itu? Seingatku, tidak ada nama itu di peta Hiddenland."
Yury menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu. Dia tidak menjelaskanku lebih jauh soal itu. Aku bahkan tadinya mengira orang itu hanya sedang sekedar bercerita tentang dunia khayalan saja. Namun, ketika dia menunjukkan sesuatu ...," Yury tampak berpikir beberapa saat, "membawaku ke suatu tempat yang mempertontonkan semacam trik atau sulap, begitu sebutannya di sana, aku pun sempat berpikir, bagaimana jika dia berkata benar."
Yury mencondongkan tubuhnya ke arah Aira. "Selanjutnya ini hanya pemikiranku, bagaimana jika memang kita bukanlah satu-satunya ras di Maple World? Bagaimana jika masih ada jenis manusia lain seperti yang kulihat di Maplearth itu? Mereka yang memiliki kemampuan lain dan hidup di sebuah dunia berbeda dengan kita, yaitu dunia yang penuh keajaiban?"
"Maksudmu, seperti kekuatan di luar tekhnologi? Tidak ada data soal itu."
"Nah, justru itu! Kenapa tidak ada? Aku diberi sebuah artefak yang tidak pernah bisa kutemukan datanya di pusat data Rozcozmoz. Padahal, astronaut yang kutemui itu memberitahu bahwa itu dia bawa dengan sembunyi-sembunyi dari Maple World. Namun, datanya tak terlacak di data Hiddenland seakan benda itu memang tak pernah ada. Bagaimana mungkin, bukan?"
Aira menatapnya lebar. "Artefak apa?"
"Mereka merampasnya dariku saat tahu aku membawa itu." Dia beradu tatap kemudian dengan Aira beberapa lama sebelum akhirnya menghela napas panjang.
"Baiklah, aku sedikit berbohong denganmu. Aku berhenti bukan semata karena mantan tunanganku, melainkan karena ada masalah dengan pihak atas di Rozcozmoz yang berkaitan dengan artefak dan juga mulut besarku. Aku dianggap terlalu ingin tahu."
"Aku sempat tadinya berpikir kau mungkin bukan seorang lelaki yang biasa menggunakan logika. Berhenti bekerja hanya karena patah hati? Itu konyol. Jika alasannya karena yang kau katakan saat ini, maka semuanya masuk akal sekarang."
Aira menghabiskan sisa minumannya dalam sekali teguk. "Perlu kau tahu, aku pun tengah mempelajari sebuah artefak yang baru dikirimkan kepadaku beberapa hari yang lalu. Rasanya seperti tidak asing, seperti sebuah buku tebal atau lebih menyerupai kitab kuno yang sudah membatu. Namun, anehnya aku tak menemukan data apa pun yang berkaitan dengan itu, bahkan tidak juga judul kitab itu."
"Artefak buku? Kitab? Itu terdengar mirip dengan artefak temuanku dulu," ujar Yury dengan nada suara terdengar ragu.
Keduanya saling beradu pandang kemudian. "Apa mungkin ...."
Ucapan keduanya itu terputus kemudian oleh suara klakson mobil dari luar kabin ditimpali teriakan. Yury dan Aira sontak berdiri dan beranjak meninggalkan ruangan beriringan.
"Aira Ivanova! Kau di sana?!"
Langkah Aira sontak terhenti. Ekspresi wajah gadis itu pun berganti kalut sekali.
Yury yang menyadari hal itu pun turut menghentikan langkah. "Ada apa? Kau kenal suara itu?"
"Kurasa iya." Aira mengembuskan napas pendek sebelum kembali melangkah, diikuti oleh Yury.
Yury membuka pintu dan seketika Aira melihat dengan jelas siapa dua orang yang berdiri di luar sana meski di bawah temaram cahaya. Gadis itu pun menghela napas panjang sebelum memutuskan keluar mendekati mereka.
"Airy Ivanova. Selamat, kau berhasil menemukanku."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro